Jeram 17

7.2K 933 38
                                    

Tap your star! 🌟

__________________

Would you rather?
Broken heart or Broken body

you better not-
You are deserve all the greatest things in this world.


















Pulang sekolah kali ini, ditemani Gibran makan bakso di pinggir jalan setelah puas mengitari Jakarta. Singgah di toko PS satu dan yang lainnya. Semenjak tau bahwa hari ini Rayyan masih belum boleh masuk sekolah dan Shaka berangkat sendiri, pagi-pagi tadi Gibran sudah membuat keributan dengan menekan klakson dengan sebuah lagu. Entah lagu apa, mungkin buyung puyuh remix. Tapi itu benar-benar berisik.

Makanya, bukannya mengantar Shaka pulang ke rumah, Gibran malah mengajak Shaka mengitari kota Jakarta, membawanya ke toko satu ke toko lainnya. Menceritakan tentang anime yang baru-baru ini ia tamatkan, tentang cita-citanya yang berubah menjadi pemain volly lalu tentara lalu penyihir lalu astronot. Justru Shaka hari ini banyak diam, hanya bereaksi semampunya. Walau Shaka akui terkadang mendengarkan Gibran bercerita benar-benar menyenangkan.

Jakarta hari ini cerah. Langit sorenya oranye bergradasi Pink dan biru, bunyi-bunyi kendaraan diluar sana juga menyadarkan Shaka bahwa ia kini tengah berada dipusat kota. Bakso dimangkuknya hampir habis, sedangkan Gibran belum selesai mengoceh tentang karakter anime yang membunuh raksasa. Dari yang Shaka dengar cerita itu seru, namun tidak ada waktu baginya untuk bersantai menghabiskan 25 episode serial anak-anak seusianya.

"Makanya gue pingin banget jadi salah satu pasukan pengintai! Secara, guekan pemberani. Raksasa doang mah gue piyik aja kayak kutu, lagian--."

"Gib," panggil Shaka yang terpaksa membuat cerita Gibran terputus. Sedang cowok itu yang awalnya bercerita sambil memotong-motong baksonya mendongak mantap lawan bicaranya dengan tatapan bingung.

"Ha?" jawabnya.

"Gue punya temen..."

"Hm."

"Orang tuanya mau ceraikan...terus...dianya gak mau, tapi takut egois kalau tetep maksain. Gimana menurut lo?"

"Bokap nyokap lo mau cerai??! Kenapa??" hebohnya. Membuat Shaka segera membuat kode agar Gibran tenang sedikit.

"Bukan gue!!"

"Wajar sih lo gak mau. Tapi ya lo posisiin aja diri lo dimereka, gimana baiknya," jawab Gibran seolah Shaka benar-benar tengah bercerita tentang keadaanya. Lagi pula Gibran juga cukup perasa soal Shaka.

"Te-teman gue, Gib."

"Siapa sih? Temen lokan Cuma gue," jawab Gibran kemudian. Tidak salah juga, memang hanya Gibran yang paling dekat dengannya.

"Apa sih yang mau lo maluin dari gue. Cerita aja, Shak. Gak cape apa dipendem terus?" todong Gibran. Sedangkan Shaka menghela nafas pendek sembari menundukkan kepala.

Bukannya ia tidak percaya dengan Gibran. Namun menceritakan hal ini secara gamblang keorang lain benar-benar susah. Ia sendiri susah mencerna, apa lagi orang lain. Lagi pula hari ini ia tidak benar-benar ingin didengar, ia hanya ingin memberi tahu Gibran bila memang ada sesuatu yang tengah mengganjal dipikirannya. Ia ingin Gibran tau bahwa ia tengah kalut dan mungkin sikapnya bisa tiba-tiba berubah tidak nyaman.

Shaka tentu ingin didengar, ia ingin memberitahukan keluh kesahnya. Ia sangat ingin meminta pertolongan. Namun baginya, mengutarakan hal ini pada Gibran bukanlah hal yang tepat. Gibran adalah orang yang juga bermasalah dengan orang tuanya. Dia tidak akan bisa netral, ia terlalu membenci orang dewasa. Shaka cukup paham untuk tidak membuatnya semakin larut dalam kebenciannya terhadap orang dewasa.

Shaka's Ending ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang