20. Love or Money

1.4K 193 27
                                    

Pada setiap kisah cinta tak pernah ada yang sempurna, selalu ada titik dimana kadang kita meragukan pasangan masing-masing. Semua boleh menyangkalnya, tetapi kata curiga tak pernah bisa lepas dari setiap sebuah hubungannya. Begitu pun yang dirasakan oleh Rosie, masih ada sisa ragu yang belum terhapus dari hatinya.

Apakah Jeka benar-benar mencintainya? Apakah Jeka tak akan meninggalkannya lagi? Apakah semuanya tak akan ada halangan lagi ke depannya? Seluruh pemikiran itu membuat kepalanya yang jarang digunakan untuk berpikir terasa ingin meledak.

Sel-sel dalam tubuhnya sudah dipenuhi oleh rasa kesal karena tak bisa memilih yang mungkin bisa benar-benar membuatnya bahagia, bukan berarti Jeka tak bisa membuatnya bahagia. Dia tahu dan sadar ia mencintai Jeka dan dengan segala tingkah Jeka yang tak jelas dan aneh lelaki itu tetaplah satu-satunya laki-laki yang membuat Rosie merasakan banyaknya emosi dan merasa seperti manusia, karena sebenarnya dia juga tak butuh lelaki yang manis setiap saat dia butuh Jeka yang memberikan banyak rasa.

Namun, lagi-lagi ini tak semudah memilih jenis rasa es krim dimana akhirnya kau bisa mencampur dua rasa itu dalam eskrim. Memilih antara cinta dan mimpi tak pernah mudah.

Jiwa muda selalu ingin mendapatkan keduanya, apalagi Rosie yang ambisius. Dia meninggalkan rumah dan segala kemewahan hanya untuk menjadi seorang designer dan memiliki butik, dia sudah melakukan segalanya untuk mimpinya. Tak mungkin baginya untuk menghentikan mimpinya yang menjadi satu-satunya penyemangat untuk tetap bisa tersenyum. Seketika dia berpikir apakah ia harus memilih salah satu diantaranya?

"Masih mikir?" tanya Lisa.

Rosie pagi tadi pergi tanpa pamit karena pamit pun percuma karena tidur Jeka sangat-sangat sulit diganggu. Lelaki itu bagaikan orang mati saat tidur.

"Iya, gue bingung anjir!" Ya, jika menjadi Rose pun siapapun itu akan bimbang dengan pilihan itu.

"Lo syuting jam berapa entar?" tanya Marsya yang sibuk mengubah oksigen menjadi karbondioksida sambil rebahan di atas sofa milik Lisa.

"Jam 7 malem, gue masih ada waktu buat mikir. Tapi, semakin gue mikir otak gue rasanya mau meledak," keluhnya pada dua teman yang dengan laknatnya tak akan peduli dengan otak Rosie yang hampir meledak.

"Nggak kaget sih, biasanya kalo otak nggak pernah di pakai terus dipakai buat mikir bakal meledak." Marsya memang tak bisa dikalahkan dalam mencari ribut.

"Lah bukannya dia nggak punya otak?" Ah salah, sahabatnya yang satu lagi juga tak kalah bar-bar saat bicara.

"Oh gitu ya?" Jangan tanya kemana lanjutan drama ini karena semuanya langsung terarah pada baku hantam terencana dengan alat cushion tak berdosa. Baku hantam itu baru selesai tatkala suara bel berbunyi nyaring.

"Siapa?" Mereka terkejut seolah-olah tak akan ada manusia lain selain mereka yang akan bertamu ke rumah Lisa.

"Nggak tau?"

"Lisa nggak sepenting itu buat punya tamu." Lagi-lagi cushion tak berdosa menjadi senjata untuk menampol wajah Marsya.

"Udah sana, siapa tau ada dinas sosial yang ngedata terus lo dapet bantuan," ujar Rosie asal, anak itu memang tak mengenal tata krama dalam berucap.

"Bodo amat." Lisa akhirnya meninggalkan duo perusuh itu, terserah nanti seberapa hancur ruang tengah, ia bisa membuat perhitungan pada dua manusia itu yang jelas dia harus membuka pintu untuk seseorang yang masih sibuk memencet bel dengan irama.

"Lo! Lo ngapain ke sini?" tanya Lisa begitu melihat sosok manusia yang dijuluki Rosie kelinci setan.

"Ketemu Rosie," jawabnya dan seperti yang sudah diduga, Jeka masuk begitu saja mungkin karena dia menganggap rumah orang adalah rumahnya sendiri hingga kadang sopannya berlari menjauh dari dirinya.

✅Story of My Ex (Rosekook) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang