Sedikit Terhibur

4 1 0
                                        

"Van, lo yang sabar yah. Gue yakin, suatu saat mereka pasti menyesal udah menyia-nyiakan lo" Ucap Shilla. Ia mencoba menenangkan Vany yang kini kini menangis sesegukan.

Yap. Setelah kejadian tadi sahabatnya yang lain mendesak Vany agar mau bercerita tentang masa lalunya.

"Gue..hiks..kecewa..Shill.." Shilla dan Cindy semakin mengeratkan pelukannya. Sedangkan Leon dkk hanya menjadi pendengar setia sekaligus mencoba menghibur Vany.

"Gue tau lo kecewa sama mereka. Tapi lo harus nunjukin sama mereka kalo lo harus bisa tanpa mereka sekalipun" Sahut Cindy menenangkan.

"Gila yah tu cewek! Gak tau terima kasih banget! Kalo bukan karna lo mungkin sekarang dia udah jadi gelandangan!" Geram Zean murka yang di balas anggukan oleh sahabat-sahabatnya.

"Ho-oh. Untung aja dia cewek! Kalo gak, tadi gue hajar habis-habisan!" Timpal Bagas. Bima dan Dewa mengangguk setuju.

"Udah. Lo gak usah nangis gitu. Kita bakal tetap ada di samping lo" Ucap Derick. Vany merasa hatinya sedikit menghangat mendengar ucapan Derick. "Makasih banget kalian udah ada buat gue" Vany tertunduk lesu. Ia tak menyangka bisa mendapat sahabat-sahabat seperti ini. Selalu berada di sisinya. Senang maupun susah.

"Lo lupa kalo kita udah sahabatan?" Tanya Leon. Vany menggeleng pelan. "Gue cuma terharu aja. Gue kira pas kejadian itu, hidup gue bakal jadi gelap. Gak dapat penerang sedikit pun. Tapi nyatanya gue salah" Vany tersenyum mengingat kejadian yang membuatnya seperti ini.

"Oh iya Van? Waktu lo di usir lo tinggal di mana?" Tanya Bima menautkan satu alisnya. Vany menoleh melirik Bima kemudian ia kembali tertunduk.

"Dulu gue ke panti asuhan yang gak jauh dari rumah gue. Sampe suatu saat ada keluarga baik hati yang mau ngangkat gue sebagai anak mereka" Jelasnya. Mereka semua setia mendengar penjelasan Vany.

"Gue seneng banget waktu itu. Tapi gue sedih karena orang yang ngangkat gue bilang kalo kita bakal tinggal di London, yang otomatis gue bakal kepisah jauh dari bonyok. Mereka selalu ngedidik gue. Ngebesarin gue sampe kek gini. Gue seneng banget bisa ngerasain kasih sayang yang gak pernah gue dapet dari orang tua gue"

"Sampe akhirnya ayah gue di pindah tugasin ke Indonesia. Gue sebenarnya kangen sama bonyok, tapi gue pikir mereka gak ngerasain apa yang gue rasain. Bahkan, dulu mereka hampir nyelakain gue"

Vany tersenyum getir mengingat kembali masa-masa suramnya. Sahabatnya yang lain menatapnya kaget setelah mendengar cerita Vany barusan. Bagaimana mungkin mereka mau mencelakai Vany, sedangkan Vany yang notabenya adalah anak kandung mereka?!.

"Setelah ayah sama bunda gue tau kalo bonyok mau nyelakain gue, ayah buat perusahaan papah hancur. Akhirnya mereka ngemis-ngemis minta maaf ke gue. Ayah gak maafin mereka. Gue sedih ngeliat mereka seperti itu, sampe akhirnya gue nyuruh buat tinggal sementara di rumah yang ayah sama bunda beliin buat gue yang tentunya tanpa sepengetahuan ayah sama bunda" Tambahnya lagi.

"Gue kira di situ mereka bakal berubah. Tapi nyatanya nggak!. Mereka malah manfaatin gue buat meras harta ayah. Bahkan mereka paksa gue buat nyerahin rumah itu buat mereka"

Shilla dan Cindy mengelus pelan lengan Vany berusaha memberi ketenangan. Terpancar raut wajah sedih, kecewa, marah dari tatapan gadis itu.

"Lo gak usah sedih Van, rencana Tuhan gak ada yang tau. Percaya deh habis hujan bakal ada pelangi. Lo gak usah khawatir, setelah semua masalah yang lo hadapin selama ini pasti bakal ada kebahagiaan setelahnya" Ucap Shilla tersenyum hangat.

"Lo percaya keajaiban kan? Percaya aja deh! Buktinya waktu itu ada orang baik yang mau ngangkat lo. Itu salah satu keajaiban yang Tuhan kasih buat lo. Mungkin setelah ini bakal banyak lagi keajaiban yang ada, tinggal nunggu waktunya aja." Sahut Cindy.

Air mata Vany kembali menetes. Ia memeluk kedua sahabatnya. Shilla dan Cindy membalas pelukan Vany. "Keajaiban buat gue udah nyata di depan mata gue sekarang. Bisa sahabatan sama kalian itu keajaiban terbaik yang pernah gue dapet. Gue seneng banget!" Ucapnya lirih.

"Uhh terhura aku tuhh!" Celetuk Dewa mendramatisir. Vany, Cindy dan Shilla mengendurkan pelukan mereka. Mereka lupa kalau di sini masih ada Leon dkk.

"Van, gue mau minta ijin nih sama lo" Vany menoleh pada Bima lalu menaikkan alisnya sebelah. "Gue boleh gak mutilasi mereka?" Tanyanya yang sukses mendapat jitakan di kepalanya.

"Njing! Napa pala gue lo jitak sih?! Kalo sampe gue geger otak gimana? Kalo sampe otak gue geser kekiri gimana?" Zean memutar bola matanya malas. "Lo mau jadi pembunuh? Kalo mau kenapa lo gak bunuh anak kucing aja?"

Bima menatapnya sinis dengan tangan yang senantiasa mengusap kepalanya yang sedikit terasa perih. "Gue gregetnya sama mereka dodol! Bukan ke anak kucing!"

"Ya udah, bunuh aja. Dengan begitu secara gak langsung lo keluar dari Derrgos!" Timpal Leon yang membuat Bima nyengir tak berdosa. "Gak jadi deh. Gue bunuh nyamuk nakal aja!"

Mereka yang ada di situ hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Bima yang 11-12 dengan Dewa. Sama-sama o'on.

"Kenapa lo? Kok jadi pindah haluan gitu? Lo takut yah??" Tanya Bagas terkekeh. "Gue gak takut bangke! Gue cuma...cumaa"

"Cuma apa sih? Yang jelas lo kalo ngomong, jangan setengah-setengah!" Hardik Zean kesal melihat tingkah temannya ini.

"Mau tau aja, apa mau tau banget??" Goda Bima menaik turunkan alisnya, membuat siapa saja yang melihatnya ingin muntah. "Hmm Bim?" Panggil Frans sambil melingkarkan tangannya di pundak Bima.

Bima menaikan sebelah alisnya pertanda 'apa?'

"Lo...udah pernah lihat tukang ojek bonceng gigi gak?" Tanyanya yang langsung mendapat gelengan dari Bima. "Lo mau liat?" Tanyanya lagi. Bima nampak berpikir sebentar kemudian mengangguk.

"Ada yang bawa tang gak?" Tanya Frans pada sahabatnya yang lain. Alis Bima kembali berkedut mendengar pertanyaan Frans. "Buat apa?" Tanyanya.

"Buat cabutin gigi lo lah!" Bima tercengang kaget sedangkan yang lain tertawa melihat ekspresi Bima. "Lo gila?" Ucapnya seraya melepaskan tangan kekar Frans dari bahunya.

"Lah kok nolak? Bukan lo yah yang tadi katanya mau lihat ojek bonceng gigi?!" Timpal Dewa terkikik. Bima mencabikkan bibirnya asal. "Yah bukan gitu maksud gue. Ya kali mau pake gigi gue, ntar ayang Shilla jadi jijik ngeliat gue" Ucapnya tak terima.

"Hueekk!" Shilla berjongkok seperti orang yang tengah muntah. "Eh Shill lo kenapa? Lo hamil?" Shilla melototkan matanya tajam pada Bima.

Zean menyikut perut Bima sedikit kasar. "Awshh... lo semua pada kenapa sih? Keknya hobi banget deh ngeaniaya gue?!"

Tanpa mereka sadari Vany tersenyum tipis melihat kelakuan absurd sahabat-sahabatnya. Ia meresa bersyukur di kelilingi oleh orang-orang yang sayang padanya.

"Itu udah jadi hobi baru kita. Jadi lo siapin aja kasa sama revanol buat ngobatin luka lo" Celetuk Zean yang di balas anggukan oleh Dewa, Bagas, dan Frans. Derick dan Leon? Mereka hanya menjadi penonton setia pada drama yang terjadi di depan mata. Mereka tau kalo ini hanya drama buat menghibur Vany semata.

"Anjir! Udah kek psikopat lo pada!" Hardik Bima kesal. "Biarin yang penting kita ngenikmatin, bener gak?!" Tanya Bagas yang langsung di angguki oleh sahabatnya.

"Gue mah apa atuh! Cuma tisu buat ngelap ingus doang" Gerutu nya yang membuat mereka tertawa.

JESLEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang