"Luke! Luke! Im not on molly!!" Abel terus membentak-bentak Luke tanpa sadar. Luke tidak marah, dia mengerti bahwa kekasihnya sedang dalam pengaruh obat. Perkataannya mengenai belahan jiwa memang membuat hati pria pirang itu mencelos. Tapi hatinya kembali menghangat saat Abel menginginkan Luke untuk menjadi belahan jiwanya—kekasihnya.
"Luke!"
"Luke!"
"Luke!" Abel terus memanggil-manggil si pria pirang yang tidak kunjung merespon. Bukan, bukan Luke malas membalas ocehan gadis itu melainkan karena dia kesulitan berbicara karena dia terus tertawa. "Yes, sayang?" Luke mengusap lembut lutut gadisnya selagi tangan satunya focus pada stir mobil dengan pandangannya lurus ke depan.
"What's this?" Abel kembali bertanya, tangannya terus memainkan bibir bawahnya. "It's your lips, sayang." Luke membalas, kali ini tidak dengan tawa yang kencang. Dia merasa bahwa pertanyaan itu tidaklah lucu lagi karena Abel sudah menanyakan itu sepuluh kali dalam dua menit terakhir. "Holy shit! It's so big!" Lalu dia menurunkan kaca jendela mobil dan menatap pantulan wajahnya pada kaca spion. "I kinda look like a fish." Gumamnya pada diri sendiri dan tertawa. Melihat itu, Luke langsung menaikan kembali kaca jendela pada sisi Abel karena dia takut jika Abel akan mengeluarkan kepalanya. Itu cukup berbahaya untuk kondisinya sekarang.
"Luke, im not on molly! Why are you freaking out?" Dia kini memainkan tangannya pada lengan Luke. "No, im not." Jawab Luke dengan sedikit senyum dibibirnya, merasa gemas dengan tingkah si gadis. "Yes, you are. I feel it. I feel the vibes." Abel bersikeras akan pendapatnya, tapi Luke tidak mengumbris dan hanya mengiyakan perkataan gadis dalam pengaruh obat itu.
Sesampainya di rumah, Luke menggendong Abel hingga sampai di kamarnya. Mendudukannya di atas kasur dan membiarkannya bercermin kepada meja rias yang ada di hadapannya. "Holy shit, I feel like shit. And I look like shit too." Gumamnya pada diri sendiri selagi Luke mengambil tissue basah dan mempersiapkan smoothies untuk Abel.
Luke kembali dengan membawa tissue basah dan segelas smoothies pisang strawberry, duduk di samping gadis itu dan meletakan barang bawaannya tadi di nakas. "There's blood in my mouth." Abel kali ini berbicara pada Luke. "Yep, cause you're talking too damn much, sayang."
Si gadis lalu mengambil selembar tissue kering dari nakas dan mencoba membersihkan darah di bibirnya. "How do I take this fucnking blood off?" Dia terus menggosok-gosokan tissue kering tadi pada bibirnya sebelum akhirnya dia menangis dan merengek, "The blood won't come off."
Luke sengaja tidak mau langsung membantu karena dia ingin tau bagaimana reaksi gadis itu selanjutnya. Tapi saat Abel mulai merengek, barulah dia meraih tissue basah dan membersihkan sisa-sisa darah pada bibir itu. Setelah bersih, si gadis mulai memainkan rahang bawahnya selagi melihat pantulan wajahnya pada cermin. Dia merasa aneh di rahang bawah bagian belakangnya. "Im...im bleeding a lot. That's, that's kinda gross." Sekarang dia berbicara pada Luke. Ya, dia menolehkan wajahnya pada Luke.
"Here, here's your smoothies. Now shut up and eat it up." Luke membungkuk sedikit untuk meraih smoothies tadi yang ia letakan di nakas, lalu menyuapinya secara perlahan untuk Abel. "The drugs have kinda turn down a bit. But not really." Dia berbicara dan sesekali berusaha sekuat tenaga untuk menelan smoothies yang Luke suapkan kedalam mulutnya.
Luke hanya mengangguk dan mengiyakan apa yang kekasihnya itu katakan. Ia tau bahwa Abel sedang bercerita—menceritakan keadaannya pada Luke meskipun Luke jauh lebih tau karena dokter Gabriel tadi sudah menjelaskan dengan cukup jelas. "I haven't eaten-" Luke kembali menyuapkan satu sendok smoothies, dan Abel kembali berusaha menelannya. "I haven't eaten in like-" Gadis itu diam, tampak berpikir. "Thirteen hours. So the drugs are really—whatever they put in me is really hitting me on."
YOU ARE READING
Lukman 2020: Kembalinya Aku ke Australia
FanfictionPetualangan Abel dan Luke selanjutnya.