chapter 3

1.9K 47 2
                                    

Tak banyak kata yang ingin aku ucapkan setelah melihat keadaan ibu yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, membuat dadaku sesak.
Sosok wanita yang tangguh kini terbaring lemah dengan tangan diinfus tak lupakan pula wajah yang selalu tersenyum kini menampilkan ketenangan dalam diam nya.

Wajah pucat menandakan ia tak baik baik saja, membuatku lagi. Sesak melihatnya lemah tak berdaya.

"Ya Tuhan apa yang harus hamba lakukan demi kesembuhan ibu."! Ujarku dengan frustasi.

Kini ia rapuh, senyum yang dulu selalu tersungging hanya lengkungan kecil yang selalu ia perlihatkan.

Ku usap tangan kurus ibu dan mengamati lamat wajah sayu ibu.
Ia terus terpejam seakan ia tak merindukan ku lagi, aku hanya tersenyum dan berharap semoga ibu segera membuka mata dan melihatku dengan senyum nya.

Lama kupandang wajah ibu...seseorang masuk dan menepuk pundak ku.
Seketika aku menoleh dan tersenyum melihatnya.

" Kenapa melamun hmm?".tanya nya dan menatapku dengan senyum ayu nya

"Gak apa-apa bu dokter".jawabku tak lupa tersenyum.

Terjadi kesunyian ditempat ini.. Setelah hening melanda aku memberanikan diri untuk bertanya pada dokter

" Euhmm bu dokter... Apa ibu bisa sembuh? Tanyaku seraya melihat wajah tenang ibu

Setelah mengakhiri percakapanku dengan dokter yang bernama Naizha fasha. Kuakui ia sangat cantik terlebih berbaik hati telah merawat ibu layaknya orang tua sendiri.
Ku perkirakan usia nya mungkin tak jauh berbeda denganku.

Ucapan bu dokter kala itu masih terngiang sampai detik ini, bagaimana tidak. Seakan aku merasa dejavu.

Flasback off

"Ehm.. Bu dokter apa tidak ada cara lain ya?." Aku menatap wajah nya seakan meminta pertolongan

"Jika tidak melakukan operasi kemungkinan besar... Ehmmm maaf jika perkataan ibu sedikit membuat mu." Belum sempat ia melanjutkan kata yang akan membuat dadaku aku membenahi nya

"Nay tahu bu dokter!." Jawabku dengan lantang

"Waktumu hanya sedikit lagi... Maaf ya Nay dokter tak bisa membantumu." Finalnya seraya mengelus surai hitamku.

Flashback on

Setelah percakapan itu kuputuskan untuk lebih bekerja keras lagi agar segera mendapat uang untuk biaya oprasi ibu.

Peluh bercucuran tak mengurungkan niatku untuk mendapat penghasilan. Tapi... Waktuku untuk mengumpulkan uang tak banyak lagi, sedangkan dengan mengandalkan pekerjaan ku yang sekarang rasanya sangat sulit untuk segera mendapat target.

Lama aku termenung sampai teman rekan kerjaku menegurku.

"Kenapa Nay.. KKacida nu ker loba pamikiran bae(kayak yang punya beban pikiran aja)." Tanya putri dengan serius

"Oh enggak apa-apa kok put." Jawabku memastikan bahwa tak terjadi apa-apa

"Syukur atuh ai kitu mah.. Eh bener teu ahh wadul meren maneh mah(syukur deh kalo gitu mah... Eh tapi bener kan gak ada yang ditutup tutupi." Ujarnya lagi memastikan

Aku hanya mengangguk dan tersenyum lantas aku pamit untuk pulang karna jam kerjaku sudah habis.

Oh iyaaa jika berbicara dengan putri ia selalu menggunakan bahasa Sunda.sudah kutegur pun ia tetep keukeuh memakai logat Sunda.

Karna ia ingin mempertahankan bahasa dari kampung kelahiran nya itu.
Seketika aku tersenyum kala mengingat ia berbicara mengenai teguranku.

"Kiyeu Nay... Aing teh alim atuh bahasa urang pas borojol nepi kaayeuna dilengitkeun. Eta teh bahasa nu kudu dipertahankeun.
Bangga atuh bisa bahasa Sunda. Sok tempo orang Korea Jepang pada teu bisaeun bahasa urang bener teu? Makana eta pertahankuen terus ulah tersaingi. Bener teu?ucapnya

Aku hanya tertawa mendengar ia berbicara panjang lebar.ia hanya berenggut kesal ketika aku menertawakan nya.

Dalam perjalanan pulang hanya kehengingan yang menyapa...
Kakiku terus mengayuh untuk segera sampai ketempat kerja ku selanjutnya. Semua orang akan mengira bahwa yang bekerja disana pasti bukan orang Baik-baik.

Akupun beranggapan seperti itu tapi,mau bagaimana lagi ini sudah resiko bagi orang yang bekerja disana toh sampai sekarang aku masih bisa mempertahankan harga diriku.

Yaa aku bekerja disebuah club ternama yang ada dikotaku. Bukan tanpa alasan aku bekerja disini semua kulakukan demi mencukupi kebutuhan sehari-hari ku dan untuk pengobatan ibu.

Berulang kali aku terus bersabar menghadapai pekerjaan yang kujalani ini, tatapan para lelaki yang selalu lapar akan nikmatnya dunia membuatku risih tapi aku selalu memaksakan tekadku untuk bertahan dari pekerjaan haram ini.

Aku hanya cukup mengantarkan minuman yang mereka pesan tak jarang pula banyak yang terang-terangan menyukai ku ralat bentuk tubuhku.
Rok mini diatas lutut membuatku tak nyaman baju yang teramat ketat, sungguh risih sekali.

Ketika aku akan mengantarkan minuman ini madam yum memanggilku yang membuat heran.
Tak ingin berlama lama segera aku berjalan menuju ruangan madam yum, orang yang telah membuat aku berada dilingkungan ini.

Telah sampai aku didepan pintu bercat coklat agak ragu aku mengetuknya tapi... Yasudahlah.

Tok... Tokk.

Masuk..
Setelah mendapat jawaban kubuka pintu ini dengan sedikit gemetar, bagaimana tidak! Jarang sekali madam yum memanggilku membuat pikiranku terus berkelana.
Stelah membuka pintu sepenuhnya kuedarkan pandangan keseluruh ruangan.
Terlihat perempuan paruh baya namun masih terlihat bugar.

pregnancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang