[Pemenang Wattys Award 2020 kategori New Adult]
COMPLETED ✓
Namanya Zora. Dapat berarti fajar, atau, matahari yang terbit dengan indah. Tapi sayang, hidupnya tak seindah namanya. Kehilangan hebat di masa lalu merenggut terang dari dunia Zora, membua...
"Kalau diberi satu kesempatan untuk bermain dengan waktu, kamu mau ke mana?"
"Ke masa di mana semuanya nggak jadi beban."
"Mau coba memperbaiki kesalahan?"
"Aku rasa, aku bukan orang yang ahli dalam memperbaiki suatu hal. Aku hanya ingin merasakan beberapa hal baik, untuk yang kedua kalinya. Supaya hal-hal itu nggak terlewat lagi."
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Zora duduk menatap snellen chart yang berjarak beberapa meter di depannya. Sesekali ia membenarkan posisi kacamata yang digunakannya dengan harap dapat membaca huruf-huruf itu dengan lebih jelas. Setelah merasa semuanya cukup dan pandangannya tak kabur, ia melepaskan kacamata itu dan memberikannya kepada pegawai optik di sampingnya. Perempuan berumur 40 tahunan itu tersenyum menatap Zora.
"Nggak pusing, kan, Dek?" tanyanya ramah kepada Zora.
"Nggak kok, Bu. Udah jelas."
"Sebentar, ya. Saya buatkan notanya dulu."
Perempuan itu berlalu menuju meja kasir, di mana ada beberapa pegawai optik yang lebih muda sedang berbisik, membicarakan Zora. Pegawai yang baru saja melayani Zora langsung menepuk bahu salah satu dari mereka, menyuruh mereka untuk berhenti dan minggir dari meja kasir. Di sisi lain, Zora mengalihkan pandangannya keluar optik, mencari letak parkir mobil yang tadi mengantarnya. Ia sedikit menyipitkan kedua matanya, agar sinar matahari yang terlalu terang tidak menyilaukannya. Akhirnya, ia mendapati di mana letak mobil itu. Di dalamnya, Yudha—pacar Zora, terlihat sedang sibuk menelepon seseorang. Zora dengan jelas dapat melihat bahwa Yudha tersenyum dan tertawa kecil, berbicara dengan entah siapa di seberang sana. Segala hal buruk yang Zora tahu tentang Yudha, langsung menyeruak lagi di pikirannya, walau sudah ia coba untuk usir keluar.
"Notanya, Dek."
Lamunan Zora pecah. Ia langsung memalingkan wajahnya ke arah pegawai optik yang menyodorkan secarik kertas nota pada Zora. Ia melihat nominal harganya, dan segera memberikan kartu debit miliknya pada pegawai optik itu. Ada seorang pegawai optik yang lain, yang tadi sibuk berbisik membicarakan Zora, berjalan ke arahnya sambil menggenggam sebuah smartphone di tangannya.
"Kak Zora, boleh minta foto Kakak sambil pegang plastik toko kami? Untuk di-upload ke instagram optik kita," ia memohon dengan halus.
Zora yang awalnya menatap bingung pegawai optik tersebut, langsung mencoba tersenyum ramah dan mengiyakan permintaannya.
"Oh, boleh, silakan. Aku pakai sekalian, ya, kacamatanya," ucap Zora sambil membongkar plastik dan kotak kacamatanya.
"Nggak harus bayar, kan, Kak?" ucapnya lagi bermaksud bercanda.
"Ya, nggaklah," jawab Zora dengan ramah.
Pegawai optik itu memekik senang. Lalu segera mengambil beberapa gambar saat Zora tersenyum menatap kamera.