Chapter 17 - Kebohongan Paling Indah

5.3K 1.1K 134
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Baru aja Faresh pengen ngejar Jidan untuk ngejelasin semua kesalahpahaman ini, tapi tangan mungilnya udah keburu ditahan sama Reno. Faresh berhenti kemudian membalikkan badan lalu natap heran ke arah yang lebih tua.

"Resh, kita perlu ngomongn sebentar." Reno berucap dengan wajah serius yang jarang dia tunjukkan.

Faresh keliatan bimbang, itu kalau Jidan gak dikejar, masalahnya pasti bakal lebih runyam, "Sebentar kak, gue mau ngejar Jidan dulu."

Pas Faresh hendak berjalan pergi, tangannya lagi-lagi dihentakkan oleh Reno hingga lelaki manis tersebut sedikit terhuyung ke belakang.

"Gue suka sama lo."

Percayalah, respon yang bisa Faresh berikan hanyalah bengong dengan wajah cengo. Pernyataan barusan sangat mengejutkan, gak pernah sekalipun terlintas di kepala si koala kalau Reno naruh perasaan lebih ke dirinya.

Di sisi lain, Brian yang keberadaannya udah terlupakan juga cukup kaget, tapi si tampan lebih memilih untuk diem sambil ngeliat kelanjutan dari adegan drama di hadapannya.

Reno mandang Faresh tepat di mata, menunjukkan kalau dia gak main main sama ucapan barusan.

"Ta-tapi...tapi-" Faresh mandang ke arah Brian, meminta pertolongan.

"Lo mau gak jadi pacar gue?" perhatian Faresh kembali teralihkan ke Reno, pandangan itu- kini terlihat lebih menuntut dari biasanya.

"Gue...gue..." Faresh mengedarkan pandangan ke segala arah, mencoba mencari alasan yang tepat.

Menyaksikan hal tersebut, Brian pun ngehela nafas pelan, berjalan mendekat sebelum akhirnya ngerangkul pundak sempit Faresh.

"Ayo pulang." Brian lalu narik tubuh si mungil hingga tangannya lepas dari genggaman Reno.

Tunggu! Reno sama sekali gak ngerti.

"Bri, maksud lo apaan?" Reno bertanya dengan tatapan kebingungan yang masih ia layangkan ke arah dua manusia di hadapan.

Brian menghentikan langkah, otomatis ngebuat Faresh berhenti pula. Dengan menolehkan sedikit pandangan ke belakang, Brian berujar dengan nada yang gak bisa dibantah, "Lupain Faresh, dia milik gue."

Agar terlihat lebih meyakinkan, Brian menurunkan tangan kemudian menautkan tangan ke telapak yang lebih mungil, menggenggam jari Faresh dengan erat lalu menariknya untuk segera keluar dari cafe.

━━━━━━━━━ ✎ ━━━━━━━━━━
l i t t l e  s p a c e
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Di mobil, Faresh seketika berseru heboh. Sumpah, tadi Brian udah menyelamatkan dirinya dari situasi yang berada di luar kendali.

"Gila sih, gue gak nyangka Reno suka sama gue, Jidan tau gak? Gue harus apa aaaa!" dengan suara beratnya Faresh mulai ngerang frustasi mengingat sohib tupainya yang udah gak ada dimanapun. Sial, Faresh sampai lupa ngejar tuh anak tadi.

Ngeliat tingkah Faresh, entah kenapa Brian justru terkekeh gemes, lucu aja gitu. Pemuda leo tersebut lantas mencondongkan tubuh ke kursi penumpang, memakaikan Faresh sabuk pengaman karena tuh anak kerjaannya dari tadi cuma menggeliat gak jelas kayak singa laut lagi nari strapless.

Setelah selesai dengan kehebohan yang ia buat, Faresh kemudian beralih ke Brian yang lagi sibuk mandang ke arah depan, fokus nyetir supaya mobil yang mereka tumpangi gak kebalik gara-gara nabrak tiang lalu lintas.

"Makasi kak udah nolongin, serius gue gak tau harus apa, gak enak juga nolaknya."

Brian noleh sebentar ke arah Faresh lalu senyum ganteng, "Gak apa, lagipula yang tadi gak semuanya bohong."

Kening Faresh mengernyit samar, "Hah, maksudnya?"

Brian menggelengkan kepala, melemparkan pandangan ke jendela luar ketika mobil berhenti karena lampu lalu lintas berubah merah.

Sial, kenapa pula mereka kena lampu merah di situasi kayak gini, Faresh kan jadi lebih mudah menuntut jawabannya. Berpikir selama beberapa detik, pada akhirnya Brian memilih untuk menghindar.

"Gak, lupain aja."

━━━━━━━━━ ✎ ━━━━━━━━━━
l i t t l e  s p a c e
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Sore hari Faresh dateng ke kos untuk ketemu sama si tupai. Setelah ngetok pintu kamar–yang seumur umur gak pernah dia lakuin- kini Faresh bisa berhadapan langsung dengan Jidan yang berdiri dengan pandangan gak biasa.

Tanpa babibu, sebelum Jidan ngebanting pintu di hadapan, Faresh langsung menyampaikan niat dan tujuannya dateng ke sini, "Ji maafin gue, sumpah gue gak tau kalau-"

"Gak apa, bukan salah lo Resh." Jidan langsung memotong ucapan Faresh pas tau kemana arah pembicaraan. Bukannya gimana, Jidan cuma belum mau denger segala hal yang terjadi di café tadi siang. Ia masih belum siap.

Faresh malah ngerasa makin gak enak sekarang, "Sumpah Ji, gue bakal ngomong ke Reno."

Jidan menggeleng kecil kemudian ngulas senyum tipis, "Gak usah Resh, gue gak apa. Jangan khawatir."

Faresh mandang Jidan dengan tatapan menyelidik yang dibalas kedikan bahu acuh dari lelaki imut di depannya. Faresh kadang heran, padahal Jidan itu mungil, ngegemesin dan lucu. Kenapa pula Reno bisa suka sama dirinya yang notabene gak punya kelebihan apa-apa, bahkan wajah aja dipenuhi sama bintik-bintik hitam.

Kalau diliat liat, Jidan jauh lebih layak untuk dicintai oleh Reno ketimbang dirinya.

"Seriusan?" Faresh bertanya memastikan karena masih ngerasa ada keraguan dalam hatinya.

Yang lebih tua sehari memilih untuk menganggukkan kepala guna ngeyakinin Faresh kalau dia baik-baik aja, meski pada kenyataannya, Jidan bahkan gak tau apa yang tengah ia rasakan sekarang.

Pemuda mungil tersebut mendadak ngegaruk tengkuk dengan canggung. Pandangan mengedar ke sekitar, untuk sementara gak mau natap mata jernih Faresh dulu.

"Ta-tapi bisa gak lo tetap tinggal di tempat Brian? Bukannya gue benci atau gimana, gue cuma...perlu waktu."

Faresh menelisik pemuda di hadapannya selama beberapa detik lalu ngehela nafas setelahnya. Mungkin Jidan masih perlu menenangkan diri, maka dari itu, Faresh memutuskan untuk menganggukkan kepala. Gimanapun Faresh paham kalau Jidan belum mau ketemu sama dirinya untuk sementara waktu. Dan juga, Faresh lebih tau dari siapapun mengenai perasaan yang Jidan miliki pada lelaki kelahiran Oktober tersebut.

Ngulas senyum simpul, Faresh pun mengiyakan, "Oke."

Hahh...padahal Faresh pikir kalau dirinya udah gak perlu tinggal di tempat Brian lagi. Tapi sayangnya takdir berkehendak lain. Semoga Jidan cepet ngerasa baikan sebelum sesuatu yang gak diinginkan terjadi dalam apartemen milik pemuda tampan tersebut.

 Semoga Jidan cepet ngerasa baikan sebelum sesuatu yang gak diinginkan terjadi dalam apartemen milik pemuda tampan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Tertanda, 09/11/2020

Bee, ada yang kangen ff ini?

Little Space [Changlix] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang