DENISE POV
Seperti biasa, suasana dorm gak pernah kenal yang namanya tenang. Tentu saja hal itu disebabkan karena Léa, Jinny, dan Soodam.
...dan aku...
Hey, tapi aku gak sesering mereka, ya!
Kayak sekarang, contohnya. Di dapur, aku bisa mendengar Jinny mengeluh ke Dita kalau dia lapar banget. Kenapa coba harus ngeluh ke pacarku? Emangnya dia agen makanan apa?
"Dita, aku lapar banget! Mau makan! Lapar banget!" katanya pakai Bahasa Indonesia. Mungkin, biar Dita luluh kali, ya, terus beliin dia makan, deh. Licik juga Jinny.
Di sisi lain, tepatnya di dekat mesin cuci, aku bisa mendengar Léa misuh-misuh sendiri karena cucian Soodam yang masih numpuk sejak lima hari yang lalu.
"Dami, itu cucianmu cuci, dong! Aku risih lihatnya. Mau sampai kapan kamu diemin di sini, sih?"
Soodam langsung meminta maaf sambil cemberut. Mana imut banget lagi wajahnya, kayak kelinci.
"Dita, Léa marahin aku, Dita!" Lalu, lari ke Dita yang masih pusing ngurusin Jinny.
Kasihan, Dita, dia harus mengurus dua bayi besar yang gak ketolongan manjanya. Karena itulah, aku sebagai pacar yang baik berusaha untuk gak ikutan bertingkah manja seperti mereka, biar dia gak makin pusing. Biar aku bisa jadi satu-satunya tempat di mana dia bisa manja-manjaan.
Aku memperhatikan kelakuan mereka dengan tatapan malas.
"Dami, cuci bajumu! Udah bau itu, gak enak banget sampai ke sini aromanya!" kataku pada akhirnya.
Haha, kalian pikir aku gak akan ikut nimbrung? Kalau urusan ngeledekin Soodam, aku harus ikutan!
"Dita, Denise juga sama jahatnya!" Soodam mengadu lagi ke Dita, sampai membuat perempuan berdarah Bali-Jogja itu melihatku dengan tatapan tajam. Sementara, aku cuma bisa nyengir lebar saja, lalu kabur ke kamar.
Ah, tenang banget kalau udah di kamar. Aku pengen melakukan sesuatu, nih, mumpung lagi gabut. Mulai series baru d Netflix, gitu? Atau mabar aja, ya? Atau main gitar?
Ah-ha, aku mandi dulu, deh. Gerah banget soalnya.
Mengabaikan empat kakak yang masih berkutat dengan keributan yang mereka buat, aku masuk ke kamar mandi. Gak lupa bawa handphone juga, biar aku bisa gunain pas lagi BAB. Bosen soalnya kalau cuma diem aja, apalagi harus ngedengerin yang di luar masih saling teriak satu sama lain.
Selama beberapa saat, aku asyik menabung sambil scrolling Instagram. Semua hal yang berkaitan dengan Ateez, aku like dan save. Selain bucin ama Dita, aku juga bucin ama Ateez. Aku suka lagu-lagu mereka, dan vocal mereka, dang they're cool.
Setelah selesai, aku menaruh handphone-ku di tempat aman, lalu melanjutkan kegiatan mandiku.
Tunggu, apa aku doang yang kalau mandi, sampai butuh waktu satu jam?
Kadang, aku juga bingung kenapa sampai selama itu. Dita pun sering mengomel padaku. Emang sih, aku kalau mandi sekalian bersihin kamar mandi juga. Jijik kalau kotor soalnya. Karena itulah, aku selalu mandi paling belakangan, biar gak ada yang nungguin lagi setelahnya. Tapi, ketika mau latihan, member lain pasti kesal karena harus menungguku selesai mandi dulu.
Hehe.
Saat udah selesai mandi dan ganti baju, rupanya suasana di luar sudah tenang. Baguslah, gila aja kalau masih ribut, apa mereka gak capek?
Aku udah bersiap-siap keluar dari kamar mandi, bahkan aku udah membuka kuncinya, tapi saat aku mengambil langkah selanjutnya, aku malah kepeleset.
BRUK!
KAMU SEDANG MEMBACA
A Day in the Life of D&d
FanfictionIt's about Secret Number's married couple, Denise x Dita