Bab 3

496 54 1
                                    

Jika memang mencintai mengapa harus saling menyakiti

***

"Abang tumben pagi pagi sudah datang.. cuti kah bang?" Tanya seorang gadis bernama Nadia saat Ibas memanfaatkan hari liburnya untuk pulang ke Semarang.

"Iya, dek. Abang cuti.." jawab Ibas singkat.

"Bisa Abang ajak adek jalan-jalan?" Tanya Ibas. Gadis yang memang telah lama tidak bertemu dengan kekasihnya itu pun segera mengulas senyum lebar dan mengangguk. Ibas menyiapkan sepeda motornya setelah berpamitan dengan kedua orang tua Nadia.

"Abang kenapa? Kok sekarang jarang hubungi Nadia? Sibuk sekali kah abang?" Tanya Nadia saat mereka sampai di alun-alun simpang lima pagi itu.

"Iya, Abang sibuk." Jawab Ibas singkat. Nadia mengernyitkan dahinya dan menyentuh wajah Ibas yang nampak sendu saat menatap gadisnya itu.

"Ada apa, bang?" Tanya Nadia. Ibas menunduk tanpa berani menatap kekasihnya itu.

"Lihat Nadia, bang.. ada apa?" Tanya Nadia yang kembali mengarahkan wajah Ibas untuk menghadapnya.

"Abang minta maaf sama Nadia.. Abang ----- Abang nggak tau harus berbuat apa." Ucap Ibas seraya mengusap kepalanya frustasi. Memandang itu Nadia menjadi semakin heran.

"Abang ada apa sebenarnya? Jangan bikin Nadia khawatir.." ucap Nadia.

"Nadia, Abang minta maaf sepertinya Abang tidak bisa melanjutkan hubungan kita ini...bulan depan Abang akan menikah dengan Aira anak dari Jendral yang jadi atasan Abang. Ini perintah atasan, Dek. Maaf Abang tidak bisa berbuat apa-apa." Ucap Ibas. Nadia terdiam mendengar semua penuturan dari kekasih yang sudah lima tahun dipacarinya itu. Yang sudah merajut cinta dalam pasang surutnya sebuah hubungan, terpisah jarak dan waktu dengan sabar dihadapi dan diatasi. kini lelaki yang ada disampingnya itu akan pergi dan bersanding dengan wanita yang entah darimana datangnya.

"Tapi ini nggak adil buat Nadia bang.. Abang bilang mau nikahin Nadia? Sekarang kenapa Abang ninggalin Nadia? Abang cinta nggak sih sama Nadia?" Tanya Nadia dengan air mata yang berderai dipipinya.

"Abang cinta dengan Nadia.."

"Kalau Abang cints kenapa kita harus saling menyakiti kayak gini Bang?"

"Maaf Nadia.. semua karena perintah atasan Abang. Abang terpaksa menerima pernikahan ini. Nadia tau kan tentunya seorang prajurit jika menerima perintah atasan harus dilaksanakan. Abang nggak bisa berbuat apa-apa, dek. Abang mohon maaf." Ucap Ibas. Nadia hanya terdiam. Beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Ibas sendirian. Disitulah kali terakhir Ibas melihat Nadia. Orang yang mengisi cinta dihatinya selama lima tahun terakhir belakangan ini.

Dalam hati Ibas merutuki dirinya sendiri atas apa yang dilakukannya pada orang yang ia cintai. Ketidak Adilan dan kesakitsn yang ia tinggalkan pada wanita paling setia yang ia kenal. Kini ia bersanding dengan Aira diatas pelaminan.

"Saya memang mencintai kamu, bas.. tapi bukan begini caranya. Bukan untuk menyakiti kamu seperti ini." Ucap Aira sesaat sebelum Akad nikah dimulai.

"Kalau kamu mau batalkan pernikahan ini sekarang silahkan, Bas.. saya terima." Ucap Aira kemudian. Ibas melirikkan kedua matanya ke arah gadis yang nampak anggun dengan kebaya panjang dan dandanan lengkap yang berdiri disebelahnya itu.

"Tidak ada alasan saya untuk membatalkan semuanya, Aira." Ucap Ibas tegas sembari terus menatap lurus kedepan.

"Bas.. ini pernikahan, bukan main main.. bisa saja ayah saya memang atasan kamu yang memerintahkan kamu untuk menikahi saya tapi ini pernikahan menyangkut masa depan kamu, Bas.. menyangkut perasaan dan cinta kamu.. " ucap Aira dengan mata berkaca-kaca. Ibas kembali melirikkan matanya ke arah Aira dengan tatapan datar.

"Apa perasaan dan cinta saya itu penting sekarang ini?" Ucap Ibas dingin. Aira terdiam. Dia menatap Ibas tepat di manik mata cokelat lelaki itu. Air mata Aira pun menetes. Cairan bening itu meluncur bebas di pipi Aira tanpa diperintah.

"Kalau kamu tidak mau batalkan, biar saya yang batalkan." Ucap Aira sembari membalikkan tubuhnya. Tangan kekar itu meraih lengan Aira dan menghentikan langkah Aira.

"Saya terima semuanya Aira. Saya terima jadi suami kamu. Saya ikhlas menjalaninya.. " ucap Ibas dengan bersungguh-sungguh. Aira menatap manik mata cokelat Ibas yang terus memperhatikan dia.

"Aku tak ubahnya seperti sebuah perintah dan kamu adalah bawahan yang menerima perintah dari atasan yang membuatmu tidak bisa menolak semuanya dan menganggap pernikahan ini bagian dari tugas". Batin Aira. Air matanya kemudian kembali menetes yang segera ia hapus perlahan dengan tisue yang sedari tadi ia genggam.

Bersambung
22 Agustus 2020
jangan lupa tinggalkan jejak yaah..
🙏🙏🤗🤗💗💗

KAMU DAN KENANGAN (CERPEN ) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang