Part-4 {Jadian?}

69 48 5
                                    

"Gajian, sama Jadian, emang beda tipis, jadi jangan salahkan gue, kalo lo jadian, gue minta traktiran."

~Arisha~
🌠🌠

"Kamu ingin tau? Namanya, adalah__" yesha lagi-lagi menghentikan ucapannya, membuat wajah ima yang semula sudah memerah menahan kesal, menjadi semakin merah.

1 detik,

2 detik,

3 detik,

6 detik,

Klek, bunyi seatbelt dilepas. Yesha mendekatkan wajahnya ke adiknya, menarik nafas pelan, lalu berucap tepat disamping telinga ima dengan lirih namun cepat. "Kamu benaran ingin tau ya? Kenalan aja langsung sama orangnya, kan satu sekolahan, kakak kasih bocoran deh, dia anak kelas XII ipa-1, jangan lupa besok di cari, bila perlu datangi kelasnya aja, kalau sudah tau namanya, tinggal pdkt aja deh!" Setelah puas mengatakan hal yang mungkin akan menambah kekesalan sang adik, yesha langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Meninggalkan ima yang masih berusaha mencerna apa yang di katakannya barusan.

Setelah sang kakak menghilang di balik pintu baru lah ima tersadar. "KAK YESHA!!" teriak ima frustasi, lalu keluar mobil mengejar kakaknya yang saat ini sedang tertawa terbahak-bahak, mendengar teriakan dari adiknya itu.

***

"Ima, nyontek dong? Tinggal 4 soal nih, gue gak bisa!" firza menatap ima dengan tatapan yang dibuat semelas mungkin. Berharap orang di samping nya ini mau memberikan jawaban. Namun, bukannya memberikan jawaban, ima malah menyumpal telinganya dengan earphone, membuat firza merasa kesal. Lalu dengan lancangnya firza menarik salah satunya, dan berhasil membuat sang empu menoleh seketika. Firza tersenyum manis.

"Ada apa sih, za?!" Tanya ima setengah membentak. Namun, dengan volume yang di kecilkan agar tidak di dengar guru.

"Ma, bantuin gue, pliss!" Mohon firza, semakin memelas. "5 menit lagi! Gue gak bisa, pliss, nanti waktu istirahat gue traktir ice cream kesukaan lo deh, ya?"

Ima mulai jengah dengan kelakuan firza, padahal ini bukan pelajaran matematika atau sejenisnya, yang bisa membuat kepala pusing.

Huft...ima menghela nafasnya pelan, "yang mana yang gak bisa?" Tanya ima akhirnya. Membuat firza melebarkan senyumnya.

"Ini," tunjuk firza. "Filsuf romawi mengatakan bahwa 'sejarah adalah guru kehidupan' ada__"

"Cicero" potong ima, "lanjut cepet!"

"Istilah dalam peristiwa sejarah itu abadi, yaitu..."

"Immortal, sudahkan? Gue masih kurang dua, jangan ganggu lagi!"

Saat ima akan mulai mengerjakan lagi, tiba-tiba firza memegang tangannya. "Gue juga masih kurang dua, ima!" Firza lagi-lagi memohon. Tidak peduli bahwa mungkin ima akan semakin kesal, yang penting nilai tidak jadi taruhan. Begitulah firza.

Ima menatap tangannya sebentar, kemudian menatap firza. "Yaudah sama kan? Lepas, gue mau ngerjain dulu, kalo lo ingin tau jawabannya, Jangan ganggu, gue selesaiin ini bentar!"

"Iya, maaf deh!" Firza melepaskan tangan ima.

***

"Oyy!" Yasna nyelonong masuk ke kelas ima.

Ima menoleh sekilas, kemudian, melanjutkan kegiatannya. "Gak ke kantin?" Yasna duduk di samping ima.

Ima menggeleng, "enggak, gue mau nyelesaiin baca novel aja."

"Ohh, yaudah kalo gitu, gue minta tolong firza bawa kesini aja lah makanannya, lo makanan seperti biasa kan?" Yasna mulai memainkan hp-nya.

"Emang firza mau lo suruh beliin? Kalian juga masih baru bertemu gitu? udaah, jangan berharap ke yang gak pasti deh, mending lo kekantin sendiri aja, lagipula kantin dari kelas gue juga gak jauh-jauh amat!"

"Gak mau lah, kalo sendiri kekantinnya, lagi pula firza pasti mau kok tenang aja!" Ujar yasna yakin.

"Kenapa lo yakin banget kalo firza mau?" Ima mengerutkan dahi, "atau, lo jadian sama firza?"

Dengan senyuman lebar, yasna mengangguk beberapa kali. "Kapan? Kok bisa? Bukannya lo baru ketemu dia kemarin ya?" Tanya ima beruntun.

"Kemarin, ya bisalah secara kemarin pulang sekolahnya bareng, ehm, sebenarnya itu pertemuan ke 3 sih, sebelum-sebelumnya pernah ketemu juga, cuma waktu itu gak yakin aja gitu." Jawab yasna sesuai pertanyaan ima yang memborbadir.

"Kok bisa pulang bareng? Coba cerita sekarang, gue masih gak percaya!"

Yasna menghela nafasnya pelan, sepertinya jiwa kepo ima sudah mulai muncul. Yasna memegang pundak ima. "Ima sayang, nanti aja ya gue ceritanya, nanti gue nginap dirumah lo deh, biar lo bisa tanya-tanya, sekarang mending kita tunggu firza aja."

Ima pun akhirnya mengangguk polos, layaknya anak kecil, yang baru diberi pengertian ibunya.

Sekian detik mereka berdua terdiam, sampai sekelebat ide muncul dikepala ima, untuk mengerjai sahabatnya. "Na telpon firza dong! Suruh beliin ice cream rasa coklat 5!"

Yasna menatap ima bingung, 'buat apa ice cream sebanyak itu? Dan rasa coklat?? Gue kan alergi coklat!' Batin yasna.

"Udahh, gak usah kebanyakan mikir deh, gue tau lo alergi coklat kan? Itu semua buat gue, lo kan tau gue sangat suka ice cream, yahh itung-itung sebagai bentuk PJ, kan lo jadian." Ucap ima tersenyum, seakan tau apa yang ada dipikiran yasna.

Yasna seketika membulatkan mata, "gak! Emang lo kira jadian itu sama dengan gajian?? minta traktiran ice cream, sebanyak itu lagi!"

"Yaa, enggak juga sih. Tapi, siapa tau aja gitu, lagi pula siapa suruh jadian? Lo kan dulu juga katanya gak mau pacaran, lha ini apa??" Ucap ima cuek, sambil membolak-balikkan novelnya.

Yasna diam sejenak, "Huft, yaudah deh iya, gue bilangin firza! Puas?" Ima pun seketika tersenyum puas, mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.

Tok, tok, tok...

"Permisi!"

***

Silahkan...! eh! 🤭😂

Siapakah itu?? Ada yang tau? Atau... firza? Iya pa bukan ya? 🤔🤭
.
.
.
Ingin tau? Tunggu part selanjutnya! Jangan bosan-bosan ya...

Happy reading! Jangan lupa vote and comment ya! 😊

ArishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang