Hari ini aku dan Melia ada kelas pagi. Gak pagi-pagi banget sih. Pukul sembilan.
Awalnya aku dan Melia ogah untuk datang pagi kekampus. Ya karena jarak antara kampus dan kos yang dekat, membuat kami dapat datang mepet-mepet waktu kelas.
Namun, karena mendengar perutku yang keroncongan membuat kami memutuskan untuk sarapan dikampus.
Stok makanan dikamarku sudah habis, dikamar Melia juga sudah habis. Di kulkas ruang keluarga tempat favoritku dan Melia untuk bersantai juga sudah habis.
Jadi kami berangkat untuk sarapan dikampus lalu setelah itu akan ke pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa bahan makanan yang akan menunjang kehidupan kami beberapa hari kedepan.
Aku dan Melia berjalan beriringan. Sebenarnya aku lumayan sering insecure dan tidak pede saat berjalan disampingnya.
Melia yang putih, cantik dan tinggi semampai membuat semua mata yang kami lewati tertuju kepadanya.
Berbanding terbalik dengan aku. Aku sebenarnya tidak pendek-pendek amat. Tinggiku hanya berbeda lima senti dari Melia. Walaupun kulitku tidak seputihnya, kulitku terbilang bersih tanpa jerawat.
Yang menjadi perbedaan paling mencolok antara kami adalah aku yang memiliki proporsi tubuh lebih berisi dibanding Melia yang badannya bak model yang sering berjalan diperagaan busana.
Apalagi Melia yang memiliki rambut hitam legam sedangkan aku yang berhijab. Tidak, aku tidak menyesali keputusanku menggunakan hijab selepas SMA. Aku nyaman dengan hijabku.
Saat kami berjalan bersama, pandangan kagum akan diberikan kepada Melia dan kerlingan mata malas akan ditujukan kepadaku.
Aku terkadang sakit hati atas tindakan orang-orang yang sering memberikan cemoohan kepadaku. Mereka berkata aku dan Melia seperti majikan dan pembantu. Apalagi diawal-awal aku menjadi Maba* dan mendapatkan peringkat satu sebagai Maba terbaik pada kegiatan ospek.
Melia yang mendengar cemoohan itu kadang akan marah dan mau membalas. Tapi kutahan ia dengan mengatakan tidak apa-apa.
Namun sekarang aku sudah tidak masalah dengan hal itu. Cemoohan itu kadang kujadikan candaan.
Mau jadi apa aku jika terus menerus merasa sakit hati ketika terjadi seperti itu? Bukannya aku harus belajar kuat untuk menghadapi keadaan kedepan yang semakin tidak diketahui?
Ya.. walaupun aku terkadang masih sedikit kurang pede saat jalan bersama Melia. Tapi gadis itu mengembalikan kepercayaan diriku yang sedikit berkurang dan mengatakan semua baik-baik saja.
Dan disinilah aku juga Melia menunggu kelas yang masih sejam lagi. Kantin mari makan.
Kantin yang terletak diujung deretan kantin-kantin yang berjejer diarea khusus kantin ini.
Kampus kami memang sangat mempertimbangan letak strategis seluruh area kampus.
Ada beberapa area yang memang dikhususkan untuk hal-hal tertentu, seperti area kantin ini.
Sepanjang mata memandang hanya kantin berderet dari ujung keujung.
Bentuknya pun persegi dengan area makan yang berada ditengah. Area untuk memesan makanan berada menempel ketembok belakang.
Aku mengangkat tangan dan memanggil Putri. Anak dari pemilik kantin mari makan. Teman kami juga, hanya dia berada dikelas yang berbeda denganku dan Melia.
"Wih tumben pagi-pagi dah nongkrong... kelas kalian jam sembilan kan?" tanya Putri saat mendekati kami.
"Iya... lagi laper jadi nongkrong dulu... makanan dikos udah abis.." jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Takdir
ChickLitkita tidak tahu jalan yang digariskan Tuhan seperti apa. mau manusia mencoba untuk merusaknya dengan cara apapun, garis Tuhan sudah lurus dan tak bisa dibengkokkan. Seperti kisah Athaya dan Arkandi. dua insan yang merasa bahwa Garis Tuhan benar-bena...