Bagian 6

34 8 0
                                    

"Perasaanku itu hakku, menyukaimu itu juga hakku. Tapi, perihal menolak itu hakmu. "

......

Pagi ini aku siap berangkat sekolah, tanpa rasa malas. Tanpa drama bangun kesiangan. Alasannya cuma satu, hari ini bukan hari Senin. Aku baik-baik saja selama itu bukan hari Senin.

Setelah memakai seragam, aku menyambar tasku dan segera turun menuju meja makan. Pasti ibuku sedang membuat sarapan bersama Bi Ijah di dapur. Benar saja, sesampainya di meja makan aku mencium aroma masakan ibu.

Kemudian aku duduk dengan tenang sambil menunggu sarapan datang. Mengapa aku tak membantu ibu dan Bi Ijah di dapur? Alasan pertama, aku tak mau seragamku kotor dan berbau. Yang kedua, kalau ibuku yang masak ditemani Bi Ijah semuanya serba enak pastinya.

"Eh anak ibu sudah siap yah. "Seketika ibuku muncul sambil membawa nasi goreng di tangannya.

"Sudah sejak tadi ibu negara. "Kataku sembari mengikuti arah nasi goreng diletakkan. Dari tampilannya saja kelihatan enak. Memang ibuku jago masak. Salah satu alasan mengapa ayahku sangat mencintai ibuku.

"Yaudah kamu sarapan dulu. "Perintah ibuku yang kemudian mengambilkan nasi goreng ke piringku.

"Makasih ibu negara. "

"Sama-sama Abdi negara. "

Jika aku memanggil ibuku ibu negara, maka terkadang ia akan membalasnya Abdi negara. Alasannya? Jangan tanya alasannya, aku tak pernah menanyakannya pada ibuku. Kenapa? Karena tak ada alasan yang istimeawa.

Oke, aku sarapan dulu readers. Beh, nasi goreng buatan ibuku rasanya enak banget. Ini gak bohong yah readers. Kayaknya ibuku cocok deh buka usaha rumah makan. Supaya readers juga bisa mencoba nasi goreng buatan ibuku.

Sepertinya aku kebanyakan bacot. Jadi, aku segera menghabiskan sarapanku. Kemudian pamit pada ibuku. Oh kalau readers menanyakan ayahku, ayahku masih di luar kota. Sepertinya minggu depan beliau baru pulang.

Aku mengeluarkan motorku dari bagasi. Jujur, aku lebih menyukai naik motor ketimbang naik mobil.Rasanya lebih bebas jika aku memakai motor dan jarang keselip macet. Kenapa gak sekalian naik sepeda aja? Yakali atuh, rumah dan sekolahku letaknya berjauhan. Kalau naik sepeda bisa-bisa belum belajar aku sudah teler duluan.

"Tamara! "Seru seseorang kepadaku. Aku celingak-celinguk mencari sosok yang memanggilku. Dan kalian tahu siapa? Yups, Devin. Ngapain dia di depan rumahku? Gak lagi jualan korankan?

"Ngapain disini? "Tanyaku setelah menghampiri Devin di depan pagar rumahku.

"Jemput kamu. "Jawab Devin sambil tersenyum ramah. Aduh, ini makhluk pake senyum segala lagi. Kan gantengnya nambah.

"Aku bisa berangkat sendiri. "Kataku dengan ekspresi datar. Sebenarnya sih aku gak tau harus berekspresi seperti apa di depan Devin saat ini. Dia ganteng banget sumpah!.

"Kalau aku mau gimana? "

"Mau apa? "

"Menua bersamamu. "

Etdah Bambang dia gak mikir apa, damage dari ucapannya nyenggol ginjal aku. Pasti pipi aku sudah merona. Enggak, gak boleh luluh sama Devin makhluk gak jelas ini. Tapi dianya ganteng. Gimana dong??.

Realmente Amo?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang