Bagian 8

55 6 0
                                    

"Terkadang seseorang menyesal bukan karena sudah meninggalkan, melainkan karena gengsi untuk mengungkapkan. "

Saat ini aku dan Nabila sedang menuju tempat parkir. Sedangkan Anggun dan Deandra sudah pulang sejak tadi dijemput sopir masing-masing. Sebenarnya Nabila sudah pulang sejak tadi. Tapi, aku menahannya karena tak ingin sendirian menuju parkiran.

"Lo santai aja Tam, soal yang tadi gak akan nimbulin masalah kok. "Ucap Nabila menghiburku. Ya, aku memang mengkhawatirkan kejadian tadi, saat Devin mengumumkan di depan semua orang bahwa aku calon pacarnya.

"Ngomong sih gampang Nab, coba deh kamu di posisi aku. "Kataku sambil menghembuskan nafas lelah. Bukannya gak berterima kasih karena sudah dihibur, tapi sekarang kondisinya sangat tidak  memungkinkan.

"Kalau aku sih langsung iyain aja. Siapa sih yang nolak cowok modelan Devin. "Nabila mengucapkan kalimat itu dengan tersenyum. Catat readers, tersenyum.

Aku memutar mata malas, yaudah kita tukeran aja Nabila. Justru karena Devin cowok modelan yang wah makanya fansnya pada selangit.

"Yaudah kamu jadi aku aja Nab. Kita ke Korea terus operasi plastik. Gimana? "Tanyaku memberi usul. Nah, ini sepertinya jalan terbaik.

"Lo mikirnya pake otak gak sih? Guemah ogah. Nanti mom and dad gak ngenalin gue lagi. "Tolak Nabila. Iya juga sih.

"Terus gimana dong? "

"Terima aja kali.Nanti gue bantuin kalau ada yang gangguin ."Ucap Nabila sambil tersenyum lebar. Entah apa yang ada dipikiran Nabila saat ini.

Akhirnya aku Dan Nabila sampai di parkiran. Dan dari jauh aku sudah melihat Devin yang sedang menungguku. Emang ganteng banget sih Devin.

"Tuh si Devin udah nungguin. Gue duluan yah. Ti-ati sama calon pacar. "Kata Nabila sambil mengedipkan sebelah matanya. Ih geli liatnya. Apa tadi dia bilang? Calon pacar?

"Iihhh Nabila... "Ucapku kesal. Nabila tak acuh dan segera berjalan menuju motornya sambil melambaikan tangannya.

Aku segera menghampiri Devin. Ini makhluk yang membuat perasaanku khawatir. Dan dengan tenangnya ia bernafas, heh nanti aku cabut jantungnya. Terus mati. Jahat amat. 😂.

"Udah Lama? "Tanyaku berbasa-basi.
Aku gak peduli sih dia mau nunggu lama sampai lumutan, terserah. Malah bagus kalau sampai lumutan.

Devin tidak menjawab dan malah membukakan pintu untukku. Ini anak punya mulut ngapain gak dipake. Lupa cara pakenya? Sini, biar aku ajarin kalau lupa.

"Ditanya tuh dijawab. Gak sopan tau. "Gumamku sambil memasuki mobil.

Devin kemudian memasuki mobil dan melajukannya dengan pelan. Aku kembali diam dan parahnya Devin juga ikutan diam. Ini anak kenapa sih?. Perasaan pertama ngajak aku bicara lancar aja tuh mulut bacot.Terus sekarang?

Kemudian aku teringat ucapan Devin tadi pagi. Dia trauma memakai mobil. Tiba-tiba rasa bersalah menjalar di hatiku. Pasti sekarang Devin sedang menahan ingatannya tentang kejadian yang membuatnya trauma. Aku melirik ke arah Devin, ia tampak serius menyetir.

"Mmmm Dev, kita boleh mampir makan gak? "Tanyaku hati-hati. Sebenarnya aku udah pengen cepat pulang tapi kasian liat Devin. Dia kelihatan sesak gitu, pengen nanya tapi takut dibilang kepo atau sok perhatian.

Realmente Amo?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang