Bagian 16

20 6 0
                                    

"Tanpa batas,tanpa balas.Yang sukar tertampik dan sukar tergapai.Itu kita."

Aku berdiri tepat di depan pintu dimana Devin dirawat. Nafasku memburu. Rasa khawatir dan rasa terkejutku masih belum sirna. Dan sekarang tanganku bergetar hebat. Bagaimana kondisi Devin di dalam sana, aku belum siap untuk melihatnya.

Kuangkat tanganku untuk meraih gagang pintu. Aku menghela nafas. Semoga saja Devin baik-baik saja. Kemudian kuputar kenop pintu agar terbuka. Dan saat pintu telah terbuka, dapat kulihat Devin sedang berbaring di atas brankar rumah sakit.

Aku perlahan mendekat. Tatapanku terus terkunci pada keadaan Devin. Pergelangan kaki kanan yang diperban dan terdapat beberapa goresan sekitar wajah dan tangan.Pasti sekarang Devin tengah kesakitan.Tapi,untunglah Devin sudah siuman saat ini. Dan sialnya, mataku mulai berkaca-kaca.

"Sama siapa kesini? "Tanya Devin saat aku telah sampai di sisi brankar.

"Kenapa bisa kecelakaan? "Tanyaku balik. Sekarang aku berusaha untuk tidak meneteskan air mata,walaupun aku yakin mataku sudah jelas berkaca-kaca.

"Kecelakaan kan wajar, akukan naik kendaraan. "Jawab Devin tenang. Mendengar jawabannya aku menjadi kesal.

"Ya terus kenapa bisa sampai kecelakaan?!" Tanyaku lagi dengan suara agak keras. Sengaja kulakukan agar Devin benar-benar menjawab pertanyaanku. Gak apa-apa kan readers kalau bentak-bentak orang sakit?

"Kamu tenang dulu, nanti aku ceritain yah." Ucap Devin dengan lembut. Dan tanpa sadar tangannya meraih lenganku agar mendekat lagi kearahnya.

Kenapa sih gak ceritain aja sekarang? Kan aku penasaran. Tapi, gak apa-apa kasian Devin, belum baikan sepenuhnya. Aku kemudian mengangguk pelan. Dan kini air mataku menetes. Aku sudah tidak dapat menahannya. Melihat keadaan Devin seperti ini membuatku sedih.

"Jadi kamu sama siapa kesini? "Tanya Devin lembut sambil mengusap air mataku dengan ibu jarinya.

"Sendiri. "Jawabku.

Sekarang air mataku yang lain ikut menetes. Kenapa aku bisa secengeng ini?. Nanti apa yang akan Devin pikirkan tentangku. Nanti ia akan mengira kalau aku cewek cengeng. Tapi, sekarang aku benar-benar sedih.

"Hey kenapa nangis?"Devin kini meraih kedua lenganku agar menghadap kearahnya.

Mendapatkan perlakuan seperti itu membuatku semakin menangis. Ya Tuhan bagaimana ini?. Aku benar-benar sedih. Hingga bahuku ikut terguncang karena menangis. Aku tahu pasti Devin tengah kebingungan saat ini karena melihatku menangis.

"Jangan nangis hey. Aku baik-baik saja." Ucap Devin. Sepertinya ia tahu apa yang menjadi alasanku menangis.

Kepalaku mendongak ke arahnya. Dan Devin menarikku untuk duduk disisinya. Aku menurut. Sekarang tangisku sudah mulai mereda karena ucapan Devin barusan.

"Beneran kamu gak apa-apa? "Tanyaku memastikan.

"Iya Tamara, aku gak apa-apa. Kamu gak usah khawatir yah. "Katanya sambil menatapku.

Mungkin jika dalam suasana normal, saat Devin menatapku aku akan bersemu merah. Namun saat ini aku malah merasakan kelegaan. Syukurlah jika Devin baik-baik saja.

Realmente Amo?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang