Sepuluh: Hannah Montana

15 4 8
                                    

"Kalian aduk dan start untuk menguleni adonan. Nguleninya harus sabar ya..."

Dia bilang sabar karena dalam video tampak sangat mudah untuk meremas-remas adonan ini sampai kalis, tapi nyatanya tidak! Aku sudah meremas adonan ini selaman hampir tiga puluh menit, tapi adonan ini masih belum kalis juga. Padahal bulir-bulir keringat sudah berkumpul di keningku. Belum lagi adonan ini benar-benar mengunci pori-pori tanganku—membuatku merasa semakin panas. Lalu dia juga memerintahkanku untuk memasukan butter sedikit demi sedikit sembari terus meremas adonan ini. Oke, kali aja tangan gue jadi ga lengket-lengket amat.

Kumasukan butter kedalam adonan sesuai perintahnya, tapi dugaanku salah. Butter ini membuat tanganku licin tapi tidak melepaskan adonan lengket itu dari kulitku. Aku mulai geram dan akhirnya menangis. "Nyusahin lo adonan! Tau kaya gini gue beli cinnamon rolls yang udah jadi aja, sialan!" Jeritku penuh emosi dan masih menangis.

Suaraku tadi mengundang Luke yang berlari kecil ke dapur, ia tampak panik. Matanya memindaiku sebelum akhirnya menghampiri, mengusap pipiku pelan dan bertanya kenapa aku menangis saat membuat kue. Aku pun menjelaskan karena pembuatan cinnamon ini memakan waktu yang lama dan aku sudah lelah, adonan ini pun belum kalis juga—tenagaku sudah hampir habis untuk terus meremas dan meninju adonan sialan ini.

Aku tau Luke menahan tawanya selagi aku menjelaskan alasan aku menangis, tapi ia tau bahwa aku sedang sering emosi dan dia menghargai itu. Jadi dia melepaskan adonan itu dari tanganku, mencucikan kedua tanganku dan menyuruhku untuk melanjutkan proses lainnya. Dia berjanji akan melanjutkan proses melelahkan ini hingga adonan ini kalis, tapi sebelumnya dia akan mandi terlebih dahulu. Aku menurut.

Jadi, selagi Luke mandi, aku membuat adonan lainnya—isian cinnamon roll. Tasyi menyuruhku untuk menyiapkan bubuk gula merah pada wadah besar dan mencampurkannya dengan ekstrak vanilla dan juga bubuk kayu manis. Lalu aku mengaduknya sebentar sebelum beralih ke biskuit-biskuit yang akan kuhancurkan dan kucampur dengan bubuk kayu manis tadi.

Luke kembali, ia tampak segar dengan rambut basahnya. "What is that?" Tanya Luke saat matanya menangkap adonan lain yang sedang ku aduk, tapi tangannya langsung menghajar adonan menyebalkan itu. "It's the filling, for our cinnamon rolls." Jawabku masih sibuk mengaduk. "So, how is proofing?" Luke kembali bertanya. Lah iya ya, kalis tuh gimana ngejelasinnya ya?

"Umm, it's like you press the dough gently with your knuckle or finger to determine if it is properly proofed and ready for baking. If the dough springs back right away, it needs more proofing. But if it springs back slowly and leaves a small indent, it's ready to bake. I guess."

Luke mengangguk, "Like this?" Tanyanya sembari menunjukan adonan di wadah itu yang sudah kalis. Lah, dia kok cepet sih? Ah, itu mah pasti karna tadi udah setengah jam gue hajar tuh adonan.

"Yeah, that's proofed." Kuhentikan kegiatanku untuk mengambil serbet dan membasahkannya dengan air keran, serbet ini kupakai untuk menutupi adonan ini. "Im going to cover this with wet napkin and let it rise for an hour." Ujarku dan melenggang keluar dapur, tapi aku kembali menoleh padanya. Mata kami bertemu selama beberapa detik dan tak mengeluarkan sepatah katapun. "I know, let get us some food." Ujar Luke tiba-tiba sembari membersihkan tangannya dan meraih ponsel untuk memesan makanan—seolah-olah dia paham apa yang sedang kurasakan sekarang.

Aku pun tersenyum, segera berlari dan melompat pada punggung Luke yang lebar—mengakibatkan benturan cukup keras antara dadaku dan punggungnya. Sakit, tapi aku senang bergelantungan disini. Luke tampak tidak keberatan saat aku memanjati tubuhnya walaupun dia harus menahan keseimbangan tubuhnya dan kadang ia hampir terjatuh. "What do you want for dinner, babe?" Tanyanya. "Umm... i kinda want thai food." Ujarku sembari fokus menatap layar ponsel Luke dari bahunya. Tapi Luke langsung menoleh dan tampak terkejut begitu aku mengutarakan apa yang ingin kumakan.

Lukman 2020: Kembalinya Aku ke AustraliaWhere stories live. Discover now