Dates AU: Starbucks & You

1.2K 105 20
                                    

DITA POV

Setiap Sabtu, Denise dan aku selalu punya jadwal rutin, yaitu pergi ke Starbucks dan hang out di sana. Kebetulan, kami sama-sama suka kopi, jadi ya wajar aja kalau sering hang out di coffee shop.

Sebagai Kakak yang baik, aku selalu bersikap adil ke semua member. Apalagi Jinny, dia selalu mengajakku makan di luar, soalnya kalau gak diiyain nanti uring-uringan seharian penuh. Jadi, daripada capek dengerin gerutuannya Jinny, yaudah aku lakuin aja keinginannya.

Padahal, dari semua member, Jinny lah yang paling sering aku ajak main.

Kadang aku merasa bersalah ke Denise, yang notabennya pacar aku, tapi kami justru malah jarang kencan. Untungnya, dia gak terlalu mempermasalahkan hal itu, karena dia juga suka asyik dengan dunianya sendiri.

Ya, Denise kalau gak main game, ya, nonton Brooklyn 99, jadi dia gak masalah kalau aku sering tinggal buat kencan dengan yang lain.

Kadang aku beruntung Denise seperti itu.

Kadang aku juga kesel sama sifatnya itu.

Karena itu, akhirnya aku dan dia buat kesepakatan kalau hari Sabtu adalah hari kami berdua, karena kalau Minggu, si Denise harus ke gereja. Dia 'kan anak Tuhan yang taat.

Lagian, hari Sabtu 'kan juga bisa sekalian satnite, biar kayak orang-orang pacaran gitu deh.

Denise pun mengerti kalau Sabtu adalah hari kami, jadi dia selalu bangun pagi setiap hari Sabtu, bahkan mandi dan sarapan tepat waktu, mengesampingkan sebentar serial Brooklyn 99 dan game PUBG-nya.

Seperti sekarang.

"Baby, kamu udah mandi?" Aku bertanya saat melihat dia sedang duduk di ruang tamu sambil menyantap cookies buatannya.

"Yash, udah dong. Kamu cepet mandi, babe, nanti sarapan pakai cookies buatan aku. Enak, loh, masih hangat lagi."

"Aman gak itu cookies?" tanyaku setengah meledek.

"Duh, of course, bruh. Masa kamu meragukan orang yang cita-cita masa kecilnya mau jadi chef?" Denise merespon dengan senyuman bak matahari menghiasi wajahnya.

Heran sama Denise, kok dia lucu banget kalau senyum gitu. 'Kan jadi pengen cium.

"Oke, aku percaya deh," kataku berusaha mengabaikan senyumnya yang terlampau manis itu.

Tapi, anak Texas itu malah berdiri dan menghampiriku, kemudian mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Mandi sana, bubu." Lalu, mencium bibirku sekilas.

Aku terkesiap. "Hey, itu curang! Gak bilang-bilang, malah main cium aja!"

Denise hanya tertawa, lalu duduk lagi di tempatnya tadi, sementara tangannya memberi isyarat padaku agar segera pergi dari hadapannya.

Anjir, abis dicium langsung diusir.

Aku pun langsung pergi ke kamar mandi seperti yang dia minta, meski dari kejauhan, aku bisa mendengar Denise masih tertawa.

***

"Babe, mau nyobain minumanmu, dong," pintanya saat kami sudah di Starbucks.

Kami duduk di dekat jendela, sementara dua gelas kopi dan dua cakes sudah nangkring di atas meja. Denise membawa laptop-nya segala, entah untuk apa, aku juga gak bertanya. Tapi, saat aku lihat dia sekilas barusan, sepertinya lagi mengaransemen.

Aku pun memberikan minumanku padanya. Sementara, aku mencicipi cake-nya. Kami memang punya kebiasaan selalu nyicipin makanan dan minuman masing-masing, khususnya Denise. Soalnya, dia suka penasaran sama yang aku pesan.

A Day in the Life of D&dTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang