Arus 5

10.6K 1.2K 78
                                    

Tap your star! 💫

rAiKan tOpEni (๑و•̀ω•́)و
















Merawat diri sendiri emang gak ada yang mudah, apa lagi letak kamar Shaka ada dilantai dua. Butuh menuruni belasan tangga untuk sampai di dapur.

Belum ada mendingan sebenarnya. Semua dimatanya terlihat samar dan bergoyang, apa lagi gemuruh diperutnya, bukan lapar atau sakit gimana-gimana. Setelah sekitar 10 menit Mama meninggalkan rumah, sudah tiga kali Shaka bolak-balik kamar mandi memuntahkan makanan-makanan yang ia makan kemarin, termasuk roti selai stroberi yang bentuknya sudah tidak seperti roti lagi tentunya.

Ia bahkan sempat tertidur 15 menit dikamar mandi, takut-takut rasa mualnya memanggil kembali.

Rasanya ingin cepat-cepat sembuh dan kembali normal.

Meski dengan langkah pelan dan hati-hati, Shaka menuruni setiap anak tangga dengan sabar, sesekali mengerjap saat semuanya terlihat memusingkan.

Lalu langkah kakinya melebar, agar lebih cepat sampai ke meja makan. Disana benar-benar ada bubur yang sudah dingin. Ia bahkan tidak perlu waktu lama, meski kepayahan dalam menelannya, bubur itu lenyap juga. Kemudian tungkainya kembali berjalan dengan memegang tepi-tepian, meraih satu obat dan menegaknya.

Mencari kain lalu mengisinya dengan es batu. Shaka tidak tau ini akan berkerja atau tidak. Ia hanya ingin suhu tubuhnya turun segera. Tidak perlu lama berpikir untuk meletakkan kain berisi es batu itu kekepalanya dan berjalan kembali kekamar dengan pelan-pelan.

Shaka sudah terbiasa. Hal-hal seperti ini yang membuatnya merasa sedikit...kesepian?

Tapi Shaka bisa apa sih? Dia ini Cuma anak sulung yang dirancang sekuat baja walau diterpa angin badai topan puting beliung tidak akan tumbang. Shaka selalu mencoba melewati batasan-batasannya. Ia kini hanya mencoba kuat, mencoba lebih berani agar rotan-rotan itu tidak memakan punggungnya lagi.

Tapi kemarahan Papa tidak dapat diprediksi. Punggungnya juga sasaran kemarahannya atas saham perusahaan yang turun.

Shaka tentu bosan, kesakitan dan muak. Tapi sifatnya yang dibawa santai membuatnya jadi lupa. Lupa untuk membahagiakan diri sendiri, lupa untuk menyayangi diri sendiri, lupa bahwa dirinya adalah miliknya sendiri, dia berhak menolak rotan kering itu mencium punggungnya. Namun Arshaka tetap Arshaka yang begitu santai.

Hidup ya tinggal hidup.

Mati ya udah mati. Game over.

Ia tidak sadar, bahwa pemikiran-pemikiran seperti merasa iri dengan kasih sayang Mama dan Papa kepada Rayyan, atau sakit hatinya dimalam hati setelah dihukum adalah manusiawi. Karena Shaka selalu menampik semua perasaan manusiawi itu agar tetap hidup seperti robot yang disukai Papa dan Mama.

Robot yang bila di pukul rotan tidak menyimpan dendam setelahnya, robot yang menyayangi adik kecilnya, robot yang akan meletakkan tubuhnya didepan si bungsu agar satu debupun tidak ada yang berani menyentuh.

🐢🐢🐢

Rayyan pulang menggunakan mobil Papa yang disupiri orang kantor, setelah memastikan Rayyan tiba dirumah mobil itu akan kembali kekantor Papanya.

Sejujurnya Rayyan juga tidak mengerti kenapa semua orang mengurungnya sedemikian rupa. Apa lagi si Shaka itu, orang yang mengaku-ngaku kakaknya, padahal sudah seperti FBI.

Dia curiga, mungkin Shaka ini agen FBI yang menyamar jadi Kakaknya. Mungkin Papanya ini menyelundupkan narkoba dirumah atau apa. Tapi sepertinya tidak mungkin, dimata Rayyan, Shaka seperti robot keluaran abad 24 yang pasrah-pasrah saja seperti sudah disetting.

Shaka's Ending ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang