Sepenggal kisah di RSJ Radjiman.

1.4K 128 5
                                    


Malam itu hujan turun dengan sangat lebat, dentuman suara guntur menggelegar di atas langit malam.

Sebuah minibus melaju pelan lalu berbelok memasuki gapura kecil RSJ Radjiman Lawang Malang.

Minibus itu berhenti setelah sampai di parkiran depan Rumah Sakit. Sang sopir keluar terlebih dahulu dengan tergopoh lalu melebarkan payung untuknya berteduh.

Dua orang perawat menghampiri minibus berwarna hitam tersebut dengan setengah berlari, kemudian sang sopir membuka pintu belakang sebelah kiri.

Seorang pemuda berbadan kotor dengan pakaian lusuh tengah tertawa menyeringai ke arah sang sopir yang bernama Alan tersebut. Sorot mata Alan menunjukkan rasa iba saat memandang ke arah anak ketiga majikannya tersebut.

Kemudian setelah mendapat persetujuan dari Alan kedua perawat laki-laki tersebut menarik paksa tangan anak majikan Alan, karena saat itu anak tersebut menolak dan engan beranjak dari tempat duduknya. Bahkan ia terlihat mencakar lengan salah seorang perawat yang mencoba menariknya.

BLARR! ....

Suara Guntur kembali terdengar memecah kesunyian di langit malam, Alan memalingkan pandangannya karena tak tega saat melihat anak majikannya di seret paksa oleh dua perawat tersebut.

Setelah menandatangani surat penyerahan pasien, untuk terakhir kali Alan mengantarkan anak majikannya ke kamar yang sudah dipesan terlebih dahulu oleh majikannya.

Alan berjalan di belakang dua perawat yang membopong tubuh anak majikannya, dengan tangan dan kaki terikat pemuda yang baru menginjak usia 21 Tahunan tersebut sesekali meronta berupaya melepaskan dirinya dari kedua perawat yang membopong dirinya.

Alan bergidik ngeri saat melewati lorong gelap dengan lampu kecil. Di tengah lorong, terkadang juga salah satu lampu itu terlihat berkedip mati nyala.

Hawa dingin yang ia rasakan menambah suasana seram rumah sakit yang ia datangi saat itu. Lantai putih tempat ia berjalan nampak basah oleh air hujan yang merembes dari Arab lorong yang bocor.

Sesekali bapak satu anak itu mengelus pelan tengkuknya karena mendengar suara gelak tawa dan terkadang suara jeritan melengking dari salah satu pasien lama. Bayangan Alan tentang rumah sakit yang awalnya nampak bagus dengan bangunan lama yang baru di cat terlihat nampak baru di buat.

Padahal rumah sakit itu tergolong paling tua setelah rumah sakit jiwa di Bogor.

Sekilas Alan melihat sosok perempuan tinggi besar dengan siluet wajah yang menandakan ia bukanlah penduduk asli pribumi.

Badan Alan merasa panas saat itu juga, ia terkejut dengan penampakan sosok perempuan yang biasa di sebut Noni Belanda itu.

Meski dari luar Alan nampak tenang dan baik-baik saja, tapi dalam hatinya mulai merasakan ketakutan. Bulu romanya berdiri seketika saat tengkuknya seperti sedang di elus pelan oleh tangan dingin yang ia rasakan.

Alan menghentikan langkah kakinya lalu segera menoleh ke belakang, tidak ada apa pun di belakangnya saat itu. Hanya suara teriakan dari salah seorang pasien gila yang pudar oleh suara derasnya hujan.

Saat ia kembali menghadap ke arah depan, dan hendak melanjutkan perjalanannya mengikuti dua perawat yang membawa anak majikannya itu, Alan sudah tidak mendapati mereka di depannya.

Sementara di depannya saat itu ada perempatan, Alan terlihat ragu untuk memilih lorong kanan atau kiri, sedangkan jika lurus tidak mungkin karena hanya sebentar ia menoleh kebelakang ia sudah tidak mendapati dua perawat yang membawa anak majikannya tersebut.

Di antara kebingungannya itu Alan merasakan tangannya seperti sedang di tarik ke sebelah kiri. Kemudian ia mulai melangkah lalu kembali menghentikan langkahnya lagi.

Betapa kagetnya Alan malam itu saat tersadar bahwa ia tidak lagi berada di rumah sakit yang yang ia kunjungi tadi.

Saat itu masih di tengah malam dan ia sudah berada di bangsal. Alan melihat ke sekelilingnya beberapa blok bangunan, meski heran dan hati merasa was-was Alan kembali melanjutkan perjalanan untuk mencari ruang Wijaya Kusuma karena di sanalah anak majikannya akan di rawat.

Semakin jauh Akan berjalan ia merasa hanya berputar-putar saja.

Dugh .... Dugh .... Dugh ....

Suara benda tumpul yang terdengar di bentur-benturkan pada tembok, kembali Alan merasakan keanehan di rumah sakit untuk orang gila tersebut.

Perlahan Alan melangkah mendekati salah satu kamar tempat di mana suara itu berasal. Alangkah terkejutnya ia saat melihat seorang pasien perempuan tengah membenturkan kepalanya ke tembok hingga berdarah-darah, sambil mengigit jemari tangan kirinya.

Ketika mengetahui Alan sedang mengintipnya dari balik jendela, pasien perempuan tersebut langsung menghentikan tindakannya. Kemudian perempuan tersebut berjalan sambil menyeret sebelah kakinya menuju ke arah Alan.

Selanjutnya perempuan itu nampak memasukkan jari kanannya ke dalam mulut, dan yang terjadi berikutnya adalah ia menunjukkan pada Alan potongan jemari tangannya sambil tersenyum menyeringai, bahkan darah sudah meluber ke bawah dagunya.

Alan berlari menjauh dari ruangan itu, "wadonan gendeng" (perempuan sinting) umpat Alan dalam hati.

Tidak sampai di situ, kemudian saat alam mengusap peluh di keningnya ia di kejutkan oleh pasung kayu yang tiba-tiba bergerak dengan sendirinya.

Glodak ... Glodak ... Suara pasung bergerak-gerak dengan sendirinya.

Alan memegang dada sebelah kirinya saat itu, ia tidak mengira jika akan mendapat pengalaman yang mengerikan di malam saat mengantarkan anak majikannya.

Alan berjalan mundur secara pelan-pelan, kemudian berlari menjauh dari ruangan yang ada pasung kayu tersebut.

"HAAA ...." Suara teriakan Alan malam itu karena di depannya sudah muncul sosok manusia setinggi sekitar 60Cm, dan yang aneh adalah sosok yang menyerupai manusia setinggi anak kecil dengan wajah tua itu mengenakan baju kemben lusuh.

Sosok tersebut kemudian terlihat menunjuk ke suatu arah dengan tangan pendeknya.

Badan Alan saat itu sudah basah oleh keringat dingin, jemari tangannya pun tidak mau berhenti gemetar. Alan seperti sedang berada dalam labirin besar yang mencari-cari jalan keluar, hingga badannya lemas tanpa tenaga.

Hanya sekejap ia berkedip saat itu di depannya sudah muncul sosok pocong berwajah hijau dengan kedua bola mata yang sudah tidak berada pada tempatnya, wajah pocong itu terlihat tidak beraturan.

Dengan bau busuk yang sangat menyengat, pocong tersebut sedang meloncat pelan ke arah Alan.

Bukan hanya sekedar jemari tangannya yang gemeteran, saat itu seluruh tubuhnya merasakan gemetar hebat yang belum pernah ia rasakan. Di tambah lagi pocong dengan kain mori yang sudah lusuh tersebut semakin mendekat ke arahnya.

Lemas sudah seluruh persendian Alan saat itu bahkan untuk sekedar melangkah kan kakinya pun Alan sangat kesulitan.

Ketika pocong itu hanya berjarak dua langkah dari dirinya yang sudah terduduk lemas bersandar di tembok bangunan RSJ, Alan memejamkan matanya.

Hening!

Alan tidak berani membuka matanya saat itu, lelaki itu terlalu takut dengan kejadian yang ia alami. Saat itu yang Alan dengar adalah suara detak jantungnya yang berdegup kencang, serta irama nafasnya memburu.

Sayup-sayup ia dengar suara jeritan serta tangisan dari jauh. Suara tersebut amat pilu di telinganya.

Hingga ia mencoba memberanikan Diri untuk membuka matanya saat itu. Dan ia terkejut dengan mukut terbuka lebar saat membuka matanya wajah hijau pocong dengan kain kafan lusuh tersebut sudah berada tepat di depannya dengan jarak sekitar 10cm. Belum sempat ia kaget dengan wajah pocong yang tiba-tiba di depannya, pocong itu meludah ke wajah Alan.

"Cuhh ..."

"Agrhhh ....." Suara teriakan Alan untuk terakhir kalinya malam itu.

===

Alan terbangun dari mimpinya, ia mendapati tengah tertidur di salah satu ruangan RSJ dengan terheran heran.

TAMAT

A Thread By ShepiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang