Bab 6

484 54 0
                                    

Rumput tetangga biasanya memang nampak lebih indah dan terkesan enak dipandang dibandingkan rumput sendiri

***

Hari ini ibu-ibu Persit di lingkungan Asrama sedang sibuk menyiapkan segala keperluan untuk menyambut kedatangan kunjungan Panglima TNI yang tidak lain adalah ayah Aira.

"Aduh, Bu Ibas.. biar saya saja yang kerjakan, Ibu bisa mengerjakan yang lainnya.. " ucap Bu Arif saat Aira membantu mencuci piring dan gelas.

"Nggak apa-apa, Bu.. sudah biasa.."

"Yaa kan njenengan anak jenderal, nggak pantes Bu.. biar saya saja..", ucap Bu Arif lagi.

"Yang jendral kan papa saya, kalau disini suami saya masih letnan Bu." Ucap Aira sembari tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

"Udah biarin aja, Bu.. lagipula kan yang mau kunjungan besok itu kan Panglima yang tidak lain yaa bapaknya dia ini!" Ucap Mbak Ria ketus. Mbak Ria ini adalah isteri dari wakil komandan di kesatuan.

"Bener.. saya juga jadi agak tidak bisa membedakan, kita mau kedatangan Panglima atau menyambut kedatangan bapaknya Bu Ibas.. harusnya bisa disiapkan sendiri semuanya!" Timpal Mbak Nindi, istri dari Danki, suaminya satu letting di atas Ibas. Aira hanya terdiam tidak menanggapi.

"Bu Ibas, tidak usah diambil hati, mereka memang begitu." Ucap Bu Hari ibu yang sudah setengah baya pemilik warung di belakang barak. Aira tersenyum dan mengerjakan semuanya bersama beberapa ibu-ibu yang memang masih merupakan istri dari bawahan Ibas.

"Ini ada cinderamata juga dibungkus sekalian.", Ucap Mbak Nindi. Hari sudah semakin malam. Aira yang mulai lelah itu mulai dilanda pusing entah mengapa. Setelah selesai mengerjakan semuanya, tepat pukul 11 malam akhirnya kegiatan pun usai. Aira berjalan perlahan masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing dan berat, pandangannya mulai kabur perlahan lahan hingga akhirnya ...

BRUUUUKKK..

Ibas yang juga baru pulang dari barak segera berlari menghampiri Aira yang tengah pingsan. Ibas segera menggendong Aira dengan sekali angkat, membawa dan menidurkan Aira di atas ranjang. Wajah Ibas nampak sangat panik. Ia beberapa kali menepuk nepuk pipi Aira tapi masih belum ada tanda-tanda Aira membuka matanya. Ibas kemudian menempelkan punggung tangannya ke dahi Aira.

"Astaga.. badannya panas sekali.." gumam Ibas. Ia kemudian kembali menepuk pipi Aira perlahan. Wajahnya semakin diliputi rasa khawatir.

"Aira.. Aira.. kamu dengar saya nggak.. Aira.." ucap Ibas sembari memberikan minyak kayu putih dan menggosok gosok tubuh Aira. Aira membuka matanya dan menatap Ibas yang raut wajahnya sudah sangat khawatir.

"Aira.. kamu udah sadar?? Ini minum dulu.. saya sudah buatkan teh jahe..", ucap Ibas yang mengangkat sedikit kepala Aira dan membantunya minum.

"Kamu kenapa sayang?kok bisa sampai pingsan gini.. ini badan kamu panas banget lho Aira.." ucap Ibas sembari meletakkan punggung tangannya di dahi Aira.

"Nggak apa apa kok, Bang.. mungkin kecapekan aja." Ucap Aira pelan.

"Besok siang kalau nggak kuat nggak usah ikut pertemuan yaa.. nanti Abang ijinin ke Mbak Heni." Ucap Ibas. Aira justru menggeleng.

KAMU DAN KENANGAN (CERPEN ) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang