Dokter mengatakan bahwa tanganku terkilir dan harus diberi perawatan yang cukup khusus.
Pergelangan tanganku diberi perban yang aku tidak tau namanya, katanya agar pergelangan tanganku tidak terlalu banyak bergerak.
Awalnya, dokter menyarankan untuk aku tidak menggunakan tanganku secara berlebihan untuk dua sampai tiga hari kedepan. Tapi jika aku melakukan hal itu, aku harus merelakan perkuliahanku dan aku harus tertinggal.
Apalagi untuk hari ini dan besok, mata kuliah hari ini adalah mata kuliah wajib dan aku harus hadir jika tidak ingin nilaiku anjlok.
Dan disinilah aku sekarang, didalam kelas bersama teman-temanku yang lain sedang menunggu dosen.
Sedari pagi, perasaanku sebenarnya tidak enak. Entah apa yang membuat perasaanku seperti ini.
Aku seperti melupakan sesuatu. Tapi aku lupa, apa itu.
Suara ketukan pintu dan ucapan salam membuyarkan pikiranku.
Disana, pria berwajah dingin namun sialnya tampan masuk kedalam kelas dengan menggendong tas kesayangannya, ransel hitam.
'ALAMAK.. GUE LUPA BAGIIN DIKTAT..' keringat dingin sudah membasahi dahiku.
Pak Arkan meletakkan tas didekat kursi, mengeluarkan laptop dan membuka kelas.
"Selamat pagi anak-anak, buka diktat kalian halaman lima puluh enam.. pembahasan kita kali ini adalah tentang psikologis siswa dan guru" katanya sambil terus fokus kepada laptopnya.
"Pak.. diktat apaan?" Hendrik berteriak dari belakang.
Habis sudah riwayatku..
"Ketua tingkat kalian memangnya belum membagikan diktat?" pak Arkan mengangkat pandangannya dan menatapku lurus dengan tatapan tidak terbaca.
"Belum pak.."
Seringai muncul dari wajah tampannya.
Perasaan tadi aku kepanasan, buktinya keringatku yang bercucuran.
Tapi kenapa kali ini dingin sekali rasanya?
"Kamu! Dan kamu! Ambil diktat diruangan operator jurusan sekarang! Atas nama saya dikelas ini" pak Arkan menunjuk Hendrik dan Kiki.
Yang ditunjuk hanya mengangguk lalu berjalan keluar kelas.
"emang pak Arkan udah nyuruh elu buat ngambil diktat?" Melia berbisik ditelingaku.
"Udah... tapi gue titip disana.. lupa ambil.. lu tau kondisi tangan gue kan..." jawabku pelan.
Tidak lama, Kiki dan Hendrik masuk kekelas. Mereka lalu diperintahkan untuk membagikan diktat untuk setiap orang.
Saat Hendrik akan meletakkan diktat diatas mejaku. Pak Arkan maju dan menahannya.
"Khusus untuk kamu, ambil diruangan saya selepas kuliah nanti" katanya dengan nada datar. Mengambil diktat milikku lalu diletakkan diatas mejanya.
Setelah diktat dibagikan, pak Arkan mulai menjelaskan materi hari ini.
***
Melia menemaniku untuk berkunjung keruangan 'dosen tercinta' kami.
Tapi kampretnya, Melia mengantarku hingga pintu depan ruang dosen lalu ditarik oleh Juni—anak UKM Seni Tari—yang mau tidak mau Melia harus ikut.
Dengan napas berat kuberanikan masuk kedalam.
Membuka pintu dengan tangan kiri dan melihat masuk.
Tidak ada orang disofa dan sepertinya ruangan kosong.
![](https://img.wattpad.com/cover/235975376-288-k754215.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdir
ChickLitkita tidak tahu jalan yang digariskan Tuhan seperti apa. mau manusia mencoba untuk merusaknya dengan cara apapun, garis Tuhan sudah lurus dan tak bisa dibengkokkan. Seperti kisah Athaya dan Arkandi. dua insan yang merasa bahwa Garis Tuhan benar-bena...