Ini adalah kisah kecil tentang Kantor Kebun Kopi.
Letak Kantor kebun kopi ini berada di sisi barat Perkebunan kopi, bentuk bangunan masih mengunakan gaya pemerintahan kolonial Belanda. Lebih tepat jika di sebut gedung, karena bangunan berlantai dua tersebut mirip sebuah benteng, gedung yang dulunya di gunakan sebagai kantor pemerintah kota hingga sekarang beralih fungsi menjadi kantor perkebunan kopi.
Bangunannya mengitari area tanah seluas satu hektar, terdapat lapangan di bagian tengah yang di kelilingi oleh bangunan kantor. Biasanya di lapangan tersebut di gunakan untuk menjemur biji kopi atau hasil panen lainya.
Di bagian depan terdapat pintu gerbang yang menyatu dengan bangunan gedung, dua satpam hanya berjaga hingga sore hari. Setelah hari berganti menjadi malam, gerbang tersebut di tutup rapat. Dan menyisakan satu pintu kecil yang cukup di lalui oleh motor, dari pintu tersebut para pekerja biasanya keluar masuk.
Dari lantai dua Juminten atau yang bernama asli Elka memandang ke bawah, tepatnya di arah lapangan dengan puluhan pekerja yang sedang mengemasi biji kopi yang sudah selesai di jemur.
Sudah seminggu gadis tersebut bekerja di bagian keuangan yang bertempat di gedung kantor kebun kopi. Tidak terbayangkan sebelumnya jika ia akan bekerja di tempat seperti itu, setelah Shepia datang padanya lalu memaksanya untuk bekerja di sana.
"Betah Mbak, kerja di sini?" Sapa seorang gadis dengan secangkir kopi di tangan kanannya.
"Gak nyongko aku Far, tapi yo opo maneh, Shepia nek kadung karep mesti mekso Sampek aku nuruti karepe." (Nggak nyangka aja aku Far, tapi mau bagaimana lagi, jika Shepia sudah memaksa, dia akan mengejar sampai aku menuruti kemauannya.) Jawab Juminten sambil melempar senyum pada Fara Wulansari Ramlan yang sudah berdiri di sampingnya.
Fara terkekeh mendengar penuturan Juminten saat itu, "seperti itu lah mereka." Jawab Fara sambil menyeruput kopinya.
"Ceritakno tentang keluarga Ramlan! Termasuk kabeh keturunane, aku seng dadi konco kentele sewajibe eroh kan?" (Ceritakan tentang Ramlan! Termasuk semua keturunannya, sebagai sahabat karibnya sudah sepantasnya aku mengetahuinya bukan?) Pinta Juminten dengan nada serius.
Sebelum ia bekerja di kantor perkebunan kopi karena Shepia sendiri yang memintanya dengan memaksa, Juminten juga penasaran dengan masa lalu orang tua kandung sahabatnya itu. Pasalnya Juminten hanya mengenal Bibi Eni yang ia kira sebagai Ibu kandung dari Shepia, hingga suatu kejadian di desa mereka mulai menguak siapa sebenarnya Shepia.
"Karena Mbak Shepia sendiri yang memintanya, maka dengan senang hati aku akan menceritakan nya pada Mbak Jum. Dahulu ..., "
Kantor perkebunan kopi adalah milik trah Mbarep keluarga Ramlan, dahulu gedung sebelum gedung ini berganti pemilik adalah kekuasaan pemerintah Belanda. Salah satu jawara yang dulunya masih memiliki darah dengan Majapahit datang mengambil alih gedung itu di bantu beberapa orang pengawalnya.
Alasannya hanya satu, karena saat itu tanah perkebunan kopi merupakan suatu wilayah dengan daya energi negatif. Babat alas di mulai dari cikal bakal keluarga Ramlan itu, sebagian besar mahluk penghuni sudah tunduk kepada keluarga Ramlan yang terkenal dengan parewangan Banaspatinya. Menyisakan dua mahluk, yang meminta syarat jika ingin tunduk pada Keluarga Ramlan.
Dua mahluk tersebut adalah Jegorogo, mahluk berwujud wanita cantik jelita yang mendiami kegelapan di dalam perkebunan kopi. Dan satu lagi adalah Petokorojo, atau kebanyakan orang menyebutnya dengan nama Mahkota Emas. Wujud petoko suro sendiri adalah mahluk besar dengan seluruh tubuh berwarna merah gelap, di bagian wajahnya terdapat ratusan mata serta empat tanduk runcing ke belakang.
Mahkota Emas mendiami salah satu kamar di bagian gedung, kamar tersebut terkunci rapat dari luar. Tidak banyak informasi yang dapat di gali dari mahluk itu, dari penuturan Fara, Juminten hanya di beri tahu jika mahluk tersebut akan tunduk kepada darah murni Ramlan.
"Keluarga macem opo iki, isine demit Kabeh?" (Keluarga macam apa ini, isinya setan semua?) Tanya Juminten menatap heran ke arah Fara.
Gadis di samping Juminten tersebut tersenyum pelan, "jika tidak ada mereka, atau orang-orang yang bisa mengendalikan dua alam, maka semesta tidak akan seimbangan Mbak" jawaban Fara langsung membungkam Juminten seketika.
Fara mulai melanjutkan ceritanya, dahulu ada sebuah tragedi besar yang terjadi di desa itu. Saat itu semua mahluk penghuni kegelapan keluar menimbulkan petaka bagi penduduk desa. Di tambah lagi dengan empat sosok mahluk menyeramkan yang keluar dari tanah terlarang Perkebunan Kopi, lebih parah dari dengan kematian ratusan orang dalam semalam akibat Petokorojo yang keluar mencari pemiliknya.
Dalam semalam desa porak poranda akibat Petokorojo, tidak sampai di situ ke ngerian bertambah dengan mengamuknya Banaspati yang merupakan ingon trah Ramlan ketika kematian ayah Shepia saat itu.
Bulan berganti tahun, desa semakin sepi dengan tidak adanya pemilik makhluk-makhluk terkutuk yang sedang mengamuk mencari pemiliknya.
"Bukane keturunan Ramlan akeh?" (Bukankah keturunan Ramlan banyak?) Tanya Juminten datar.
Keturunan Ramlan memang banyak, dengan adanya insiden malam itu separuh trah tumerah Ramlan hanya tersisa seperempat. Mereka yang meninggal karena mencoba menahan mahluk terkutuk itu satu persatu menjemput ajal.
Keadaan sedikit reda dengan adanya bantuan dari Sasmitha Sastrowardoyo. Tetapi keluarga Sastrowardoyo hanya sanggup menahan 5 Tahun saja, dengan bantuan dari Sasmitha Sastrowardoyo keadaan kembali tenang. Namun setelah 5 Tahun berlalu keadaan kembali kacau karena terlahir bukan dari garis keturunan pertama makhluk-makhluk menyeramkan itu tidak mau tunduk.
Hingga 10 tahun kemudian datang seorang bocah berusia 12 Tahunan, dia adalah Disa Anindya Malik Ramlan. Anak kandung Malik Ramlan yang meninggal setelah pengeroyokan yang di dalangi trah Suryono.
Di tengah amukan tiga Banaspati yang kembali memporak-porandakan desa sebelah, Disa membuat ratusan makhluk-makhluk terkutuk itu tunduk seketika.
"Aku! Disa Anindya Malik Ramlan! darah murni pertama keturunan Malik Ramlan, meminta hak atas hidup kalian yang telah mempunyai perjanjian dengan trah darah pertama Ramlan." Suara lantang bocah berusia 12 Tahun tersebut membuat ratusan mahluk yang tadinya beringas tunduk.
Disa mengembalikan makhluk-makhluk itu kedalam kegelapan di tengah perkebunan kopi. Nyai Seruni atau yang biasa di sebut Jegorogo di minta Disa menetap di dalam perkebunan kopi, dengan syarat di perbolehkan untuk menggoda manusia dengan bujuk rayunya memasuki perkebunan kopi.
Sedangkan Petokorojo di pindahkan ke gedung kantor, mahluk terkutuk itu di kunci entah sampai kapan. Tetapi ada satu cerita yang beredar di kalangan masyarakat, yaitu tentang manusia yang menakan kontrak pada Petokorojo dengan imbalan kekuatan, kekayaan atau apapun, kontrak itu mengharuskan si manusia memberikan tumbal anak manusia setiap tahunnya, dan yang terjadi jika manusia tersebut telat selama 9 hari dalam memberikan tumbal nyawa, maka jiwanya akan dijadikan sebagai pengganti.
Banyak cerita tentang Petokorojo si penghuni gedung kantor, rumor mengatakan jika sebenarnya Petokorojo juga mempunyai seorang istri.
"Hari sudah sore, saatnya aku pulang sekarang. Besok kita akan lanjutkan ceritanya kembali." Ucap Fara sambil berpamitan.
Gadis tersebut juga meminta Juminten untuk tidak pulang sampai malam, karena saat malam banyak mahluk penghuni kantor kebun kopi yang muncul dari kegelapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thread By Shepia
HorrorKarena ini True Story jadi Aku ceritain secara singkat.