Bagian 5

47 9 0
                                    

"Kamu adalah ingin yang tak mungkin, sedang aku adalah  tak mungkin yang menginginkanmu. "

Aku terbangun setelah malam tiba, jam sudah menunjukkan 19:35.Aku turun dari ranjang dan segera menuju meja makan. Ibuku pasti belum pulang dari butik dan ayahku masih di luar kota. Alhasil aku makan sendirian. Bukan sendirian sebenarnya karena aku ditemani Bi Ijah.

Baru  saja akan menyuap nasi, telingaku manangkap suara tukang bakso. Hmmm enak nih makan bakso malam-malam, apalagi pake sambal. Akhirnya aku meminta izin pada Bi Ijah untuk membeli bakso.

"Bi, Tamara makan bakso aja yah. "

"Loh Non, makanannya gak enak ya non? "Tanya Bi Ijah keheranan.

"Ahh bukan itu Bi, Tamara kepengen makan bakso. Hehehe. "Kataku sambil tersenyum berusaha untuk tidak menyinggung perasaan Bi Ijah.

"Oh gitu Non, yaudah Bibi beresin meja makan aja. "Kata Bi Ijah yang sudah selesai dengan makanannya.

Dengan semangat '45 aku berlari menuju gerbang, keburu di tinggal tukang baksonya. Kubuka pintu pagar dan melihat tukang bakso yang lagi parkir di depan rumah.

Nama tukang baksonya Akang Asep berumur sekitar 42 tahun,biasanya parkir di depan rumah. Aku termasuk langganannya,yang sebelumnya aku sering makan bakso bareng Kak Fian. Dan setelah beberapa minggu, akhirnya aku bisa makan bakso Akang Asep lagi. Karena beberapa minggu ini aku sering tidur cepat.

"Akang Asep, baksonya satu pakai sambal yang banyak yah. "Kataku pada Akang Asep sembari duduk di kursi yang sudah disediakan Akang Asep untuk pembeli.

"Siap Neng, tunggu bentar yah "Balas Akang Asep lalu meluncur membuatkan bakso pesananku. Ia tampak gesit walaupun sudah berumur.

Setiap membeli bakso Akang Asep, aku selalu merindukan makan bakso berdua dengan Kak Fian. Pasti selalu ada candaan yang dilontarkan Kak Fian. Ahhh rasanya rinduuu sekaliii.

"Ini pesanannya Non. "Kata Akang Asep sembari menyerahkan semangkuk bakso. Oke it's time to eat.

"Makasih Kang. "Tak lupa kuucapkan terima kasih, ya kali main sambar aja. Gak sopan woi. Siapapun itu, dan dimanapun kita, ingat yah readers untuk selalu menghormati orang yang lebih tua.

Oke, sepertinya aku kebanyakan ngebacot. Bakso semangkuk ini merasa dianggurin. Tenang bakso, sekali sikat langsung habis kok. Mmm soal rasa bakso Akang Asep, jangan ditanya. Ini bukan endors yah, tapi aku akuin enak banget.

Lalu aku memakan bakso pesananku itu sembari memperhatikan Akang Asep meladeni pelanggan. Entah cuma perasaanku yah, aku merasa ada yang memperhatikanku. Kulirik kanan dan kiriku. Semuanya tampak biasa saja, dan tak ada yang mencurigakan.

"Baksonya udab habis neng? "Tanya Akang Asep sambil menunjuk mangkuk yang ada di pangkuanku. Karena terlalu melirik sana sini ,aku sampai tidak menyadari kalau baksoku sudah habis.

"Oh udah kak. Berapa Kang? "

"7000 Neng. "

Lalu aku memberikan Akang Asep uang 10000-an. Dan tidak meminta kembaliannya. Bukannya mau sok yah readers,aku cuma ingin buru-buru masuk ke rumah. Alasannya? Aku merinding. Iyasih, aku sensitif banget sama lingkungan. Ini nih resikonya...

.....

Devin pov

Setelah Tamara masuk ke dalam rumahnya, aku segera keluar dari persembunyianku.Sembunyi di semak-semak depan rumah Tamara adalah pengalaman paling wow. Udah  ditusuk ranting, pengap, dan gitulah pokoknya.

Awalnya, aku kebetulan lewat di depan rumah Tamara. Dan aku memutuskan untuk berhenti dan mengetik pesan untuknya. Tapi, dia sedang offline dan rumahnya juga lumayan sepi.

Tiba-tiba datang penjual bakso. Wah kebetulan aku sedang lapar. Akhirnya  memesan bakso dan memakannya. Isi tenaga dulu, baru deketin gebetan. Nah, pas lagi makan nih eh aku liat Tamara keluar dari pintu gerbang rumahnya. Seperti yang kalian tebak, aku auto ngumpet. Nyuruh tukang baksonya buat diam aja.

Tempat satu-satunya persembunyian cuma di semak-semak itu. Mau gak mau aku terpaksa ngumpet. Kalau ketahuan sama Tamara kan gak lucu. Mukaku mau ditaruh dimana?. Tengah jalan?

Pas Tamara lagi makan baksonya, aku memang memerhatikan gerak-geriknya. Lebih tepatnya mengawasi sih. Dan kayaknya Tamara merasa di perhatikan gitu, soalnya dia lirik-lirik sekitar. Waahh peka banget nih Tamara, sampai merasa gitu.

Dan saat memperhatikan Tamara aku baru menyadari bahwa dia emang udah cantik. Mau pakai daster, atau apa kek tetap cantik deh.Apalagi rambutnya masih berantakan gitu. Habis bangun tidur mungkin.

"Mang ini bayarannya. "Kataku sambil menyodorkan uang 50.000 untuk membayar bakso.

"Oiya den, saya ambilkan dulu kembaliannya yah... "

"Eh gak usah mang. Besok aku pesan lagi kok. "

"Ooo, oke den. "

Selepas itu aku melajukan motorku menuju tempat yang selalu membuatku lebih dekat dengan Tamara.

......

Tamara pov

Sesampainya di kamarku aku segera mengambil handphone ku. Berniat memberitahu teman-temanku soal aku yang selalu merasa diawasi. Namun, niatku kuurungkan saat melihat notif chat dari Devin.

Devin:
Lgi ngapain?

Aku di depan rumahmu nih.

Heyy.

Apa katanya tadi? Devin ada di depan rumahku? Emang ngapain? Ngantar paket?.Pasti Saras nih yang bocorin alamatku ke Devin. Dasar Saras...

Balas gak yah chatnya? Bagaimana readers balas atau gak? Emang yah cewek itu repot, padahal cuma masalah balas malah dipertimbangin. Kayak mau beli tanah aja mesti dipertimbangin.

:ngapain k rumahku?

Kuputuskan untuk membalas saja chat dari Devin ini. Penasaran juga sih mengapa dia ke rumahku. Dasar Aneh.

Devin:
Pengen aja.

Dih, gak jelas nih makhluk. Dan aku hanya meread notif chat dari Devin. Auh ah gelap.

.....

Hi readers!! Makasih udah baca cerita aku yang garing-garing crunchy ini. Hehehe... Jangan jadi silent readers yah. 😪Jangan lupa tinggalin komen dan vote cerita aku. Maaf juga nih kalau part yang ini pendek. Soalnya banyak tugas sekolah yang harus aku selesaikan secepatnya. Jadinya pendek gini kalau pengen publish tiap hari.

Realmente Amo?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang