Bagian 2

61 9 2
                                    

"Ditatap malu, tak ditatap sendu.
Itu kamu... Iya, aku rindu. "

Dengan  pelan aku mempercepat langkahku, walaupun kaki kiriku rasanya sakit sekali. Ah masa bodoh dengan kakiku yang terpenting aku segera menjauh dari makhluk yang menyebut namaku tadi.

Aneh, iya aneh. Aku tak kenal orang itu, melihatnya saja baru pertama kali. Lalu, bagaimana ia tahu namaku?. Yah walaupun hatiku mengakui kalau makhluk tadi cukup tampan. Kugelengkan kepalaku, ah kenapa malah mikirin ketampanannya coba?

Setelah sampai di lapangan, teman-temanku segera menyambutku.Sekaligus heran melihat caraku berjalan.Kulirik ke arah Anggun, ini nih teman lucknut yang ninggalin aku tadi. Dasar...

"Kaki lo kenapa? "Itu Deandra. Dia manusia yang paling anti menggunakan aku kamu. Ia tampak mencari-cari luka di kakiku dengan tatapannya.

"Gak papa kok, tadi jatuh pas lari. Terus mau manggil Anggun eh dia udah jauh. "Jawabku dengan tenang. Berusaha menahan sakit dan juga rasa penasaran yang masih memenuhi otakku.

"Yah sorry, aku kira kamu ngikut di belakang. Akumah lari aja, takut diomelin panitia. "Bela Anggun. Aduh temanku yang satu ini, bukannya berbela sungkawa eh malah membela diri.

"Santuy aja.Aku gak papa kok. "

"Istirahat aja Tamara, nanti tambah sakit loh kalau dipaksa tuh kaki. "Nah ini nih teman paling pengertian, siapa lagi kalau bukan Saras. Temanku yang paling waras.

"He eh, istirahat aja. Noh ke UKS. "Timpal Nabila.

"Gak deh. Paling bentar lagi mendingan. "Padahal rasanya beh sakit banget. Tapi gak apa-apa, asal bukan sakit di hati. Eeaakk.

"Terserah deh, kalau udah gak bisa nahan sakitnya bilang yah. "Nah itu Anggun yang bacot.

Panitia MPLS kembali memberikan arahan, arahan ini dan arahan itu. Rasanya seperti mendengarkan dongeng panjang pengantar tidur. Alhasil, aku sudah menguap beberapa kali. Berharap acara membosankan ini cepat berakhir. Siapa yang tahan coba? Pasti para readers tahu kan rasanya?

Tiba-tiba mataku menangkap sosok yang menyebut namaku tadi. Tapi tunggu, kenapa ia berada di barisan anggota MPLS? Tak ada alasan lain, berarti dia anggota siswa baru MPLS.
Jadi, dia manusia bukan hantu?. Ah aku segera bernafas lega.

Mataku terus menatap kearah cowok itu. Mengawasi gerak-geriknya yang sedang serius mendengarkan arahan panitia MPLS. Okeh, dia manusia yang taat aturan.

Anggun yang berdiri di sebelah kananku menoleh, dan mengikuti arah pandangku.
"Liatin apaan ??"

Aku terlonjak dengan pertanyaan Anggun. Etdah bocah ngagetin aja.
"Liatin cowok disana. "Kataku sambil menunjuk dengan dagu.

"Oh ituu... "Kata Anggun mangut-mangut. "Eh ngapain liatin dia? "Lanjutnya lagi.

"Dia punya utang sama aku. "Jawabku dengan nada santai. Sebenarnya aku menyesal menjawab pertanyaan Anggun. Kan temanku jadi kepo.

"Seriuss?? Orang dia tajir gitu. Masa iya sih punya utang. "Timpal Anggun seolah berbicara dengan dirinya sendiri.

"Kamu kenal sama cowok itu? "Tanyaku akhirnya.

Realmente Amo?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang