KARMA

979 103 5
                                    

Sebuah kesalahan telah aku lakukan, kelakuan yang tidak sepantasnya ku perbuat demi rasa penasaran oleh dunia alam gaib.

Namaku Dwi, seorang siswi yang saat itu masih duduk di bangku kelas dua Sekolah lanjutan atas.

Singkat cerita, aku mulai ketagihan membaca cerita dengan genre horor. Karena bagiku membaca cerita horor lebih bisa merasakan keseraman tersendiri lewat imajinasi berbeda dengan film horor.

Suatu ketika salah satu teman merekomendasikan cerita horor yang saat itu sedang booming, awalnya, saat membaca judulnya saja sudah sudah bikin penasaran.

Dari cerita tersebut juga, setiap malam selalu ku sempatkan untuk mengecek profil si author. Hanya karena penasaran dengan lanjutan ceritanya, di umur yang masih sangat belia dia bisa membawa pembacanya ikut merasakan kejadian demi kejadian yang terjadi dalam setiap kisah horornya.

Tidak sampai di situ, karena saat itu rasa penasaran semakin besar. Kuberanikan diri untuk menyapa, lalu bertanya soal kisah horor pada author ini.

"Mbak, apakah cerita yang mbak tulis ini kisah nyata?" Begitu tanyaku setelah kami saling memperkenalkan diri.

"Aku lebih suka jika semua ceritaku di anggap fiksi!" Jawabnya, seolah menutupi sesuatu yang tidak ingin ia beberkan pada publik.

"Mbak indigo? Bisa lihat hantu?" Kembali aku bertanya, karena rasa ingin tahu dalam diriku semakin lama kian membesar. Di tambah lagi dengan jalan cerita yang ia tulis sangat sulit untuk di tebak.

Dua hari kemudian ia membalas, mungkin kesibukan karena saat itu ia bilang sibuk dengan kerjaan jadi jarang muncul untuk kembali memposting cerita horor. "Nggak, aku orang biasa sama seperti kalian," jawabannya singkat.

Berada di kegelapan tidak membuat rasa takut dalam diriku muncul, sekali saja, ingin rasanya aku bertemu dengan mereka (hantu) atau setidaknya melihat sekelebat bayangan yang membuat bulu kuduk berdiri karena merasakan kehadiran makhluk alam lain.

Hingga hal konyol juga pernah kulakukan dengan cara membakar terasi saat tengah malam. Berharap sosok kuntilanak akan menampakkan wujudnya namun semua sia-sia belaka, karena saat itu sama sekali tidak ada tanda-tanda kehadirannya.

Beberapa bulan kemudian sepulang sekolah. Aku di kejutkan oleh suara teriakan histeris dari jalan utama kampung. Saat itu aku langsung berlari ke arah jalan, dan di sana! Di antara beberapa warga yang sedang mengerumuni seseorang yang amat kukenal telah tergeletak di aspal jalan.

Ibu yang mengetahui keponakannya tergeletak di jalan karena tertabrak seorang pengendara sepeda motor, berteriak histeris sambil berlari menghampiri Ani sepupuku yang saat itu langsung meninggal di tempat kejadian karena luka di bagian kepalanya.

Ani sepantaran denganku, kami hanya berbeda sekolah saat itu. Dan rumah Ani berada tepat di depan rumahku. Kasus meninggalnya Ani di selesaikan secara kekeluargaan, karena si pengendara motor yang menabrak Ani juga bersedia untuk bertanggung jawab memberikan kompensasi.

Saat itu suasana rumah Ani ramai oleh para pelayat, para bapak-bapak sudah memasang bendera hijau di ujung gang.

Kami sekeluarga masih dalam keadaan berkabung atas meninggalnya Ani saat itu, di tengah-tengah perbincangan antara keluarga dengan para pelayat aku merasakan keheningan sesaat. Kembali aku teringat percakapan terakhir dengan Author idolaku saat itu, "orang Jawa punya mitos jika meneteskan air perasan jeruk nipis pada darah orang yang sudah meninggal akan mengalami gangguan mahluk halus." Begitu katanya saat percakapan terakhir kami.

Saat itu, aku merasa bimbang untuk melaksanakannya. Di samping Ani adalah sepupuku sendiri, di satu sisi rasa penasaran yang semakin bertambah seolah memberikan dorongan untukku melakukan hal tersebut.

A Thread By ShepiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang