Dita x Jinny (a throwback)

936 68 11
                                    

DENISE POV

Sebelum aku dan Dita memulai hubungan, sebenarnya aku sering cemburu sama kedekatannya Dita dan Jinny.

Jinny adalah sahabatnya Dita, karena dia duluan yang mengenal dan menemaninya saat perempuan berdarah Indonesia itu belum bisa Bahasa Korea dan gak punya siapa-siapa di sini. Jinny yang ada di sampingnya ketika dia masih mengalami culture shock saat awal-awal tinggal di Korea. Jinny yang ada di sampingnya ketika Dita dan Léa kesulitan buat berkomunikasi.

Tapi, Jinny juga temanku. Teman baikku malah. Aku menyayanginya seperti saudaraku sendiri. Rasanya, kalau aku harus cemburu karena Jinny dekat sama Dita, itu konyol banget. Soalnya, aku bisa mengenal sosok Dita karena Jinny.

Dita juga bisa kenal aku karena Jinny.

Ibaratnya, aku cuma orang baru di antara mereka berdua, jadi aku kadang harus tahu diri. Meski rasanya nyesek juga setiap melihat interaksi mereka berdua di hadapanku. Mesra banget soalnya.

Aku emang lebih sering melihat Jinny yang manja ke Dita atau gombalin Dita, tapi Dita selalu membiarkan itu semua dan bahkan meresponnya beberapa kali. Kalau aku gak kenal mereka, mungkin aku bakal menyangka mereka pacaran.

Dan itu membuatku gak nyaman. Soalnya, aku suka sama Dita.

Waktu itu, aku yakin kalau Dita gak akan membalas perasaanku, jadi aku terus menahannya mati-matian. Meski pun gak mudah karena Dita suka banget manja-manja ke aku.

Waktu itu, gak ada yang tahu soal rasa sukaku padanya, kecuali Talia dan Courtney, karena mereka sahabat karibku dan mereka ada di Houston yang jaraknya sangat jauh dariku. Jadi, kesempatan mereka buat beberin perasaanku ke Dita itu tipis banget.

Demi menjaga rahasia itu dengan baik, aku bahkan harus sembunyi-sembunyi setiap aku cerita soal Dita ke mereka, supaya gak ada yang menguping pembicaraan kami bertiga dan berakhir membahayakan posisiku.

Dita adalah orang yang manis. Aku udah tahu itu dari awal melihatnya di story Jinny. Pantes aja Jinny bucin banget ke Dita sampai isi Instagram-nya kebanyakan sama Dita, kapan lagi bisa menemukan teman sebaik dan semanis dia?

Aku juga setuju sama Jinny. Bedanya, aku juga berharap dia bisa jadi pacarku, bukan cuma seorang teman.

Kami bertiga suka jalan bareng, pergi ke berbagai tempat untuk melampiaskan penat karena latihan keras buat debut. Menyenangkan banget mengunjungi banyak tempat yang menarik bareng mereka berdua. Apalagi, mereka sama-sama suka ngomong pakai Bahasa Inggris, jadi nyambung banget sama aku yang terbiasa ngomong Bahasa Inggris di kehidupan sehari-hari.

Sebenarnya, aku bukan orang yang suka memikirkan hal-hal seperti ini, tapi aku selalu merasa jadi nyamuk di antara mereka berdua, meski pun kami bertiga itu klop banget sebenernya. Sedih banget ketika aku harus melihat interaksi mereka berdua sendirian, tanpa ada orang lain yang bisa aku ajak ngobrol ketika mereka udah mesra-mesraan. Entah itu melihat mereka saling bisik-bisik atau bahkan peluk-peluk, aku udah lihat semua, sampai aku cuma bisa diam atau ngomong sendiri atau mungkin main handphone aja.

"Dit, kamu pakai jaketku, ya? Lagian, lupa bawa jaket segala," kata Jinny sambil menyerahkan jaketnya ke Dita saat Dita sedikit menggigil. Padahal, di situ aku udah berniat melepaskan jaketku dan memberikannya ke Dita. Sayangnya, aku kurang cepat.

Dita mengambil jaket itu sambil tersenyum manis banget dan mereka pun berjalan sambil pegangan tangan, meninggalkanku yang cuma bisa menatap mereka dengan nanar.

Tadinya, aku mau balik aja ke dorm atau pergi ke suatu tempat sendirian, tapi gak jadi, soalnya gak lama kemudian, Dita menghampiriku lagi. Dia menggenggam tanganku.

A Day in the Life of D&dTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang