Arus 8

8.8K 1K 46
                                    

Tap your star! 💫


















Saat langkah kaki Shaka sudah dekat dengan meja dimana Mahen duduk dikantin yang terlihat lebih senggang ini, justru kata-kata Ayahnya tempo hari saat dimana ia nyaris kehabisan nafas dibawahnya membuatnya urung menyapa Mahen untuk meminta bantuan.

Dilihat-lihat lagi, anak itu kelihatan sedang tidak baik-baik saja.

Mahen itu memang terlihat sempurna, tapi nyatanya tidak. Ia kurang dalam bergaul, tidak ada teman yang benar-benar berada disisinya, padahal setiap kali ia melangkahkan kaki disekolah ini, setiap orang akan menyapanya. Semua tau siapa Mahendra Algilang. Cowok sempurna yang kesepian dimata Shaka.

Nasi goreng yang ada diatas piring Mahen terlihat baru lolos keperutnya dua suap, lalu ia hanya memandangnya dengan kosong. Melihatnya melamun seorang diri disana membuat Shaka meringis. Maka dari itu langkahnya semakin dipercepat agar segera sampai dan duduk disana.

Sudah Shaka duga, Mahen akan terkejut dan canggung.

Keningnya mengkerut terlihat terkejut, bahkan sendok yang terisi nasi goreng itu masih melayang diudara. Namun, Shaka itu sesantai pantai, bukannya ikut canggung, dia malah menyomot kerupuk toping nasi goreng Mahen kemulutnya, kemudian tersenyum lebar. Hal itu membuat Mahen ikut menarik senyum tipis, meski terlihat tidak nyaman.

Siapa sih yang nyaman duduk dengan anak yang keluarganya sedang diganggu ibu sendiri?

Mahen bahkan menduga, Shaka mungkin saja menumpahkan es teh manisnya ke muka secara telak agar membuatnya malu dan enyah dari muka bumi. Namun ditunggu-tunggu, anak itu hanya duduk disana dengan senyum hangatnya dan terus menyomot kerupuk warna-warni miliknya tanpa rasa bersalah.

"Kenapa makan sendiri, bang?" tanya Shaka yang akhirnya memecah sunyi yang sempat membelenggu.

Mahen mengangkat bahu, karena memang tidak tau, "pingin aja."

"Lo ngapain ke sini?"tanya Mahen akhirnya, setelah perang batin sejenak.

"Nemenin abang makan. Abis sendirian aja," jawab Shaka seadanya. Tangannya terulur menggapai botol minuman diatas meja lalu membukanya dengan mudah.

"Cuma nemenin gue doang?"

Shaka mengangguk sambil menegak minumannya kemudian tersenyum lebar. Namun nampaknya Mahen tidak begitu suka. Kentara dari air mukanya yang berkerut tidak bersahabat.

"Lain kali gak perlu. Sekarang bilang aja, mau lo apa?" ujarnya. Sendok yang sedari tadi ia pegang kemudian lepas dari tangannya. Selera makannya menguap entah ke mana.

Shaka menutup botol minumannya dengan cemberut. Lalu menyipitkan mata kearah Mahen, seolah-olah merajuk karena Mahen sudah menuduh sembarangan. "Gue mau temenan sama lo, udah itu aja."

Tapi Mahen malah menghela nafas, kali ini ia justru menjauhkan piring yang penuh dengan nasi goreng itu mundur dari hadapannya lebih jauh, "lo tau hubungan kita ini kayak gimana 'kan, Shak? Gue rasa lo udah cukup besar buat ngerti? Gue gak nyaman kalau lo dekat sama gue. Dan lo apa gak nyaman liat muka gue?" cowok itu kemudian mendekat kearah Shaka sambil melihat sekitar, kemudian berucap dengan sedikit berbisik,

"Gue ini anak Miranda, selingkuhan bokap lo!"

Tapi Shaka justru menggeleng, kendati hatinya teriris nyeri mengingat kenyataan yang begitu menjijikan terjadi di kehidupannya.

"Bukan salah lo mereka jatuh cinta, bang," jawab Shaka santai, bahkan ada kekeh ringan diujung kalimatnya.

"Bukan salah lo keluarga gue gak baik-baik aja. Lo ataupun gue gak salah. Gue kira lo udah cukup besar buat ngerti?" balas Shaka.

Shaka's Ending ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang