"Arghtt...sialan!"
Faresh galau setengah mampus, mungkin sekarang kadar galaunya melebihi ketika Letta menghilang. Setelah nyambar jaket yang tergantung di balik pintu kos, tanpa berpamitan ke Jidan yang tengah mandi, Faresh langsung jalan keluar sembari menyusuri trotoar di senja hari.
Kepalanya pusing memikirkan hal-hal yang terasa menggangu, terlebih lagi, Faresh bener-bener gak tau hatinya untuk siapa sekarang. Letta selaku cinta masa lalunya atau Brian sang pendatang baru? Apa boleh Faresh memiliki keduanya?
"Ck, tau gini mending gue kencan sama lumba lumba aja sekalian." Sepanjang perjalanan, lelaki manis tersebut gak henti hentinya menggerutu, ngebuat pejalan lain seketika menjaga jarak karena keanehan yang Faresh tunjukkan. Untung aja mukanya manis jadi gak bakal diseret satpol pp.
Capek ngoceh dan kaki mulai terasa berat, Faresh akhirnya memutuskan untuk mendudukkan diri pada salah satu bangku yang memang disediakan sebagai tempat beristirahat. Ngelempar badan dengan kasar ke atas kursi, Faresh kemudian ngehela nafas pelan. Wajahnya nampak bener-bener memprihatinkan.
"Resh, kenapa kisah cinta lo rumit gini sih?" Di satu sisi gak ingin melepas, di sisi lain merasa harus memulai kisah yang baru.
Kalau aja ada bunga di sekitarnya, udah pasti bakal Faresh petik terus nyabutin satu persatu kelopaknya sambil ngegumam gumam 'Brian, Letta, Brian, Letta'. Gitu aja terus sampai kelopak terakhir tersisa dan nama tersebut akan dia pilih sebagai pasangan terus mereka hidup bahagia selamanya, tamat.
Seandainya kehidupan berjalan sesederhana dongeng anak-anak, dimana pemeran akan selalu mendapat ending yang bahagia, gak peduli seberapa berat masalah yang dijalani. Padahal aslinya Faresh anak yang lumayan cuek, tapi untuk sekarang dia malah bertransformasi jadi sad boy yang sering bikin status alay di twitter.
Ngerasa hidupnya makin gak jelas serta langit yang kian menjingga, Faresh memutuskan untuk balik ke kos, toh dia udah jalan cukup jauh saat ini. Namun baru beberapa kali melangkah, mata Faresh langsung terpaku pada sosok wanita dengan pakaian gipsy yang tengah duduk di rumput pinggir jalan, lengkap dengan alas dan juga sebuah bola aneh di hadapannya.
Satu yang Faresh pikirkan saat itu 'kok dia gak ditangkep satpam?'.
Mencoba mengabaikan, Faresh kemudian berlalu gitu aja, paling cuma orang yang lagi ngecosplay jadi gembel, atau jangan-jangan dia intel?
"Hey nak."
Langkah Faresh terhenti, menolehkan kepala ke arah wanita aneh tersebut hanya untuk memastikan kalau bukan dirinya yang dipanggil. Tapi sayang pemikiran Faresh salah karena si wanita memang tengah menatap ke arahnya.
Dengan langkah ragu, muka cengo dan juga jari yang nunjuk diri sendiri, Faresh berjalan mendekat, "Saya?"
Sosok tersebut mengangguk, "Saya madam Boa, seperitnya kamu tengah mendapat cobaan yang berat, Faresha."
Oke, Faresh makin cengo, ini kok rasanya creepy banget dah? Ya pikir aja, gimana gak serem kalau ada orang aneh di pinggir jalan yang tiba-tiba tau namanya.
"Darimana madam tau?"
Si madam cuma senyum tipis kemudian nunjuk bola kristal yang lebih mirip mainan anak-anak di hadapannya, "Kristal ini memberitahu semuanya."
Di zaman sekarang, tentu merupakan hal yang wajar kalau Faresh gak percaya, bisa aja ini cuma tipu muslihat terus ujung-ujungnya Faresh bakal dihipnotis.
"Ingin mendapat jawaban atas masalahmu?"
Ketik *#*#, gak. Bukan itu.
Faresh mandang ragu. "Ba-bayar gak?"
Wajar dong, kan gak lucu kalau dia diramat terus tiba-tiba dimintai bayaran selangit.
Namun untungnya sang madam menggeleng pelan, "Tidak, saya tak perlu bayaran untuk membantu orang lain."
Karena gak bawa duit atau barang berharga yang berpotensi untuk dirampok kecuali harga diri- Faresh akhirnya menyanggupi penawaran tersebut, ya iseng iseng aja, siapa tau nanti masalahnya bisa beneran terselesaikan.
"O-oke, saya coba."
"Silahkan duduk."
Faresh nurut aja kemudian duduk di hadapan si madam. Senyum canggung terpatri di wajah lelaki manis tersebut ketika orang-orang yang tengah berlalu lalang natap aneh ke arah mereka. Tapi persetan lah, udah terlanjur juga.
"Silahkan letakkan telapak tanganmu di atas kristal."
Lagi, Faresh nurut aja tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Madam Boa kemudian memejamkan matanya, menyentuh punggung tangan Faresh dan gak lama setelah itu- kristal tersebut nampak mengeluarkan cahaya samar. Faresh menatap kagum.
"Woah trick apaan tuh? Keren."
Sang madam kemudian ngebuka mata kembali lalu ngelepas tangan Faresh, "Dalam waktu dekat ini kamu bisa menentukan pilihan, namun perpisahan salah satu dari mereka terasa sangat menyakitkan. Takdir yang akan membantumu untuk memutuskan."
━━━━━━━━━ ✎ ━━━━━━━━━━
l i t t l e s p a c e
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━Alih-alih balik ke kos kayak rencana awal, Faresh malah ngebawa kakinya untuk pergi ke rumah sakit tempat Letta dirawat. Entahlah, tapi ucapan wanita aneh tadi ngebuat Faresh ngerasa was was.
Perpisahan menyakitkan? Faresh akan kehilangan salah satu dari mereka? Tapi, siapa?
Pemuda manis tersebut mencoba menepis segala pertanyaan yang bersarang di kepalanya begitu mendapati mama Letta yang tengah duduk pada kursi yang ada di depan ruang rawat. Dengan langkah cepat, Faresh akhirnya sampai di hadapan Arum.
"Tante." Faresh menganggil, ngebuat pandangan Arum yang semula menunduk menjadi mendongkak seketika.
Yang lebih muda tertegun, kondisi beliau nampak gak baik, kantung mata yang semakin menebal dan juga maniknya yang terlihat memerah. Faresh yakin seratus persen kalau sosok di hadapannya telah menangis dalam waktu yang lama. Sosok tersebut mencoba ngulas senyum begitu menyadari kehadiran Faresh di hadapannya.
"Tante nangis?" Faresh bertanya khawatir karena Arum gak kunjung membuka suara.
"Ah maaf ya, kamu belum bisa ketemu Letta sekarang, kondisinya mendadak down."
Entah kenapa, detik itu juga Faresh seolah mendapat benang merah dari segala pertanyaan yang muncul di kepala. Semua terjawab dan Faresh terlalu takut untuk memikirkan bayangan mengenai pilihan yang akan takdir berikan.
Untuk sekarang, bolehkah ia berhenti berharap?
To Be Continue
Dahlah gak ngerti aku gak ngerti, gak tau aku gak tau.
Gaya kepenulisannya berubah ubah gak sih? Kadang bego kadang mellow juga, atau cuman perasaanku aja?
Tertanda, 14/12/2020
Bee, aku punya martabak :>
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Space [Changlix] ✔
Fanfiction[SUDAH TERBIT] Di sisa libur semesteran, Faresha Sehan Narendra memutuskan untuk melamar pekerjaan sebagai seorang male nanny. Cukup sederhana, ia hanya perlu mengasuh balita sambil menunggu perkuliahan kembali berlangsung. Menemukan lowongan di sal...