Part-12 {jujur}

36 26 1
                                    

Assalamu'alaikum...

Arisha up 2 hari lebih cepat nih!
Ada yang mau baca atau nungguin gak ya??

Ehm, itu aja deh, yang masih setia membaca dan mau dengan sabar menunggu cerita aku trima kasih ya ☺

Happy reading!
Jangan lupa vote and comment😁

_________________

"Jujur itu lebih baik bukan? Jika sebelumnya kita akan merasa sangat resah ketika berbohong. Namun, setelah kita mau jujur disitulah kita akan merasakan suatu ketenangan"

~Arisha~
🌠🌠

Ima mengacak-acak isi tas yang dia bawa tadi. Namun, hasilnya tetap sama nihil.

'Dimana hp gue?! Ish' ima nampak begitu frustasi.

"Hwaaa hp gue hilang! Hiks," Ima berteriak sambil menangis.

Tok,tok,tok..

"Dek? Buka pintunya!"

Deg, ima segera terdiam, saat mendengar suara kakaknya

"Dek, kamu kenapa nangis? Buka pintunya!" Sekarang gantian suara ayah.

Ima segera mengusap air matanya, kemudian beranjak untuk membuka pintu kamarnya.

Ceklek.

"Kamu kenapa berteriak sambil menangis? Perut kamu sakit lagi ya? Kita ke dokter aja yuk?" Yesha langsung memberondong pertanyaan ke adiknya.

Ima mengedipkan mata beberapa kali berusaha mencerna pertanyaan kakaknya itu.

"Adek sakit? Kenapa tadi gak bilang ayah, waktu perjalanan pulang? Yaudah betul kata kakakmu, kita periksa aja yuk!" Ajak ayah ima dengan raut penuh khawatir. Sebab ima bukanlah anak yang gampang sakit.

Ima melongo, ha? "Ehm, yah, kak, adek gak sakit kok, ta-tadi, adek teriak tu, sebab ponsel adek hilang," ima memelankan suaranya saat mengucapkan kata terakhirnya lantas segera menunduk takut.

"Apa?!" Ucap ayah dan yesha bersamaan. Ima yang kaget dengan respon itu, semakin menunduk dengan air mata yang mulai menetes kembali.

Ayah segera memegang bahu ima, "dek, lihat ayah,"

Ima mengangkat kepalanya sedikit. "Ponsel adek hilang? Tapi, adek gak sakit kan?" Tanya ayah lembut.

Ima menggeleng. Huft, ayah ima menghela nafas. "Dek, kalau cuma ponsel, ayah bisa belikan lagi, udah gak usah nangis, sekarang lebih baik istirahat. Besok sekolah kan?" Ucap ayah ima sembari mengusap air mata si bungsunya itu.

"Ayah gak marah?" Ima masih menatap ayahnya tidak percaya.

"Enggak isha, lagi pula isha juga udah lama gak ganti ponsel kan?
Jadi, bisa sekalian."

Ima mulai tersenyum, kemudian langsung memeluk ayahnya. "Terima kasih ayah!"

"Sama-sama, sayang," ayah ima melepas pelukannya. "Yuk kak,"

ArishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang