Four: Om💗

12 3 8
                                    

Luke mengajakku berjalan di sekitar komplek yang sangat asri. Kau bisa mendengar kicau burung dari segala arah yang disertai dengan cahaya matahari yang mulai mengenai tubuhmu. Atmosphere pagi ini terasa sangat segar dan aku enggan untuk melepaskan dekapanku pada lengan Luke.

Kami berjalan melewati rumah-rumah besar yang tertata rapi dengan mobil mewah yang memenuhi garasinya. Tidak ada satupun toko yang menjual camilan. Ah, tentu saja. Ini adalah perumahan mewah. Lalu tak lama kami sampai di sebuah taman besar yang tidak begitu ramai, taman ini menyediakan penyewaan sepeda. Luke berjalan kearah penyewaan sepeda itu dan menyewa sepeda gandeng, ia duduk didepan sebagai pengarah jalan dan aku duduk dibelakang. Awalnya aku mengira dia akan menyewa sepeda untuk sekedar berkeliling taman, tapi ternyata tidak. Dia mengayuh sepeda ini keluar dari taman dan menaiki sebuah bukit yang mulai sepi dari pemukiman.

"Luke, where are we going?" Tanyaku dengan napas tersengal-sengal akibat mengikuti kayuhan kakinya yang besar dan panjang. "I wanna show you something, my spot."

Lalu benar saja, tak lama setelah itu ia membelokan sepeda ke arah hutan dan aku bisa melihat air, terlihat seperti bendungan atau danau. Aku langsung turun dari sepeda saat Luke menghentikan sepeda dan menyandarkannya pada sebuah pohon sebelum mengikutiku yang berjalan ke arah danau.

"Come on, sayang." Ia mendahuluiku, membuka kaosnya dan memasuki danau tersebut. "Is it okay?" Aku bertanya ragu. Aku tetap takut terhadap sungai. "Yeah it's fine. I promise you, you'll be fine. See? You can see your feet from here. It's crystal clear." Luke mencoba meyakinkanku.

"Come on, sayang. This is my childhood and i want you in it." Benar juga. Luke ingin aku merasakan masa kecilnya, ia ingin aku menjadi bagiannya. "But i dont bring any clothes."

"You can wear mine later, sayang. Please..." Aku pun melangkahkan kakiku ragu dan Luke sudah menungguku dibawah sana, mengulurkan kedua tangannya untuk menopangku.

"LUKE IT'S FREEZING!!!" Aku berteriak ketika merasakan dinginnya air bendungan ini. Luke segera memelukku. "I know and it's fun." Jawabnya, aku memberontak dan hendak keluar dari bendungan tapi Luke justru menarik dan memelukku kembali dengan lebih erat, membuatku menjerit dan juga tertawa. Kami bermain air dan Luke selalu membiarkanku menang. Bahkan aku tidak merasa takut sama sekali untuk berenang di bendungan ini. It feels damn right.

Namun keseruan itu harus berhenti saat Luke menyadari jemariku yang mulai mengeriput dan bibirku yang mulai membiru. Ia langsung mengempitkan tangannya di kedua ketiakku untuk mengeluarkanku dari bendungan. Sebelum aku mengganti pakaian dengan kaos milik Luke, Luke mengabadikan foto kami berdua dan dengan reflek aku menarik pipi dan menciumnya.

Lalu setelah itu Luke menyuruhku untuk segera mengganti baju. Aku tidak mengerti kenapa Luke terlihat biasa saja? Kenapa dia tidak merasa kedinginan? Tapi sebaiknya aku cepat agar kami berdua bisa pulang dan menghangatkan tubuh. Tapi lama kelamaan aku mulai tidak bisa merasakan jari-jariku. Apakah aku terkena hipotermia?

"Luke, i cant feel my fingers. It all numb." Aku mulai panik dan Luke segera menghampiriku, mengenggam erat jemariku dan menempelkan mereka pada bibirnya, memberikan hembusan-hembusan hangat. Ia juga terus menggosok kedua punggung tanganku. "We gotta go home mow. Keep em warm like this." Aku menurut dan dia langsung menyiapkan sepeda, meletakan pakaian basahku di keranjang dan menyuruhku naik. Ya, benar, Luke yang mengayuh dan mengendarai sepeda dengan telanjang dada.

Sesampai di rumah Luke segera berlari untuk mengisi bathtub dengan air hangat, menyuruhku berendam sejenak, menyiapkan air hangat dan pakaian panjang untukku. Ia selalu ada di sampingku, aku bisa melihat bahwa dia menyesal telah memaksaku untuk masuk ke bendungan itu. Tapi tak ada yang kusesali, aku merasa senang bisa merasakan kenangan kecil Luke.

Lukman 2020: Kembalinya Aku ke AustraliaWhere stories live. Discover now