Tap your star! 🌟
___________________
I'd climb every mountain
And swim every ocean
Just to be with you
And fix what I've broken
'cause I need you to see
That you are the reason-Calum Scott
Hingga detik inipun, Shaka masih tidak mengerti mengapa ia berdiri dihadapan wanita yang umurnya terlampau berpuluh tahun darinya tanpa bergeming. Seperti membiarkan wanita itu menancapkan pisaunya pada jantung Shaka dan membiarkannya sekarat ditepi jalan tanpa seorangpun menolongnya.
Benar kata Mahen. Benang merah yang mengikat mereka berdua bukanlah sesuatu yang baik ataupun untuk diikat mati dipergelangan masing-masing. Benang itu justru melilit leher mereka, menciptakan sesak mematikan yang ingin segera mereka akhiri.
Shaka tau ada yang salah dengan wanita ini, semenjak ia keparkiran wanita itu justru mendekatinya. Shaka tidak ingin menebak, namun ia sepertinya tau situasi apa yang akan ia hadapi. Kemungkinan itu sesuatu yang tidak bagus. Shaka memang sesial itu. Bahkan saat lengannya ditarik paksa menghadap wanita dengan balutan baju katun dan celana jeans yang bisa dibilang sedikit longgar—bila seperti ini ia benar-benar terlihat seperti perwakilan murid dari kalangan menengah ke atas. Senyumnya kalem saat mata keduanya bertemu, dan Shaka terlalu mati rasa untuk sekedar merampas kembali lengannya dari genggaman Miranda.
"Bang Mahen belum keluar kelas, soalnya ada les tambahan," ujar Shaka datar. Dan yang Shaka tangkap dari bagaimana senyum ramah Miranda meluntur berganti dengan wajah datar miliknya, cowok itu akhirnya menangkap situasi yang tengah terjadi, bahwa memang tidak mungkin semua sedang baik-baik saja.
Tapi Shaka harus segera ke Rumah Sakit, entah adiknya ditemani atau tidak karena satupun tidak ada yang mengabarinya sama sekali. Tapi wanita itu malah terus-terusan menghadang Shaka dengan iris matanya seolah sedang mengolok-olok Shaka lewat alis yang ia naikan satu.
"Saya tau, tapi saya ke sini mau berbicara sama kamu, Rafif Arshaka? Putranya Mas Harun, suami saya?" ucapnya sembari mengembangkan senyum tipis.
Shaka mengerutkan kening tipis. Jujur saja Shaka marah, sesuatu di dalam dadanya tengah meletup-letup. Ia benar-benar kepanasan, namun Shaka sendiri tidak berhasil memilah ekspresi yang harus ia tunjukan. Ia hanya terdiam dengan genggaman tangan mengerat juga kening yang mengkerut tipis, sedangkan matanya hanya memancarkan aura kekosongan yang menyayat hati.
"Suami?" Meski cukup lama bergelut dengan hati, pertanyaan yang sedari tadi ingin ia sampaikan akhirnya keluar juga.
"Loh, Papa kamu belum kasih tau? Kita sudah nikah siri sebulan yang lalu, kamu sekarang juga anak saya," Miranda terkekeh pelan sebelum menggapai puncak kepala Shaka dan akhirnya ditepis kasar oleh sang empu.
"Maaf harus Mama yang bilang. Papa kamu pengecut soalnya."
"Cuma nikah siri?" sindir Shaka. Entah keberanian dari mana, namun kata-katanya berhasil menyulut Miranda marah.
"Tante mau ngomong apa? Langsung aja, saya buru-buru," ketus Shaka, lagi pula ia tidak punya alasan untuk melembut dengan wanita ini. Hati dan pikirannya sedang sama-sama berantakan, Shaka benar-benar bingung harus bagaimana disituasi seambigu ini.
"Gimana adik kamu?" tanyanya. Rupanya wanita inipun tidak suka berbasa-basi lebih lama lagi.
"Masih hidup?" kali ini Shaka marah. Iya, dia marah sampai seluruh wajahnya mengkerut dan hatinya memanas. Topik tentang Rayyan adalah hal tersensitif dalam hidup Shaka.
![](https://img.wattpad.com/cover/227579552-288-k562269.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaka's Ending ✔
Novela JuvenilShaka tidak pernah meletakkan kepentingannya di atas kepentingan orang lain. Shaka bahkan tidak memiliki rapalan do'a yang ingin di sampaikan pada Tuhan untuk dirinya sendiri. Mungkin itu sebabnya Arshaka kehilangan jati dirinya sebagai seorang anak...