(sebuah kisah pendek seorang pemuda pencuri mayat)
Sore itu setelah memuat jagung di suatu kota kecil di daerah Jawa Timur, Dika bilang akan menemaniku membeli sepatu.
Hari sudah sore Dika belum juga memberi kabar, padahal sejak pagi truk kuningnya sudah pulang dan parkir di garasi.
Dasarnya aku ngambekan dan tidak sabaran, karena Dika juga tak kunjung membalas pesan dariku. Maka kuputuskan untuk mencarinya lewat pencarian perangkat di smartphonenya, karena gawainya sama dengan yang kupakai sekarang. Dan tentunya aku tahu akun Mi, yang terpasang di smartphone Dika jadi aku bisa tahu ia sedang berada di mana sekarang.
Aku belajar dari masalah kami sebelumnya, karena Suka sering hilang tanpa kabar jadi aku harus lebih pintar lagi. Tentunya dengan cara mengetahui akun yang terpasang di smartphonenya.
Ketika sedang kucari posisinya sekarang, Sila sedang berada di salah satu warung kopi, tempat ia biasa nongkrong bersama temannya.
Jujur saja tiap seminggu sekali kami pasti sering bertengkar, itu juga karena sifatku yang masih labil. Marah tanpa sebab jika sudah bad mood.
Kadang Dika sampai mengingatkan ku, 'Kamu minggu ini belum marah loh' kata Dika waktu itu, karena seminggu aku belum ngambek sama sekali.
Dan hari itu Dika mungkin sedang membuatku kembali bad mood karena ia kembali menghilang tanpa memberi kabar.
Saking kesalnya, akhirnya kuputuskan untuk menyusulnya ketempat saat ini ia berada. Ku kebut skuter matic kepunyaanku menuju tempat Dika saat ini.
Singkat cerita saat aku sampai di warung kopi tempat Dika sedang berkumpul bersama temannya saat itu, aku tidak peduli lagi dengan keramaian sudah berkali-kali Dika ingkar janji, ujung-ujungnya aku kembali memaafkannya karena alasanya yang masuk akal.
Ku parkirkan motorku sembarangan, kekesalanku semakin bertambah saat tahu Duka sedang bermain game bersama temannya dalam satu meja. Apa lagi ia terlihat tertawa bersama teman-temanya.
"Dika !" Teriakku dari depan warung kopi, aku tidak memperdulikan pengunjung yang ramai di depan warung kopi.
Dika tidak mendengar suara teriakanku yang memanggil namanya, salah satu teman Dika yang mengetahui aku mendekat ke arah mereka menepuk lengan Dika, sambil memberikan bahasa isyarat dengan mata.
Dika terlihat terkejut saat menoleh ke arahku, ekspresi wajahnya saat itu sedikit pucat apa lagi saat aku sudah berdiri di sampingnya, lalu kurebut paksa gawainya saat itu.
"Kamu ingkar janji lagi?" Kataku kesal, teman-teman dika yang duduk bersamanya dalam satu meja langsung memandang ke arahku secara serempak. Mungkin kehadiranku saat itu membuat mereka gagal menang dalam game karena gawai Dika kurebut secara paksa.
"Janji apa dulu?" Tanya Dika pura-pura tidak mengingat, padahal semalam ia sudah bilang 'Iya' dan sekarang ia pura-pura lupa.
"Beneran nggak inget?" Tanyaku serius, rasanya kekesalanku semakin bertambah, jadi kulempar kembali gawainya ke meja di depannya. Lalu berbalik meninggalkan nya yang masih duduk bersama temannya.
Kecewa rasanya dia lebih mementingkan temannya dari pada aku. Kali ini Dika mengejar, aku tidak mau terjadi derama di antara kami. Karena banyak mata yang mengawasi dan lagi, saat itu mataku sudah berkaca-kaca.
Akhirnya Dika mengalah ia menitipkan motornya pada temanya, lalu pulang bersamaku.
"Jadi beli sepatu?" Tanya Dika saat dalam perjalanan.
"Nggak" Jawabku ketus.
"Udah sih nggak usah marah terus, kan aku lupa"
"Iya"

KAMU SEDANG MEMBACA
A Thread By Shepia
TerrorKarena ini True Story jadi Aku ceritain secara singkat.