Sampai Di Sini

2.4K 338 118
                                    

Jino mengangkat tangan saat teman-temannya berpamitan dan pergi meninggalkan pria itu sendiri di parkiran, suasana yang sudah mulai malam membuat keadaan kampus begitu Sepi.

Pria itu membuka ponselnya, membaca pesan dari kontak bertuliskn istriku yang menanyakan apakah dia akan menjemputnya, dan Jino membalas akan segera ke sana.

"Jino, aku cariin kamu tau." Sisil menghampiri pemuda yang masih ia anggap sebagai kekasihnya meski sikap pria itu sudah sangat berbeda. "Pulang bareng," tawarnya.

Jino terdiam, niatannya yang ingin memasangkan helm di kepala ia urungkan, "kamu kan bawa mobil," ucap Jino, sudah cukup dia menjemput gadis itu di butik tadi, dan merasa amat berdosa pada sang istri.

"Kamu yang bawa Mobilku." Sisil sedikit memaksa.

Jino menghela napas, bukan menurut, pemuda itu malah memasang helm di kepalanya. "Nggak bisa, aku harus jemput Nara di rumah papanya."

Penolakan itu membuat Sisil terdiam, "kamu udah mulai perhatian sama dia sekarang," ucapnya kecewa.

Kali ini Jino yang  terlihat diam, "dia istri aku Sil."

"Cukup!" Sisil menutup telinganya dengan kedua telapak tangan, dia tidak ingin mendengar apapun tentang hal itu. Sebuah kenyataan yang sebenarnya tidak mungkin bisa ia enyahkan, bagaimanapun juga gadis itu merasa telah lebih dulu dekat dengan Jino dan lebih berhak atas pemuda itu. "Aku nggak mau dengar kamu bilang kaya gitu," imbuhnya dengan tatapan yang mengancam.

Jino merasa, semakin hari gadis di hadapannya itu semakin gila, bak seekor burung  yang terlalu erat digenggam, dia ingin sekali dilepaskan. "Aku nggak mungkin bawa mobil kamu pulang," tolaknya sekali lagi.

"Kalo gitu biar aku aja yang ikut kamu," ucap Sisil.

"Mobil kamu?"

"Biar nanti supir aku aja yang ambil." Sisil segera naik ke boncengan pria itu kemudian melingkarkan kedua lengan di pinggangnya, "anterin aku pulang ke rumah, aku nggak mau pulang sendirian."

Jino berdecak pelan saat merasakan tubuh gadis itu menempel di punggungnya, namun dia tidak punya pilihan selain mengantarkan Sisil pulang ke rumahnya.

Sisil sudah sangat merasa nyaman dengan pria itu, namun akhir-akhir ini perasaannya sering terganggu memikirkan Jino yang mungkin akan berhenti mencintainya, entah kapan tapi dia merasa itu akan segera tiba, dan sebisa mungkin dia akan terus menghindarinya.

Rumah Sisil memang tidak terlalu jauh, Jino berhenti di depan gerbang, membuat gadis yang menyandarkan kepala di punggungnya itu kemudian mendongak.

"Mampir dulu yah," tawar gadis itu.

Tanpa melirik jam di pergelangan tangannya Jino menolak dengan alasan sudah larut malam, namun gadis itu malah memaksa.

"Ada yang mau aku omongin sama kamu." Sisil terus membujuk pria itu untuk mampir ke rumahnya.

Sejenak Jino terdiam, namun kemudian berkata. "Yaudah, tapi sebentar aja ya," ucapnya.

Sisil yang merasa senang kemudian mengangguk, menyuruh pria itu untuk membunyikan klakson dua kali hingga akhirnya gerbang tinggi di hadapannya itu terbuka.

Sisil mempersilahkan Jino masuk ke dalam rumah besar keluarganya, dan mengajak pria itu menuju ruangan pribadinya.

Selain luas dan mewah, kesan pertama yang dapat Jino tangkap dari keadaan rumah Sisil adalah sepi, sepertinya gadis itu memang selalu sendiri, "ke mana orangtua kamu?"

Sisil yang berjalan di hadapan pria itu kemudian menoleh, "belum pulang, mungkin besok atau lusa, mereka ke luar kota," jawabnya.

Jino menghentikan langkah saat gadis di hadapannya tampak memasukkan anak kunci, dia menebak itu mungkin kamarnya.

Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang