Selepas mata kuliah terakhir yang berakhir pukul tiga sore, aku berjalan sendirian kembali ke kost.
Ya sendirian karena Melia lagi-lagi diculik oleh anggota UKM* Seni tari untuk latihan.
Aku berjalan gontai, menendang kerikil yang berada didepan kakiku.
Aku benar-benar bosan. Tidak ada Melia yang menjadi teman ngobrolku. Biasanya saat pulang seperti ini kami akan bercerita ngalor ngidul tentang banyak hal.
Bukan aku tergantung pada Melia, bukan. Aku hanya membenci kesepian.
Kesepian yang kumaksud disini adalah sepi secara harfiah.
Aku yang senang berbicara tidak punya lawan untuk diajak bercerita.
Masa iya aku harus berbicara sendiri? Nanti orang-orang nyangka aku gila lagi!
Saat hampir sampai digerbang kampus, ponselku berbunyi.
Kurogoh tas yang kupeluk didepan dada dan mengambil ponsel itu dari kantong tas paling depan.
Sebuah id-caller yang tidak tercatat melakukan panggilan kepada ponselku.
"Halo... assalamualaikum selamat sore?"
"waalaikumsalam, selamat sore... benar dengan Athaya sierra ranjana? Ketua tingkat Pendidikan bahasa Indonesia V.A?" tanya sebuah suara dari ujung telepon.
"Betul.. maaf dengan siapa?"
"Saya Arkandi, kamu masih dikampus?" alamak... ternyata pak Kaku—julukan yang kuberikan kepada pak Arkan—tidak bisa berbasa-basi sekali dosenku satu ini..
"Ma—maaf pak.. saya tidak tau... iya pak saya masih ada dikampus.. ada yang bisa saya bantu?"
"Keruangan saya sekarang" katanya cepat lalu memutuskan sambungan telepon.
Sudah kubilang kan? Pak Arkan ini sangat kaku dan tidak bisa basa-basi.
Jadi, setelah memasukkan ponsel kedalam tas, aku membalik badan dan kembali masuk ke area kampus.
Berjalan ke area perkantoran kampus, tepatnya ruangan dosen yang berada di sisi kiri.
Saat sampai didepan ruangan dosen dengan label 'Pendidikan Bahasa Indonesia' kuketuk pelan pintu yang terbuat dari kaca itu.
Setelah mendengar kata 'Silahkan' dari dalam, kubuka pintunya sedikit lebar agar aku bisa masuk dan menemukan pak Ridwan—dosen psikologi pendidikan—duduk disofa yang memang disediakan disana.
"eh Athaya, ada keperluan apa?" tanyanya.
"Saya dipanggil pak Arkan pak..." jawabku.
"Oh.. pak Arkan.. ada diruangannya.. yang itu..." pak Ridwan menunjuk sebuah ruangan dengan pintu kaca disudut.
"Bukannya itu ruang bu Linda pak?" tanyaku heran.
Sebab, setauku ruangan itu adalah ruangan milik bu Linda, dosen kepawaraan.
"Bu Linda pindah kesebelah... gih sana... ditungguin kamu pasti" pak Ridwan mengingatkan.
Kujawab pak Ridwan dengan senyuman dan terimakasih. Melaluinya dan berjalan kearah ruangan yang ditunjuknya tadi.
Kuketuk pelan pintunya dan langsung mendengar perintah untuk masuk.
Jadi kubuka pintu tersebut dan mendapati dosen yang kata teman-temanku 'Dosen ganteng idaman' sedang sibuk membaca beberapa lembar kertas.
"Bapak cari saya?" akhirnya kuberanikan diri untuk membuka suara setelah didiamkan selama beberapa menit olehnya yang masih asik membaca kertas ditangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdir
ChickLitkita tidak tahu jalan yang digariskan Tuhan seperti apa. mau manusia mencoba untuk merusaknya dengan cara apapun, garis Tuhan sudah lurus dan tak bisa dibengkokkan. Seperti kisah Athaya dan Arkandi. dua insan yang merasa bahwa Garis Tuhan benar-bena...