Bab 5

466 55 0
                                    

Berusaha menjadi yang terbaik, melayani suami dengan sepenuh hati

***

Aira menatap nanar ke dalam ember besar yang berisi pakaiannya dan beberapa pakaian Ibas. Bagaimana caranya mencuci. Batin Aira. Ibas termenung memandangi punggung sang isteri yang nampak bingung di depan ember cucian. Dengan santai Ibas membuka pakaiannya yang penuh keringat itu dan hal itu sukses membuat Aira terperanjat.

Seketika ia menunduk menutupi wajahnya yang memerah karena malu.

"Kamu mau apa Aira?" Tanya Ibas santai.

"Nyuci baju.. tapi Maaf aku nggak biasa kalau harus nyucinya manual." Ucap Aira. Mendengar penuturan polos Aira tersebut membuat Ibas terkekeh geli. Maaf ya Aira, kamu harus melakukan semua sendiri disini tanpa peralatan yang mendukung juga. Batin Ibas.

"Kamu tuang sabun disini secukupnya, kasih air dan di rendam dulu sebentar.. baru di kucek.." ucap Ibas seraya mengajarkan cara mencuci baju tersebut pads Aira. Aira membulatkan bibirnya seraya memperhatikan Ibas. Ibas berjalan ke meja makan dan membuka tudung saji yang ada di meja tersebut.

"Lho, kamu masak, Aira??" Tanya Ibas. Wajahnya nampak berbinar ketika melihat menu masakan yang di masak Aira.

"Pagi-pagi gini mau kemana, Bas?" Tanya Aira saat melihat Ibass beranjak dari ranjangnya. Ibas duduk sebentar dipinggir ranjang, mengucek kedua matanya seperti bayi dan tersenyum ke arah Aira.

"Saya ada kegiatan Garjas di kesatuan. Mungkin sampai siang.kamu tidur lagi aja kalau nggak ada giat Persit."  Ucap Ibas sembari mengacak rambut Aira.

"Aku nggak ada giat Persit hari ini.. jadi seharian dirumah. Mau bersih-bersih aja mungkin.." jawab Aira sambil tersenyum.

Ibas pergi sejak pukul 5 pagi tadi. Membuat Aira yang sedang sendiri dirumah pun merasa bosan. Niatnya bersih bersih pun diurungkannya lantaran saat ia memandang kesetiap sudut ruangan, semua tempat sudah bersih dan rapi. Seketika Aira terkekeh. 'salah satu keuntungan menikah dengan seorang tentara adalah rumah dan segala isinya akan selalu rapi dan bersih.

"Bunda Ita.. selamat pagi, ini Aira.. " ucap Aira sopan saat ia memutuskan untuk menelpon ibu mertuanya yang berada di Semarang itu.

"Aira apa kabar? Sudah ke asrama ya sekarang? Waah semoga betah yaa..." Ucap Bunda Ita ramah.

"iya Bunda.. kemarin baru pindah.. makasih bunda doanya.. Ibas banyak bantuin Aira juga untuk adaptasi disini.",

"Bunda, Aira mau tanya, kalau Ibas biasa suka makanan apa ya bunda? Aira mau coba masakin deh hari ini.. semoga nggak susah yaa soalnya Aira nggak pintar masak." Ucap Aira sembari tersenyum.

"Ibas itu suka semua makanan kecuali Pete sama jengkol.. ampun ampun deh kalau kena.. kalau sayur suka sayur lodeh sama tahu tempe bacem...yang jelas masakan Indonesia, Aira.." ucap Bunda Ita.

Mata Aira berbinar saat Ibas dengan wajah sumringahnya menemukan sayur lodeh dan tempe tahu bacem diatas meja.

"Kamu cobain deh, bas.. enak atau enggak.." ucap Aira sembari berjalan mendekati Ibas yang telah mengambil piring dan sendoknya. Satu suapan itu masuk kedalam mulut Ibas dan membuat Aira menahan nafasnya.

"Ini masakan pertama aku lho, Bas..", ucap Aira saat Ibas memasukkan suapan pertamanya.

"Hmmm.. enak ni.. masa bener ini masakan pertama kamu?" Tanya Ibas yang melanjutkan santapannya dengan lahap. Aira mengangguk lega sembari duduk dihadapan suaminya.
Mengambil makanan dengan senyuman manisnya. Ibas memperhatikan Aira dengan seksama hingga ia menyadari beberapa luka yang ada ditangan Aira.

"Tangan kamu kenapa, Aira?" Tanya Ibas sembari menggenggam tangan Aira. Merah, melepuh, diplester karena terkena pisau.

"Ahh.. engg--- enggak apa-apa kok, Bas.."ucap Aira sembari menarik kembali tangannya. Usai makan, Aira kembali menghampiri cucian baju miliknya. Ia mengambil kursi kecil dan mulai mengucek.

Sreeeeggg

"Aaww..." Pekik Aira saat tangannya kembali terluka karena kuku panjangnya patah, tangannya kembali mengeluarkan darah. Dan teriakan itu sukses membuat Ibas yang sedang kedatangan tamu teman  satu lettingnya sesama Letnan satu sekaligus sahabat Ibas, Hengky segera berlari ke arah  Aira.

"Ada apa Aira?" Tanya Ibas panik.

"Aah.. enggak.. kukunya patah.." jawab Aira seraya meringis perih. Melihat itu Ibas segera mengambil kotak obatnya dan meminta Aira duduk di sofa depan televisi.

Dengan lembut Ibas mengobati tangan Aira yang terluka itu. Sepertinya kau berusaha terlalu keras, Aira..kau benar-benar mengalami kesulitan disini tapi kau tidak mengeluh sama sekali. Kau bahkan sudah sangat berusaha menjadi isteri yang baik buat aku. Kini saatnya aku belajar menjadi suami yang baik untuk kamu..Aku janji akan membahagiakan kamu, Aira. Saya janji. Batin Ibas. Setelah selesai Ibas lalu mencium punggung tangan isterinya itu yang cukup membuat Akta berjengit seperti tersengat listrik.

"Terimakasih Aira.. kamu sudah berusaha menjadi isteri yang baik." Ucap Ibas. Aira tersenyum mendengar penuturan Ibas barusan.

"Terimakasih juga, kamu sudah ngajari aku banyak hal, Bang.." ucap Aira. Mendengar kata 'Bang' membuat Ibas menaikkan satu alisnya.

"Kemarin aku kena tegur mbak Heni gara gara waktu lihat kamu latihan trus asal teriak Ibaas gitu aja.. eee dimarahin." Ucap Aira sembari mengerucutkan bibirnya. Ibas terkekeh mendengar ucapan Aira.

"Kamu sebut 'Bang' jadi adem hati abang, dek.." ucap Ibas seraya mengecup ujung kepala Aira. Ehh..

"Tunggu yaa.. aku lupa masih ada monyet satu nongkrong didepan.. aku temuin dulu ya, Aira.." ucap Ibas seraya berjalan ke teras rumah. Aira terus memandang punggung suaminya itu seraya tersenyum.

Hari hari berlalu sejak saat itu. Hubungan Ibas dan Aira pun semakin membaik dan semakin dekat. Ada rasa saling membutuhkan satu sama lain. Seperti saat Ibas mendapat tugas pertamanya setelah ia menikah dengan Aira.

"Kok berangkatnya malam, Bang?" Tanya Aira saat Ibas pulang dari tempat kerjanya dan mengatakan akan bertugas untuk satu Minggu kedepan.

"Iya.. mendadak." Jawab Ibas singkat.

"Bahaya ya tugasnya?" Tanya Aira dengan mata berkaca-kaca. Ibas yang tadinya sibuk menyiapkan segala keperluannya dibantu oleh Aira pun berhenti melakukan aktifitasnya dan menatap Aira yang duduk sembari membawa jaket kulit milik Ibas. Ibas duduk di sebelah Aira yang kini tengah menangis itu.

"Tugas ini rahasia, Aira. Tapi Abang nggak pengen punya rahasia sama kamu. Tugas ini bahaya. Sangat berbahaya. Abang kan tergabung dalam pasukan khusus jadi akan sering dapat tugas tugas mendadak seperti ini dan kita harus tetap 'siap' bukan?", Ucap Ibas pelan. Aira hanya mengangguk sembari sesekali menyeka air matanya.

"Jangan nangis dong.. Abang bakal jaga diri dan jaga nyawa Abang buat Aira. " Ucap Ibas. Aira menatap lekat lelaki berseragam loreng itu lekat.

"Janji ya bang?", Ucap Aira, Ibas tersenyum sembari membelai rambut Aira.

"Abang nggak bisa janji karena janji sulit untuk ditepati dalam kondisi pekerjaan Abang sekarang. Tapi Abang akan berusaha selamat dan jaga nyawa abang. ", Ucap Ibas sembsri mengecup puncak kepala Aira.


Bersambung

KAMU DAN KENANGAN (CERPEN ) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang