Jeram 16

7.4K 943 74
                                    

Tap your star! 🌟
⚠ Warning!

__________________
With you, I'm alive
Like all the missing pieces of my heart, they finally collide.

-We The Kings





Musuh Mahen sejak dulu memang selalu malam. Malam yang selalu sunyi dan gelap. Ditambah sikap Mamanya yang memuakkan. Belum lagi Papa orang lain yang rajin datang kerumahnya, memberikannya banyak barang dengan harga yang tidak murah.

Mahen ingin sosok Ayah. Tentu saja, sejak kecil ia tidak pernah sekalipun bertemu dengan Ayahnya. Entah dimana beliau berada, meski Mahen masih marah namun ia tetap merindukan sosok yang tidak pernah dilihatnya itu. Masalahnya adalah orang yang Mamanya cintai adalah Harun. Papa dari Shaka, dimana ia tau kondisinya saat ini.

Anak itu mengenaskan, Mahen sadar. Anak itu tidak pernah baik-baik saja. Rayyan adalah satu-satunya alasan untuk bertahan.

Bila sore itu ia bersikeras untuk tutup mata dan berlalu lurus melewati taman, mungkin ia tidak bisa lagi melihat Shaka belajar dan berteman di sekolah dengan anak-anak yang lain. Dari netranya yang dipadu angin oranye disenja waktu itu, itu adalah kali pertama bagi Mahen melihat manusia semati itu. Usianya terlalu muda, benar-benar muda hingga bagi Mahen sulit untuk bertahan disaat ia tengah membutuhkan cinta untuk menemaninya tumbuh.

Hanya Rayyan. Mahen tau yang ada dikepala anak itu hanyalah Rayyan. Rayyan yang membuat anak itu masih ada dibumi ini sebagai manusia.

Hingga sekarang Mahen masih tidak mengerti bagaimana kepribadian setulus itu terbentuk dilingkungannya yang penuh tipu daya.

Malam ini Mamanya kembali lagi bersama Harun. Kali ini tidak diiringi tawa. Keduanya beku dan mencekam, Mamanya melempar pintu dengan keras hingga Mahen harus mengelus dada karena terkejut. Ia langsung melompat dari tempat tidur dan keluar dari kamar.

Kebiasaan yang harus ia lalui dimalam temaram yang ia benci ini ialah menguping. Megawasi bila keduanya masih melakukan tindakan dalam batas. Tidak jarang Mahen menunggu dan tertidur ditangga hingga pagi hanya untuk mengawasi keduanya.

Kali ini bukan hanya untuk Mamanya tapi...entahlah, akhir ini Shaka selalu datang di dalam mimpi buruknya. Membayang-bayanginya dengan segala perih yang mungkin Shaka rasakan, segala patah yang Shaka alami.

"Ceraikan Nadin atau anak kamu yang jadi taruhannya!"

"Kenapa jadi bawa-bawa mereka sih, Mira??"

"Kamu gak bisa ceraiin Nadin karena Rayyan lagi sakitkan? Kalau anak itu gak sakit, kamu sama dia pasti udah selesai dari lama!"

"Aku gak bisa lepasin Nadin begitu aja, Mir."

"Shaka...anak itu benar-benar lepas kendali semenjak adiknya sakit."

Miranda kemudian bersedekap dada sambil menantang Harun, "kalau begitu hilangkan dia! Sekolah keluar negeri kek, mati kek. Pokoknya aku gak mau tau! Papa udah nanyain tanggal akad, Harun. Kamu udah janji dari kita kuliah dulu!"

Mahen menggeleng, orang ini benar-benar. Apa itu benar-benar Ibunya?

"Maksud kamu aku hilangkan Shaka? Kamu mau aku bunuh dia?! Udah gila kamu?"

"Kamu itu pengecut! Lamban!"

"OKE! OKE! Mira, aku bakal coba buat Shaka pergi tapi gak bisa dalam waktu dekat. Rayyan masih...aku gak bisa kalau--."

"Kelemahan kamu Rayyan, Run! Kasi Rayyan pengobatan keluar negeri, bawa Shaka sekalian jadi kita bisa nikah diIndonesia!"

Mahen memejam erat. Dadanya berdentum hebat, seolah-olah dalam hitungan detik ia akan segera meledak.

Shaka's Ending ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang