Nara tengah sibuk di dapur saat asisten rumah tangga yang sudah bekerja pada sang papa, sejak ia masih balita kemudian mendekat.
"Non Nara ngapain?" tanya wanita paruh baya itu, terlihat kaget mendapati nonanya berada di sana.
"Masak mi rebus aja kok, Bi," balas Nara dengan sibuk menggunting bumbu di tangannya.
"Biar Bibi aja, Non," bujuk wanita itu dengan berusaha merebut benda di tangan sang Nona, namun Nara tampak menghindar.
"Nggak apa-apa Bi, aku bisa kok."
Wajar jika wanita paruh baya itu khawatir saat nonanya ada di dapur, karena bahkan hanya sekadar menyalakan konpor saja dulu gadis itu tidak mampu.
"Udah Bibi istirahat sana, udah malem." Nara mengusir wanita itu dengan bercanda, mengibaskan tangannya untuk menyuruh sang asistem beranjak pergi dari sana. "Lagian aku kan masakin suami aku," imbuhnya.
Gadis itu fokus kembali pada mi yang sudah ia masukkan ke dalam panci kecil berisi air mendidih, Dan saat pergerakan di sebelahnya kembali menyita pehatian dia pun menegur.
"Udah aku bilang Bibi pergi aja." Nara terkejut saat berbalik dan ternyata orang yang dia usir malah suaminya. "Eh maaf Bang aku kira Bibi tadi," sesalnya.
Jino yang sempat kaget kemudian tertawa kecil. "Udah?" tanyanya dengan melirik mi di dalam panci yang sepertinya sudah matang.
Nara mengangguk. "Aku siapin dulu, kamu duduk aja di sana," ucapnya dengan menunjuk meja makan di belakang mereka.
Jino menurut, duduk di kursi dengan memperhatikan punggung sang istri yang masih sibuk menuangkan mi ke dalam mangkuk, pria itu sedikit terjingkat saat wanita di hadapannya terlihat kepanasan, dia ingin membantu tapi merasa sungkan.
Sesaat kemudian gadis itu menghidangkan semangkuk mi dengan telur tanpa sayuran di hadapan Jino, pria itu tersenyum kemudian berterimakasih.
"Ayo makan." Nara berucap saat suaminya malah diam saja.
"Kamu?"
"Aku udah makan." Nara menopang dagu dan memperhatikan pria di hadapannya itu mengaduk mi di dalam mangkuk. "Tadi kamu pulang bareng Sisil yah?"
Pertanyaan itu membuat pandangan Jino yang semula fokus pada isi mangkuk di hadapannya kemudian mendongak. Gadis itu seolah bertanya apakah makanannya masih panas atau tidak, terlalu tenang dan biasa saja, entah kenapa dia sedikit tidak suka."Iyah, kenapa?" pria itu balik bertanya. Penasaran dengan reaksi dari istrinya.
"Kalian ujan-ujanan, sosweet banget," sindir gadis itu dengan tawanya yang riang, dan Jino berdecak karenanya. Pria itu kembali menyendokkan kuah mi rebus yang hangat ke dalam mulut. "Nggak, hujannya pas kita udah nyampe rumah dia."
"Kenapa kamu nggak neduh di rumah dia?"
"Kalo aku neduh di rumah dia, mungkin bisa ke sininya besok pagi."
Kalimat itu membuat Nara terdiam, dia tersenyum miris, "Iya juga sih," ucapnya kemudian.
Belum sempat Jino menanggapi, seorang wanita paruh baya yang dia tau adalah ibu dari istrinya kemudian menghampiri mereka.
"Nara, kakak kamu ingin bicara," ucap Nurma dengan menggenggam ponsel di tangannya.
Nara yang sedikit terkejut kemudian beranjak berdiri, dia menoleh pada sang suami yang ikut berdiri dan menyalami ibu mertuanya.
"Kakak apa kabar Ma?" tanya gadis itu. Sejak sang kakak pergi mereka memang tidak pernah saling bertukar kabar, Nara tidak tahu nomor baru kakaknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Marriage (Tamat Di KbmApp)
RomanceJino Sadewa dan Naraya Putri terpaksa harus menggantikan posisi saudara kandung mereka yang kabur dari pernikahan, demi menjaga nama baik keluarga, apakah pernikahan mereka yang dilandasi dengan keterpaksaan akan berlangsung lama. Dan bagaimana kesu...