18. Berdua

1K 76 5
                                    

Zevanya menyeduh kopi hangat dengan pelan. Rasa hangat dari kopi itu bisa menjalar ke seluruh tubuhnya.

Di depannya, Axel juga melakukan hal yang sama dengan dirinya. Zevanya suka melihat Axel yang tengah menyeduh kopi pesanannya itu.

"Menurut lo gue gimana?"

Pertanyaan yang di lontarkan oleh Axel membuat Zevanya terkejut dan akhirnya tersadar dari lamunannya.

"Hah?" Zevanya tidak paham.

Axel yang semula fokus dengan cangkir kopinya kini menatap Zevanya yang ada di depannya. "Kurang jelas?"

"I--Iya," cicit Zevanya.

Axel menghela nafas sambil menyandarkan punggungnya. "Gue tanya ke lo, menurut lo gue itu gimana? Eh, lo nya malah ngelamun. Kenapa? Gue ganteng?"

Zevanya termanggu di tempatnya. Baru kali ini dia melihat dan mendengar Axel bicara banyak. Dan Zevanya kagum dengan itu.

"Enggak gitu, Kak," kata Zevanya pelan, menahan degup jantungnya yang berpacu kencang.

"Terus?"

"Menurutku, Kak Axel itu...kejam," kata Zevanya pelan.

Axel menganggukkan kepalanya. Dia mengakui jika dirinya itu kejam. Kejam. Cowok itu suka jika dia di takuti oleh siapapun.

Zevanya diam tanpa minat untuk menjawab karena takut. Namun, cewek itu terkejut ketika Axel menyentuh tangannya. Sontak, Zevanya langsung mendongakkan kepalanya.

"Tangan lo halus."

🌙

"Gue putuskan kalau gue bakal ninggalin bisnis ini. Gue serahin ke Rey. Tapi, Vetunus tetap ada dan gue bakal pimpin geng Vetunus sampai gue mati!"

Semua yang ada di markas kecil menganggukkan kepalanya sebagai tanda jika mereka paham dengan ucapan Axel.

David mendekati Axel. "Gue salut sama lo, Xel. Rajin belajar dan jangan lupa kasih kepastian sama tuh adik kelas."

"Nggak akan," jawab Axel, kemudian dia menyalakan rokoknya.

"Tidak ada yang nggak akan di hidup ini, Xel. Bisa aja lo kepincut sama dia, kalau gue lihat sih, dia cantik," Timpal Rey. David mengangguk setuju. "Setuju gue sama lo, Rey!"

Axel duduk di kursi sambil menatap rokoknya ada di sela-sela jarinya. Cowok itu tidak suka jika teman-temannya itu mencoba untuk memancing dirinya agar suka dengan cewek.

Axel masih tidak ingin berpacaran. Tapi, otaknya juga terkadang memikirkan Zevanya. Apalagi saat mereka di kafe tadi. Pikiran Axel jadi tidak lepas dari Zevanya.

"Tidak secantik Reyna tentunya," kata Vero dengan cengengesan. "Jangan mau sama adik kelas itu, Xel. Mending sama Reyna aja, udah cantik. Body nggak main-main, Bro!"

Rey berdecak. Dia tidak setuju dengan penuturan Vero. "Wah, nggak bisa gitu dong. Reyna itu kan pembawa pengaruh buruk buat Axel."

Axel menghela nafas melihat tingkah laku mereka itu. Dia mengambil jaketnya kemudian keluar dari markas. Pulang.

🌙

SMA Darmandes, 07. 49 WIB

Axel berjalan masuk ke dalam sekolah dengan siulan santainya. Walaupun masih pagi, seragam cowok itu sudah keluar semua dan tentunya tanpa memakai dasi.

Ketika masuk ke kelas, para teman-teman sekelasnya sudah duduk dengan rapi. Namun, masih belum ada guru. Wajah mereka tampak sedih, bahkan ada yang sampai menangis.

Ada apa ini?

Axel memutuskan untuk menghampiri David, Marvel dan Rey yang ada di bangkunya. Tidak ada Vero disana. Tumben sekali cowok kocak itu tidak ada.

"Kemana Vero?" Tanya Axel santai.

Namun, mereka bertiga tidak menjawab pertanyaan Axel. Axel di acuhkan membuat Axel berdecak kesal.

"He! Kalian di tanya kenapa nggak jawab!"

"Xel," panggil David. "Vero...meninggal."

"APA?" Axel terkejut. "Lo kalau bercanda nggak lucu, Vid!"

David menggelengkan kepalanya, dia sudah menduga kalau Axel tidak akal percaya jika Vero sudah meninggal. Axel bergeming di tempatnya. Tidak mungkin Vero meninggal.

Berarti, kemarin di markas itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Vero. Markas akan sepi tanpa Vero. Siapa yang membuat Vero meninggal? Axel akan membalasnya.

🌙

SMA Darmandes memulangkan murid-muridnya lebih cepat. Para guru akan melayat ke rumah Vero. Kematian Vero yang mendadak membuat mereka bertanya-tanya apa penyebab kematian cowok humoris itu.

"Kak Vero itu temannya Kak Axel kan?" Tanya Zevanya kepada Vera yang ada di sebelahnya.

"Iya," jawab Vera. "Kalau Kak Vero temannya Kak Axel, berarti sekarang Kak Axel lagi sibuk di rumah Kak Vero dong."

"Enggak kok."

Zevanya hendak menjawab namun suara berat dan serak menyelanya lebih dahulu. Sontak Zevanya dan Vera menoleh ke asal suara.

Axel berjalan ke arahnya, masuk ke dalam kelas yang sudah sepi dengan tangan yang di masukkan ke dalam saku celananya.

"Kak Axel?"

Axel melirik tajam ke arah Vera yang berdiri di samping Zevanya dengan sekilas.

"Aduh, Zev, gue lupa kalau di jemput sama bokap gue. Gue duluan ya, Zev?" Vera kemudian ngibrit keluar dari ruang kelas.

Zevanya hendak protes namun lagi-lagi Axel menyelanya.

"Temenin gue."

"Kemana, Kak?" Tanya Zevanya.

"Ke rumah Vero."

🌙

Zevanya turun dari motor Axel ketika sampai di depan rumah Vero yang ramai. Kabanyakan yang melayat adalah teman-teman satu angkatan dengan Vero. Kelas 12.

"Kak, aku nunggu disini aja ya?"

Axel menoleh. "Masuk!"

Mau tak mau Zevanya pun ikut masuk bersama Axel. Saat di dalam, Zevanya dapat melihat jenazah Vero yang sedang di bacakan surat yasin.

"Turut berduka cita ya, Tante," kata Axel sambil menyalami punggung tangan ibu Vero.

"Terima Kasih, Axel." Jawab Ibu Vero dengan sesegukan.

Setelah itu, Axel mengajak Zevanya duduk di luar. Mereka duduk bersebelahan. Zevanya jadi risih karena di tatapi oleh kakak kelasnya itu. Rasanya dia seperti menjadi pusat perhatian.

"Gue nggak nyangka temen gue meninggal secepat ini, Zev," kata Axel memulai pembicaraan.

Zevanya menarik nafas pelan. "Kita berdoa saja, Kak, semoga Kak Vero dapat tempat yang terbaik disana."

Axel diam. Tangannya terkepal. Dalam hati, dia bersumpah akan membalas dendam kepada orang yang sudah membunuh Vero.

Axel [My Love Badboy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang