15 - Prinsip Arkan

17 0 0
                                    

Taya gelagapan. Ditatap dengan tatapan penuh selidik oleh Melia membuatnya panik.

"Eh anu.. enggak.. itu.. aduh.. ntar gue ceritain kalo orangnya dah nyampe! Tapi jangan ember lu!" Taya masih saja gelagapan.

"Iyadeh... kapan sih gue emberin masalah lu?" decak Melia.

Tidak lama mereka menunggu, Kadir berlari naik kelantai dua dan mengetuk pintu.

"Mbak.. ada yang nyariin dibawah.." kata Kadir bersamaan dengan pesan masuk diponsel Taya.

Mas Arkan

Saya sudah dibawah.

Langsung naik aja mas. Gakpapa.

"itu yang dibawah langsung suruh naik aja ya Dir.. udah janjian sama saya..."

"Oke mbak.." Kadir menghilang dibalik tembok. Berlari turun kebawah.

Wajah tampan Arkan muncul dari balik tembok dengan menenteng dua bungkus kresek membuat Melia tertegun.

Taya bangkit mengambil tentengan ditangan Arkan. Mengambil piring dari lemari yang berada dibawah televisi dan memindahkan makanannya.

Perempuan itu menyodorkan tiga piring berisi nasi goreng kepada Arkan yang salah satunya diberikan kepada Melia.

"Makan Mel.. tadi katanya laper?" Taya mengangsurkan gelas pada Arkan dan Melia.

Melia, perempuan itu makan dengan kening berkerut.

Setelah makan, Melia menarik tangan Taya untuk duduk didepannya dan tidak sadar ikut menarik tangan Arkan untuk duduk disamping sahabatnya.

"Coba jelasin ke gue—eh saya.. ini maksudnya gimana?" tuntut Melia.

Taya gugup. Arkan tertawa.

"Mau saya yang jelaskan atau kamu Atha?" tanya Arkan.

"ATHA?" pekik Melia membuat Taya otomatis menutup mulut sahabatnya itu dengan tangannya.

"Aku aja... lu jangan berisik! Gak gue ceritain kalo lu berisik!" ancam Taya tetap membekap mulut Melia dengan tangannya. Gadis itu mengangguk.

"huft... gue ama pak—eh mas Arkan pacaran..." ucap Taya akhirnya setelah menghela dan menarik nafas berkali-kali.

"GIMANA BISA?"

"Ya bisa lah..." jawab Taya malas.

"Udah berapa lama?" tanya Melia.

"Sebulan?"

"WAH PARAH LU.. PAJAK JADIAN PAJAK JADIAN!" gaya Melia saat ini sudah seperti preman yang sedang memalak korbannya.

Gadis itu berdiri dengan berkacak pinggang lalu menyodorkan tangannya. Benar-benar mirip preman.

"Nasi goreng tidak cukup Melia?" Arkan angkat suara akhirnya.

"Sekelas dekan gini ngasihnya cuman nasi goreng? Saya harusnya ditraktir direstoran pak!"

"mau ditraktir direstoran?" tanya Arkan pada Melia yang langsung diangguki oleh gadis itu.

"Tapi besok kalo mobil saya mogok gara-gara kehabisan bahan bakar, kamu yang dorong ya?" canda Arkan.

Melia terduduk dengan wajah cemberut.

"Iyadeh iya.. nggak pak!"

"ohiya mas... nanti nginap dimana? Tante Fitri masih diluar kota kan?" tanya Taya pada Arkan setelah melihat jam yang menunjukkan pukul delapan malam.

"Iya... mbak Aryani juga lagi gak dirumahnya... Fandi dan Fani juga ikut mama.."

"Saya nginep sini boleh?" tanya Arkan.

"ma—maksudnya gimana pak?" tanya Taya kembali.

"Ya... saya tidur disini.."

"Itu yang jaga dibawah tidur disini juga atau bagaimana? Kalau tidur disini biar saya tidur sama dia saja.." jelas Arkan.

"i—iya.. tidur disini..."

"anu pak... sekarang boleh saya menyela pertengkaran rumah tangga kalian?" Melia menyeletuk karena merasa diabaikan.

"apaan sih? Alay lu ah.." Taya mencubit pipi Melia.

"Bapak bisa tidur disini, diruang tengah... saya sama Taya tidur dikamar.. lagian kalau mau tidur sama Kadir gakmuat pak... kasurnya kecil soalnya.." ucap Melia.

"Oke.. gakpapa..."

TAYA POV.

Aku dan Melia sudah berada dikamarku sekarang. Ya, Melia numpang disini malam ini karena kamarnya yang berantakan. Kasurnya tidak dilapisi seprei. Memang dasarnya si Melia yang malas sih sebenarnya!

"gue masih kaget.." ucap Melia disampingku.

"Lu pikir gue enggak?"

"ceritain detailnya.."

Mengalirlah ceritaku tentang awal hubungan kami ini. Dari alibi martabaknya pak Arkan hingga ia menyatakan ajakannya untuk menikah padaku.

"Gue pikir terlalu dini buat nikah.. maksud gue..lu tau kan? Gue mau nikah muda.. tapi bukan cepet-cepet gini.. masih banyak yang gak gue tau tentang mas Arkan dan dia juga belom banyak tau tentang gue.. jadi gue pikir untuk kenal lebih dekat dulu..." jelasku.

"Bener sih... gue dukung hubunganlu ama dia.. kalo dia nyakitin elu.. gue maju duluan.." Melia mengacungkan tinjunya didepanku membuatku terkekeh.

"Yang akan lu hadapi adalah dosenlu loh..."

"bodo amat.." jawabnya acuh.

"itu laki lu udah dikasih selimut?" Melia mengingatkanku.

Astaga aku lupa!

Aku bangkit dari samping Melia, meraih jilbab instanku lalu memakainya cepat.

Kutarik bantal yang digunakan oleh Melia dan berjalan kearah lemariku. Membuka laci terbawah tempatku menyimpan bedcover, seprei dan sejenisnya.

"Sekate-kate lu ama gue! Kasih aba-aba kek!" teriak Melia karena bantalnya kutarik.

"Maaf.. hehe" kubawa selimut dan bantal itu keruang tengah.

Ada mas Arkan disana. Sedang duduk sambil menonton tv.

"Nih mas.. pake buat tidur.." kuserahkan bantal dan selimut ditanganku kepadanya.

Mas Arkan mengambil bantal dan selimut itu lalu menarik tanganku untuk duduk disampingnya.

"Temenin saya dulu..." katanya.

Aku duduk bersila disampingnya. Ikut menonton tontonannya yang menurutku tidak asik.

Bagaimana bisa pria ini menikmati tontonan ILC yang isinya perdebatan satu sama lain?

"Saya.. jarang pacaran.. pacaran yang serius maksud saya.. hanya.. dua... atau tiga kali mungkin?" katanya kepadaku namun matanya masih tetap fokus kepada tv.

"Saya gak tertarik untuk pacaran sebenarnya... bukan karena saya punya kelainan.. saya hanya malas Tha.. membuang waktu saya yang lebih baik saya gunakan untuk belajar atau bekerja.. lebih punya manfaat dibanding spending time untuk hal yang tidak penting.." katanya lagi.

"sejarah pacaran saya pun.. karena mereka yang mengajak saya pacaran saya lebih dulu. Ya saya iyakan saja.. ada juga sih saya yang ngajakin.. satu atau dua orang mungkin?" ia terkekeh. Apa yang lucu?

"tapi.. kali ini.. entahlah.. entah saya yang dibutakan oleh cinta.. atau pesona kamu terlalu kuat.. saya mematahkan prinsip saya sendiri.." mas Arkan menatapku lekat.

Aku tersenyum.

"Berarti saya hebat dong?" kupuji diriku sendiri.

"Hmm.. sepertinya begitu..." jawabnya.

Jalan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang