Bagian 17

24 3 0
                                    

"Terkadang, kita sedekat bumi dan bulan. Namun, terkadang kita juga sejauh bumi dan matahari. Lalu, kita ini apa? "

Sudah dua hari ini aku bolak-balik ke rumah sakit. Menunggui Devin. Sebenarnya ia melarangku dengan alasan aku akan kelelahan jika harus menungguinya. Namun, dasarnya memang aku yang keras kepala.Aku tak merasa kelelahan, justru sebaliknya. Merasa bersemangat karena bisa ketemu Devin.

Sesampainya di ruangan Devin, ternyata Devin sedang tidur.Enggan mengganggunya, aku memutuskan untuk duduk di sofa sembari membereskan beberapa bungkusan cemilan disana.

Jam sudah menunjukkan pukul 15:45 dan Devin belum juga bangun dari tidurnya. Untunglah aku sudah meminta izin pada ibu untuk pulang agak kesorean.

Tok... Tok... Tok...

Aku menoleh ke arah pintu. Siapa gerangan yang datang? Tidak mungkin orang tua Devin,pasalnya mereka saat ini sedang berada di luar negeri. Tidak mungkin suster atau dokter, mereka baru saja datang tadi. Lalu siapa?

Dan muncullah sosok Vano disana. Entah mengapa aku bernafas lega.Takut  jika yang datang ternyata berniat  jahat. Tapi syukurlah yang datang itu Vano.

"Muka lo pucat gitu. Kenapa lo? "Tanya Vano sembari duduk di sofa. Ia sempat melihat ke arah Devin dan mendapati Devin tertidur.

"Kamu sih bikin aku takut. Kirain siapa datang-datang ngetok pintu. "Ucapku sembari menatap Vano sangsi.

"Santai aja Tam. Ruangan ini aman kok. "Katanya dengan santai.

"Tumben kamu gak bareng sama Reza? "Tanyaku saat menyadari jika Vano datang sendiri. Dimana teman dajjalnya yang satu itu?

"Reza lagi ada acara keluarga makanya gak bisa gue ajak. "Jelas Vano padaku.

Aku hanya mengangguk mangut-mangut. Rasanya canggung juga berdua dengan Vano. Padahal biasanya selalu ada Devin disini. Ngomong-ngomong soal Devin,dia lama banget tidurnya. Akukan mau ngobrol sama dia. Secarakan aku mau tau kondisi dia secara langsung bagaimana.

Suasana kembali hening. Aku dan Vano sama-sama terdiam. Sebenarnya aku tak suka dengan suasana seperti ini. Tapi, berharap Vano akan  mengobrol denganku rasanya mustahil. Soalnya dia sama Devin 11 12-lah.

"Tam, gue mau nanya, boleh?"Akhirnya suasana hening ini berakhir dengan Vano yang membuka suara.

Aku yang tadinya sibuk dengan pikiranku akhirnya menoleh ke arah Vano. Tumben banget si Vano mau nanya-nanya. Emang mau nanya apaan bang?. Aku hanya mengangguk membalas ucapan Vano.

"Lo sama Devin udah pacaran? "

Boro-boro pacaran, nembak aja belum pernah. Tapi, it's oke. Mungkin si Devin lagi nunggu waktu aja. Kalau urusan tunggu-menunggu aku juaranya kok. Jadi tenang aja.

"Nggak. Emang kenapa? "Tanyaku balik. Heran juga sama si  Vano nanyain hubungan aku sama Devin.

"Gak kenapa-kenapa  sih, cuma nanya aja. "

"Ohh.. "

"Lo sukakan sama Devin? "

"Emang Devin gak suka sama aku? "

Realmente Amo?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang