Zora terbangun dengan rasa nyeri pada kepalanya. Ia berusaha untuk memaksa membuka mata. Betapa terkejutnya Zora saat mendapati area sekitar pantai itu sudah gelap gulita. Hanya ada beberapa lampu jalan yang menerangi tempat itu. Tak ada satu pun orang yang ada di sana. Sepi, sunyi, hanya terdengar bunyi ombak yang saling beradu dan suara binatang-binatang malam. Zora meraba-raba dalam gelap, mencoba mencari telepon genggamnya yang ia ingat ada di sebelahnya sebelum jatuh tertidur. Saat ia menemukannya, ia tak kalah terkejut melihat waktu yang menunjukkan pukul delapan malam. Sial, ia baru sadar sudah tertidur selama hampir dua jam di sana. Bagaimana bisa? Banyak panggilan tak terjawab dan berbagai pesan dari Mama dan orang-orang yang ada di rumah. Mereka semua pasti khawatir karena Zora sama sekali tak berpamitan dan tak dapat dihubungi hingga malam.
Dengan tertatih, Zora berusaha untuk berdiri dan masuk ke dalam mobilnya. Ia tak ingat bagaimana bisa dirinya tertidur di pantai itu. Kepalanya masih terasa sangat pening. Obat-obat itu jelas tidak berpengaruh apa pun untuknya, tapi bisa saja menjadi alasan kuat mengapa Zora dapat merasakan kantuk yang teramat sangat, lalu tertidur secara tidak sengaja di sana. Ia mengecek lagi handphone-nya, bermaksud untuk menelepon balik ke nomor Mama. Malangnya, tak ada sinyal telepon yang dapat tertangkap. Zora mengeluh lagi. Dengan sekuat tenaga, ia berusaha fokus. Ia menyalakan mobilnya dan segera melaju pergi dari tempat itu, sebelum sesuatu yang buruk terjadi padanya.
Zora dapat bernafas lega saat ia melihat jalan utama kota yang terang. Segala pikiran buruk tentang begal atau pencuri yang bisa saja ditemuinya tadi, hilang sudah. Ramainya kota ini mengusir segala rasa takut yang membuat Zora harus mengemudikan mobilnya dengan kencang di jalan keluar pantai yang minim penerangan. Zora melihat keluar jendela, ada sebuah pasar malam di seberang jalan. Zora tak percaya bahwa sampai sekarang pasar malam itu masih beroperasi, karena ia pernah mendengar berita tentang kebakaran yang melandanya. Dulu, Ayah sering mengajak Zora untuk mampir ke sana setelah mereka berkunjung dari pantai. Mereka akan selalu membeli es rumput laut terenak yang pernah Zora minum. Sudah sepuluh tahun lebih Zora tak mencicipi es rumput laut itu, entah warungnya masih buka atau sudah tutup lama. Zora berharap masih ada waktu untuk mampir ke sana, tetapi ia takut untuk membuat Mama khawatir berlebih.
Kota yang sebelah utaranya adalah Laut Bali dan desa-desa yang ada di sekitarnya berperan banyak dalam mengisi masa kecilnya dengan Ayah. Ditambah dengan Ayah yang pernah bekerja sebagai seorang tour-guide, Ayah adalah seorang penjelajah yang suka mendatangi tempat apa pun yang ada di sekitarnya. Ia sering mengajak anak semata wayangnya untuk pergi mengunjungi berbagai tempat, dan yang paling sering mereka kunjungi adalah pantai-pantai yang belum terjamah. Sebab itulah, Zora memiliki ingatan yang baik akan seluk-beluk jalan di sekitar kota tempat tinggalnya hingga kota ini. Pantai dengan kota tempat tinggal Zora berjarak sekitar 10 kilometer, diapit oleh tiga desa yang menghalanginya. Setelah Zora melewati hingar-bingar kota pinggir pantai itu, suasana desa yang sepi langsung menghampirinya. Jarang sekali terlihat orang yang lalu-lalang di jalanan desa ini. Hanya ada beberapa mobil yang melewati mobil Zora dari arah berlawanan. Hanya beberapa. Di samping kanan Zora, terdapat rumah-rumah penduduk yang berjarak berjauhan, dan semua pintunya sudah tertutup. Sedangkan di samping kirinya, terdapat jurang dalam yang dibatasi dengan pembatas jalan. Saat Zora kecil, Om Jaya pernah menakut-nakuti Zora, ia berkata bahwa di bawah jurang itu terdapat sebuah rumah nenek tua yang kukunya beracun. Zora kecil yang mudah percaya, setiap kali melewati jalan itu akan selalu berusaha menengok ke arah jurang dari dalam mobil. Tapi karena keterbatasan ruang, Zora tak pernah bisa melihat apa yang ada di dasar jurang. Sampai sekarang, jika berpikir soal tempat itu, rasa penasarannya masih sama.
Seketika, bulu kuduk Zora merinding saat mengingat soal mitos palsu yang Om Jaya buat. Ia tahu kalau hal itu tidaklah benar, tapi siapa yang tahu? Keheningan dan kegelapan yang menemaninya di sisi kiri dan kanannya menambah rasa takut dalam diri Zora. Ia butuh sesuatu untuk mengalihkan ketakutannya. Dirinya baru sadar ada sebuah flashdisk bertengger di music player yang ada di mobil itu. Perasaan senang bercampur lega langsung mengisi hatinya. Dengan sigap, ia menyalakan tape yang perlu diberi tiga kali tekanan jari agar dapat menyala. Mobil milik orang tua Wahyu ini adalah mobil tua, dan Zora mencoba memaklumi itu. Lagu pertama mulai terdengar. Akhirnya, ada yang bisa memecahkan keheningan yang Zora alami. Tapi, setelah musiknya mulai, Zora menyadari sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZORA | ✓
General Fiction[Pemenang Wattys Award 2020 kategori New Adult] COMPLETED ✓ Namanya Zora. Dapat berarti fajar, atau, matahari yang terbit dengan indah. Tapi sayang, hidupnya tak seindah namanya. Kehilangan hebat di masa lalu merenggut terang dari dunia Zora, membua...