Bab 4

483 49 6
                                    

Perintah atasan bagi seorang prajurit adalah sebuah tugas yang mutlak untuk dilaksanakan, prajurit tidak dapat mundur apalagi menolak tugas

***

"Ini rumah dinas saya, Aira..Ayo silahkan masuk." ucap Ibas sembari menenteng koper milik Aira. Aira mengedarkan pandangannya ke segala arah, melihat dengan detail rumah dinas sang suami yang kini menjadi rumahnya.

"Ini kamar kamu.. saya bisa tidur diruang kerja atau di sofa depan televisi. " ucap Ibas sembari mengantarkan Aira ke dalam kamarnya.

"Kenapa kamu tidak tidur juga disini?" tanya Aira saat Ibas hendak melangkahkan kaki keluar dari kamar tersebut. Ibas berhenti, menunduk dan membalikkan tubuhkan ke arah Aira.

"Aira, bagaimanapun juga saya laki-laki dan kamu perempuan.. Walaupun kita sudah resmi menjadi suami istri tapi --- enggg---" Ibas tak sanggup meneruskan ucapannya. Aira tersenyum getir ke arah lelaki berkaos polo tersebut.

"Saya tahu. Maaf... saya tidak tahu diri. Kamu menikahi saya tidak berdasarkan rasa cinta.. Semua hanya sebuah perintah atasan. Semua karena ayah saya.. Maafkan saya yang berharap lebih terhadap kamu, Ibas.." ucap Aira dengan senyum mengembang di wajahnya. ia segera berbalik membelakangi Ibas seraya menahan air matanya.

"Aira.. saya..."

"Saya paham, Ibas.. Maafkan saya. Seharusnya saat itu saya berpikir berjuta-juta kali sebelum saya menyatakan rasa cinta saya sama kamu --- Maaf.. pada akhirnya kamu harus menanggung semua hal buruk ini..Pada akhirnya kamu tidak bisa menolak dan mundur karena sebagai prajurit perintah atasan adalah tugas yang harus dilaksanakan. Saya---- janji saya akan memperbaiki semua kesalahan saya sama kamu --- jika waktunya tepat nanti saya akan menceraikan kamu ---" ucap Aira. Kali ini suara bergetar yang keluar dari mulut Aira dapat didengar jelas oleh Ibas. Lelaki itu berjalan mendekati Aira, merengkuh salah satu tangan Aira, membalikkan tubuh wanita yang telah menjadi isterinya dan menyatukan tubuh wanita itu dalam dekapannya.

"Tolong, Aira.. jangan katakan kata itu. Saya sudah berjanji dihadaapn sang pencipta untuk menjadikan kamu isteri saya, sekuat tenaga saya akan belajar untuk mencintai dan menerima kamu, Aira.. walau berawal dari perintah atasan tapi bagaimanapun juga semua kembali berhubungan pada pertanggungjawaban saya sama Tuhan.. Saya iklas menjadi suami kamu, Aira.. " ucap Ibas. Lelaki itu mendekap erat tubuh kecil Aira. Ini pertama kalinya mereka melakukan sentuhan fisik dan berhadapan sedekat ini.

"Saya tahu perjuangan kamu untuk menikah dengan saya tidaklah mudah, Ibas.. ada dua hati yang harus saya patahkan..ada dua cinta yang harus kandas karena ke egoisan saya.. saya sudah berulang kali menolak semuanya sama papa tapi saya nggak bisa.. maafkan saya Ibas.." ucap Aira sembari terus terisak.

"Aira.. saya ikhlas menjadi suami kamu. Sungguh.. kamu tidak perlu merasa bersalah seperti ini.. Tolong, jangan menangis lagi.. yaa.." ucap Ibas seraya melepaskan perlukan nya dan menghapus air mata Aira dengan ibu jari tangannya. Aira mengulas senyum tipis dibibirnya saat melihat wajah Ibas yang nampak begitu bijaksana.

"Kalau begitu kamu mau jadi sahabat saya kan Bas?" tanya Aira seraya mengulurkan tangannya.

"Let's be friend, Aira.." ucap Ibas sembari menyambut tangan Aira.

***

"Udah siap? Kita  sowan dulu ke rumah komandan, Wadan, sama Danki yaa.." ucap Ibas seraya mengenakan bajunya. Aira melongo dari kamar menatap heran pada suaminya.

KAMU DAN KENANGAN (CERPEN ) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang