Waterfall 27

9.8K 1K 87
                                    

You appear just like a dream to me
Just like Kaleidoscope colors that cover me, all i need
Every breath that i breathe
Don't you know you're beautiful?

-Miley Cyrus

Shaka suka sendirian namun di satu sisi ia merasa kesepian. Malam ini hatinya lebih berat, entah karena Mama atau Papa yang jelas hatinya berat dan ia merasa lelah hanya untuk sekedar bernafas. Sesekali saat mobil berlawanan arah melaju mendekat, rasanya ingin sekali melempar tubuhnya ke tengah jalan lalu terpental jauh diatas aspal. Namun lagi-lagi ia kepikiran adik bungsunya. Rayyan butuh hatinya. Lusa, Rayyan dan dirinya akan berbagi hati yang sama.

Langkah kakinya terhenti, seiring dengan air mata yang tiba-tiba terjun kepipi. Shaka menutup cepat wajahnya kemudian menghapus jejak basah dipipinya secepat kilat. Sambil mengambil nafas dalam berulang kali ia melanjutkan perjalanannya yang masih sangat jauh. Dingin yang menusuk kulitnya benar-benar membuatnya sadar bila dirinya sendiri masih seorang manusia, hanya mengingat bila beberapa waktu lalu ia berada disituasi sulit membuatnya sedikit bangga namun sakit disaat yang bersamaan.

Shaka tidak mengerti mengapa malam ini menjadi lebih menyesakkan dari pada malam-malam sebelumnnya. Kenapa akhir-akhir ini hidup terasa lebih berat dari hari sebelumnya. Apa karena ia mulai mengeluh? Apa karena ia mulai sadar akan posisinya sendiri?

Semakin dicari, semakin Shaka tidak mengerti tentang kekurangan yang ada dalam dirinya. Apa yang membuatnya tidak terlihat sama dengan Rayyan dimata Mama? Atau apa yang sebenarnya Papa lihat saat mendaratkan rotan kepunggungnya. Shaka akhirnya menyadari bahwa seharusnya ia tidak hidup seperti ini. Merasa lupa dengan apa yang sudah ia rasakan tentang elusan dikepala atau kecupan sayang di setiap keberhasilannya meraih angka seratus diujian tengah semester, atau sekedar pelukan hangat sebelum tidur. Shaka baru sadar bahwa ia sudah melupakannya.

Lupa bagaimana rasanya menjadi seorang putra.

Lupa untuk menjadi manusia.

Ia kembali terhenti sesaat setelah merasa pening menyambar kepalanya. Memang selemah ini, Shaka terlalu mudah terkena demam ataupun flu. Baru beberapa saat saja badannya sudah terasa berat dan dingin setengah mati, namun anehnya ia terlihat merasa menikmati setiap serangan gejala demam yang ia dapat.

Satu bulir air mata kembali lolos dari matanya yang kemudian ia hapus kembali secepat kilat, bahkan lebih kasar.

"Hati, jangan sesakit ini kalau udah ditubuh Rayyan."

Masih ada berkilo-kilo lagi untuk sampai ke rumah hingga mobil Fortuner hitam tiba-tiba berhenti disebelahnya lalu bunyi seseorang memanggil namanya dari dalam mobil. Shaka tidak sedang salah dengarkan? Ia yakin seratus persen itu suara Papa meski kepalanya tengah dipenuhi pikiran-pikiran yang mengusut. Telinganya masih sangat jelas untuk mendengar suara Papa yang tiba-tiba membuat hatinya sedikit lebih ringan.

Hingga pria paruh baya keluar dari mobil dan membanting pintu dengan tergesa-gesa. Tidak salah lagi.

Itu Papa.

Shaka terlalu sibuk bertanya-tanya hingga tanpa sadar tau-tau tubuhnya sudah masuk ke dalam pelukan Harun, suara detak jantung Harun benar-benar cepat, rematannya juga erat. Shaka sampai tidak menyangka dengan perubahan signifikan Harun. Kalau ini semua bohong ataupun mimpi, cepat sadarkan dia, dia tidak ingin lebih kecewa lagi.

Hingga akhirnya pergelangannya ditarik perlahan masuk ke dalam mobil.

'Plis..plis jangan cuma mimpi!'

"Kamu ngapain sih ditepi jalan basah-basah begitu?" tanya Harun. Kemudian pria itu mengambil kantong kertas dari jok belakang dan mengeluarkan celana kering dari dalam sana, mengabaikan kelereng Shaka yang bergetar mengamati gerakannya.

Shaka's Ending ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang