Makasih buat yang udah baca dan vote cerita abal-abal ini, baca terus ya, jangan lupa vommentnya :)
Salam abang author..-----------------
"Thanks ya buat hari ini,"kata gue setelah turun dari mobil Marcus.
Marcus hanya tersenyum. Gue membalas senyumannya lalu masuk ke dalam rumah, begitu pun dengan Marcus yang sudah pergi dengan mobilnya. Gue jalan melewati garasi, ada mobil Davin, berarti Davin udah pulang.
Gue masuk ke dalam rumah gue sambil berlari. Gue lihat jam yang melingkar manis ditangan gue, jam 6, berarti gue jalan sama Marcus kurang lebih 4 jam. Bosen sih, soalnya gue daritadi cuman nemenin dia belanja sendiri. Gue rasa Marcus marah sama gue, karna gue gak dengerin dia daritadi, gue kepikiran Davin yang lagi sakit 'itunya'. Gue lari ke atas ke kamar Davin. Gue ketok pintunya, tapi gak ada jawaban.
"Davin.."panggil gue sambil ngetok pintunya. Apa Davin pingsan ya? Ah gak mungkin cuman ditendang 'itunya' nyampe pingsan. Dulu waktu SMP gue pernah ngelindes dia pakai sepatu roda pas di 'itunya', dia gak semarah ini sama gue.
Aha gue punya ide, iyalah kan pinter. Gue lari ke bawah ngambil snack di kulkas lalu gue lari ke kamar gue, ngambil buku yang isinya kertas, sama pena. Gue bakalan surat-suratan sama Davin, gue tahu lo malu Vin.
Gue sobek satu lembar kertas, lalu gue tulis dengan penuh penghayatan.
Davin, oh Davin....
Gue masukin kertas itu di lubang bawah pintu. Eh, kertasnya keluar lagi didorong sama Davin. Oke gue gak bakal nyerah.
Davin, ini Deva yang cantik, mau minta maaf.
Gue dorong lagi kertasnya masuk kedalam kamarnya. Yeee ditarik sama Davin. Tak lama kertasnya keluar.
Gue mengernyitkan dahi membaca tulisan Davin, ini sulit dimengerti. Bukan gue bodoh tapi gak kebaca tulisannya.
"Davin! Ini tulisannya apa? Hati? Mati? Nasi?"tanya gue ke Davin dibalik pintu yang tertutup.
"Basi, bau!"teriaknya toa. Oh basi, jelek banget huruf B Davin.
Gue gantian nulis di kertasnya.
Kata maaf itu gak ada basinya, justru itu gue bakalan terus minta maaf walaupun makanan di bawah udah basi.
Gue tiup kertas itu masuk ke dalam kamar Davin. Davin menarik kertasnya dan mengeluarkannya lagi.
Bodo amat!
Kayaknya Davin beneran marah deh, kayak Betran aja sih, lebay.
"Vin, keluar dong, kita ngomong baik-baik yaaaaaaaa, gue bawain lo makanan nih, pasti lo laper kan? Tapi lo buka pintunya,"ujar gue sambil meremas-remas bungkus snack yang gue bawa, biar Davin denger trus keluar.
Davin membuka pintunya, sedikit-sedikit, pelan menghayati. Pintu terbuka kecil, agak besar dikit, besar dikit lagi, lama-lama gue bosen. Gue tendang pintu kamarnya sampai bunyi.
BUM
"DEVA! JANGAN BANTING PINTU!!"teriak papa, mama, Arland dan Betran bersamaan. Davin shock ngeliat gue yang menendang pintu, Davin langsung megang 'itunya'.
"Haha.. gakusah dipegangin juga kali, ni makanannya,"ujar gue sambil memberikan beberapa snack ke Davin. Davin melepas pegangan pada 'itunya' lalu menyambar snack yang kuberikan lalu naik ke kasur. Gue ikutin Davin duduk di kasur, Davin sibuk nonton sambil makan.
"Dav, maaf ya. Ini udah keberapa kalinya gue minta maaf, maafin sih,"bujuk gue dengan wajah memelas. Davin kemudian menatap wajah gue.
"Gak mempan, muka lo jelek,"kata Davin ngejekin gue.