Menunggu dan bertemu dalam keabadian
***
Pagi itu Ibas berjalan dengan seragam loreng lengkap disebuah kompleks pemakaman yang sejak satu tahun ini selalu ia kunjungi pagi dan sore hari. Bunga matahari yang selalu menjadi bunga kesayangan Aira sang istri tak pernah lupa ia bawa. Sama seperti hari ini.
"Hai sayang.. Abang rindu.. tapi sepertinya Abang akan jarang berkunjung karena Abang dapat tugas di perbatasan Papua. Jauh. Aira jangan marah yaa kalau Abang jarang nengokin. Sekarang Abang udah jadi kapten. Aira sekarsng jadi Bu kapten. Eh bukan, Mayor. Hehe.. Abang pamit tugas ya sayang.. jangan lupa doakan Abang." Ucap Ibas. Setelah memanjatkan doa akhirnya Ibas beranjak setelah mencium nisan sang istri. Ia berbalik setelah menghormat ala militer pada pusara Aira.
Langkah Ibas terhenti saat manik matanya mengunci satu sosok yang berdiri tak jauh darinya. Yaa.. dia Nadia.
"Apa kabar?" Tanya Ibas yang menyempatkan diri berbincang sejenak dengan wanita itu.
"Kabar baik. Aku turut berduka atas berpulangnya Aira." Ucap Nadia pelan. Ibas yang terus memandang lurus kedepan hanya mampu mengangguk.
"Aku masih nunggu kamu, Bang.." ucap Nadia pelan dengan mata berkaca-kaca. Mendengar itu Ibas menoleh ke arah Nadia. Menatap lekat wanita yang duduk disampingnya itu, wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya dan menjadi wanita paling setia.
"Maaf Nadia.. Cinta Abang sekarang hanya untuk Aira. Walaupun Aira sudah berpulang tapi Abang akan tetap mencintai dia sampai akhir hidup Abang.." ucap Ibas dengan mata berkaca-kaca. Mendengar itu Nadia terkejut.
"Tapi bang.. Aira hanya ada sebentar dalam hidup Abang, apa Abang tidak memandang hubungan kita??" Tanya Nadia. Mendengar itu Ibas menatap Nadia.
"Walau Aira hanya mampir sebentar dalam hidup Abang, tapi karenanya Aira mampu memberikan kesan mendalam untuk Abang. Dia bukan sekedar istri tetapi juga sahabat. Nadia, Abang yakin kamu kelak akan menemukan lelaki yang jauh lebih baik dari Abang. Maafkan Abang dan Aira jika kami banyak bersalah padamu dan melukai hatimu terlalu dalam. Bukalah hatimu mulai sekarang Nadia.. Abang pamit dulu." Ucap Ibas seraya menepuk bahu Nadia dan berjalan meninggalkan wanita yang sedang menangis tersebut.
****
"Harimau.. hati-hati.. musuh terlalu banyak mengepung.", Ucap Renhard salah satu anak buah Ibas.
"Siap, Bunglon. Harimau mengintai.. kita kalah jumlah tapi tidak mungkin mundur. Siap kontak!" Ucap Ibas dari sambungan radio.
Dor!
Tiba tiba peluru tersebut melesat dari pistol teroris itu dan memaksa kontak senjata kembali terjadi di tengah hutan belantara dipedalaman Papua.
Tembakan menderu begitu santer terdengar baik dari pihak teroris maupun prajurit.
"Aaa...bunglon tertembak.. ulangi bunglon tertembak..", ucap Renhard. Ibas segera berlari kearah anak buahnya tersebut dan melindungi.
"Gimana?"
"Kena lengan kapten.. masih bisa bertahan. ", Ucap Renhard.
"Saya back up kamu dari depan. Kamu jaga belakang, kalau nggak kuat panggil saya. Bantuan segera tiba. Kita perlahan meluncur ke titik penjemputan." Ucap Ibas yang terus bersiaga menembakkan senjatanya ke arah musuh. Dengan tertatih Ibas memapah Renhard menuju titik penjemputan helikopter.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU DAN KENANGAN (CERPEN ) END
Short Story"Aku tak ubahnya seperti sebuah perintah dan kamu adalah bawahan yang menerima perintah dari atasan yang membuatmu tidak bisa menolak semuanya dan menganggap pernikahan ini bagian dari tugas". *** Hanya sebuah cerita...