Antagonis.13

3.7K 832 246
                                    

Suzy tahu hari ini ada rapat tertutup yang penting di perusahaan Sehun. Akan tetapi, wanita itu tetap datang kemari. Bila biasanya ia datang untuk mengunjungi Sehun, kali ini niatnya lain. Ia sengaja datang kemari untuk menemui Jisoo. Ada hal yang harus diluruskan di antara mereka. Suzy ingin berbicara empat mata dengan Jisoo dari hati ke hati. Mereka sama-sama wanita, Suzy yakin, Jisoo pasti akan mengerti posisinya sebagai kekasih Sehun jika Suzy menjelaskan posisi dirinya saat ini. Ia ingin perang dingin yang Jisoo mulai sendiri selesai.

Suzy tak pernah menganggap Jisoo sebagai musuh, hanya Jisoo yang menganggap mereka bermusuhan. Bagi Suzy, Jisoo adalah malaikat penolong hubungannya dan Sehun. Suzy begitu menghargai Jisoo. Jika boleh, ia ingin berteman dekat dengan Jisoo. Namun, sayang sekali Jisoo selalu menatap sinis dirinya di setiap pertemuan. Barangkali dengan berbicara empat mata, Jisoo bisa sedikit melunak padanya. Langkah Suzy semakin cepat saat melihat siluet tubuh yang sudah tak asing baginya. Sebelumnya ia melirik penampilannya sendiri, memastikan bahwa penampilannya masih rapi.

Ia memilih pakaian dan sepatu terbaik yang ia punya. Ia tak ingin Jisoo menatap rendah dirinya lagi. Ia mungkin memang tak sekaya keluarga Kwon. Namun, bukan berarti Suzy adalah wanita dengan kelas rendah. Suzy adalah wanita pekerja keras, dan dari kerja kerasnya itulah ia bisa memiliki barang-barang mewah. Ia sedikit tersenyum, ada rasa bangga yang memupuk kepercayaan diri, bukankah ia lebih baik dari Jisoo? Apa yang ia miliki adalah hasil jerih payahnya, bukan dari orang tua.

"Jisoo!" panggilnya menghentikan langkah Jisoo.

Jisoo menoleh, alisnya terangkat tinggi melihat kehadiran wanita tak tahu diri yang berani-beraninya memanggilnya dengan panggilan akrab seperti itu. Ia bersedekap dada, dengan setelan jas kantor dan kacamata baca yang masih bertengger di cuping hidung ia terlihat begitu ... elegan. Aura mahal dan berkelas begitu kentara darinya. Sekali lihat pun, orang-orang akan tahu betapa terhormat dirinya.

"Saya permisi dulu, Nona," pamit Rose saat Suzy semakin dekat dengan mereka. Jisoo hanya melirik Rose dari ekor mata, pertanda mengizinkan wanita itu undur diri. Saat berpapasan dengan Suzy, wanita itu melirik dari bawah ke atas penampilan wanita cantik itu. Suzy sangat cantik, Rose akui itu. Akan terlihat semakin cantik jika saja tidak mengusik nonanya. Rose menggeleng samar, terlebih saat melihat sosok pria tinggi di atas sana yang tengah tersenyum padanya, Kris Wu. Jangan salah paham, arti dari senyum itu; Mau menonton drama bersama? Daripada mengikuti ajakan Kris, lebih baik Rose pergi. Pekerjaannya masih banyak, ia tak memiliki waktu untuk menikmati drama.











"Hai, selamat siang," sapa Suzy dengan senyum kikuk, entah ke mana perginya kepercayaan dirinya tadi. Nyalinya mendadak ciut melihat pandangan menilai dari bola mata di balik kacamata itu. Sebisa mungkin ia menampilkan gestur santai di hadapan Jisoo. Ia tak boleh terlihat terintimidasi dengan tatapan Jisoo yang tak berubah dari kali terakhir mereka bertemu.

Jisoo mengetukkan ujung heels yang ia kenakan. Melirik arloji sederhana, tetapi dengan harga yang tak perlu dipertanyakan lagi di pergelangan tangan. "Sembilan detik koma tujuh."

Kening Suzy berkerut, tak paham atas kalimat Jisoo. "Maaf?" tanyanya bingung.

"Seharusnya dari jarak kau berdiri sebelumnya, kau hanya membutuhkan waktu tujuh detik untuk sampai kemari, jika saja kau berjalan menggunakan tenaga. Kau menyia-nyiakan waktu dua detik koma tujuh berhargaku. Saranku pilihlah sepatu yang nyaman dikenakan untuk bersantai, agar jalanmu tak lambat." Jisoo melirik sepatu yang Suzy kenakan. Menurutnya, sepatu itu lebih cocok dikenakan di acara penting, bukan sehari-hari seperti saat ini. Apalagi ini siang hari, benar-benar mencolok.

Kenapa dirinya serba salah di mata Jisoo? Salahkan dirinya memilih barang terbaik yang ia punya untuk dikenakan? Ia hanya ingin Jisoo menghargainya. Ia hanya ingin menunjukkan pada Jisoo, bahwa ia tak serendah apa yang Jisoo pikirkan. "Aku hanya ingin menunjukkan, aku bukan wanita rendahan seperti yang kau pikirkan. Aku juga mampu memiliki barang mahal dari hasil kerja kerasku," jawab Suzy. Kali ini ia tak akan mengalah. Sengaja mengatakan 'kerja kerasku' berharap Jisoo sadar, bahwa Suzy adalah wanita pekerja keras, bukan wanita manja yang menadah tangan pada orang tua untuk meminta uang.

Senyum Jisoo semakin mengembang. Ia masih bersedekap dada dengan gaya angkuh. "Apa kau memanggilku hanya untuk pamer?" Ia menggeleng pelan. Berjalan mengelilingi tubuh Suzy dengan pandangan meneliti. Mata Suzy mengikuti gerakan Jisoo dengan awas. Jisoo mendekatkan kepala pada telinga Suzy setelah puas memindai penampilan wanita itu. "Kau cantik, Nona Bae, tapi sayang kau wanita rendahan," bisiknya lirih. Lalu mundur menciptakan jarak untuk bisa menatap wajah Suzy yang mengeras menahan marah, tersinggung dengan ucapan Jisoo.

Jisoo tersenyum culas, sebelum kembali berujar, "Kau pamer barang tak seberapa itu pada wanita terhormat sepertiku? Barang mewah akan terlihat murah jika dikenakan wanita rendahan," cibirnya tanpa memikirkan perasaan Suzy yang sudah pasti akan tersinggung.

Suzy melirik sekilas pada sekitar, suasana cukup sepi, tidak ada karyawan yang berkeliaran. Ia tak ragu untuk menjawab, "Apa kau menilai kehormatan seseorang hanya dari harta? Kehormatan seseorang tidak bisa dilihat dari harta, Nona Kwon." Sempit sekali pemikiran Jisoo, jika hanya melihat seseorang dari harta yang dimiliki.

Jisoo tertawa remeh mendengar ucapan Suzy. "Lalu? Aku harus menilaimu dari apa? Perilaku? Adakah wanita terhormat yang tidur dalam satu kamar dengan pria yang bukan suaminya?"

Tertohok. Dada Suzy terasa dihantam batu besar mendengar ucapan Jisoo. Kerongkongannya terasa kering. Lidahnya mendadak kelu. Ia tak tahu harus menjawab apa. Berhadapan dengan Kwon Jisoo selalu menyudutkannya, padahal niatnya kemari untuk bicara baik-baik dari hati ke hati. Akan tetapi, belum ia mengutarakan apa maksudnya, Jisoo sudah lebih dulu menyerangnya tanpa ampun.

"Kau tau? Wanita penghibur mendapatkan bayaran yang mahal setelah memuaskan pria. Lalu dirimu? Bayaran apa yang kau dapatkan setelah memuaskan suamiku?" Suzy mundur selangkah saat Jisoo mendekat ke arahnya, seolah ingin menciptakan jarak di antara mereka. "Tidak ada." Senyum Jisoo semakin mengembang. "Bukankah kau lebih rendah dari wanita bayaran?"

Suzy yang semula menunduk, mengangkat wajah menatap Jisoo dengan pandangan nanar. Jisoo sudah keterlaluan. "Jaga bicaramu!" hardiknya. Berani sekali Jisoo membandingkan dirinya dengan wanita bayaran, ia tak serendah itu!

"Kenapa? Apa aku mengatakan hal yang salah?" Ia kembali bersedakap dada. "Bukankah kau yang mengatakan kehormatan seseorang tidak bisa dilihat dari harta? Aku sedang menjelaskan dari mana kehormatan seseorang dilihat, Nona Bae."

Tanpa kata, Suzy berbalik dan melangkah dengan cepat meninggalkan Jisoo. Sekuat tenaga ia menahan air mata yang sudah mengenang di pelupuk mata. Inginnya ia menyangkal. Namun, apa yang dikatakan Jisoo benar adanya. Ia tak terima dikatakan wanita rendahan, tetapi .... Ia mengusap air mata di pipi. Salahkan jika ia sakit hati dengan ucapan Jisoo yang sayangnya tak dapat ia sangkal?











Senyum kemenangan terukir di bibir mungilnya. Ia tidak jahat, ia hanya mengatakan kenyataan yang sesungguhnya pada wanita itu. Jika wanita itu merasa tak melakukan, kenapa harus marah? Begitulah manusia bodoh, selalu merasa tersakiti, tetapi saat ditampar kenyataan, ia pasti tak akan menerima.

Ia melirik ke atas, matanya beradu pandang dengan mata Kris Wu. Ia tahu pria itu memperhatikan sedari tadi. Ia dapat melihat senyum bangga dari pria itu. "Kau hebat," puji Kris tanpa suara, tetapi Jisoo dapat mengertinya.












......









AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang