Bab 2

573 55 0
                                    

Menyadari bahwa ada beberapa hal yang tidak bisa dipaksakan termasuk cinta

***

"Selamat siang,Jenderal.. " sapa Ibas dimuka pintu siang itu. Dia mendapat telepon langsung dari sang atasan, Ibas langsung meluncur kekediaman Erlangga. Setibanya dirumah, Erlangga sedang duduk bersilang kaki di ruang tamu rumahnya sembari membaca surat kabar. Melihat kedatangan Ibas, Erlangga segera menutup surat kabarnya dan mempersilakan Ibas masuk.

"Ayo.. masuk. Duduk sini, Bas.." ucap Erlangga santai. Ibas tampak kikuk dsn bertanya tanya, kesalahan apa yang sudah ia perbuat hingga sang Jenderal memanggilnya secara langsung seperti sekarang.

"Siap, Jenderal,Mohon Izin saya di sini saja." ucapnya sembari berdiri.

"kamu mau minum apa, Bas? Saya ambilkan.." ucap Erlangga. Kini Ibas semakin ketar ketir melihat sikap tak biasa dari sang atasan. Berulang kali ia menelan salivanya dengan kasar dan sesekali mengerjapkan kedua matanya. Ia terus berusaha mengontrol laju jantungnya yang sedari tadi berdetak sangat kencang.

"Siap, Tidak usah repot, Jenderal." ucsp Ibas tegas. Pandangan matanya masih lurus kedepan, ia pun masih pada posisi siapnya.

"Bas.. kamu tau kenapa saya manggil kamu begini?" tanya erlangga.

"Siap, tidak tahu, Jenderal. Mohon petunjuk, Jenderal.." ucap Ibas jujur. Erlangga berjalan dan duduk di sofa besar tepat berhadapan dengan Ibas.

"Saya disini ingin bicara empat mata dengan kamu, tidak sebagai seorang Jenderal, tidak sebagai atasan kamu. Tapi sebagai seorang ayah dari Aira."

Deg!

Kini pandangan mata Ibas perlahan tertuju pada kedua manik mata pria setengah baya yang duduk dihadapannya itu.

"Kamu melakukan apa sama Aira? Kok dia bisa jatuh cinta sama Pama macam kamu?" tanya Erlangga langsung tanpa basa-basi.

Deg!

Pertanyaan itu seolah melesat bagai peluru yang menghujam langsung ke jantung Ibas. Kedua matanya membulat dengan sempurna. Lewat dari perhitungannya bahwa sang Jenderal pasti sudah mengutus banyak mata-mata untuk mengawal Aira dari kejauhan dan bukan Ibas seorang yang menjadi pengawalnya.

"Siap, salah, Jenderal. Saya siap dihukum Jenderal.." jawab Ibas tegas namun dahinya kemudian berkerut.

"Saya tahu kamu termasuk perwira berprestasi, dan saat Praspa mendapat nilai tertinggi, wajah kamu juga tidak buruk malah termasuk salah satu yang yaaaah.. bisa dibilang ganteng.. Tapi segala pesonamu itu kenapa kamu tebarkan pada anak saya?? Punya nyali juga kamu!" ucap Erlangga dengan nada tinggi.

Sungguh kali ini Ibas hanya terdiam. Dia benar-benar tidak punya kata-kata untuk menjawab pertanyaan Erlangga kali ini. Bukan Ibas yang jatuh cinta pada Aira, tapi Aira yang terlalu berani menyatakan cintanya pada seorang Ibas.

" Ibas.. Aira ingin bicara sesuatu pada ibas tapi Aira harap kamu jangan marah atau menilai buruk pada Aira." ucap Aira saat usai mengajak Ibas nonton dan kini mereka makan disebuah restoran jepang di Mall Ciputra.

"Memang Aira mau bilang apa? Saya dengarkan.." ucap Ibas santai.

"Aira jatuh cinta sama kamu, Ibas.."

KAMU DAN KENANGAN (CERPEN ) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang