Chapter 2

681 47 10
                                    

Halilintar dan Thorn mulai dilanda kebosanan. Mereka mengenhentikan kegiatan mereka. Apa salahnya mencari udara segarkan? Jadi mereka memilih untuk keluar kantor. Walau waktu sudah menunjukan pukul 20.13 tapi ramai orang yang ada di luar.

Ya, hari ini adalah hari Sabtu. Jadi tidak salah bila ramai orang. Mereka memilih untuk berjalan menuju kafe terdekat sambil memikirkan rencana hari Minggu.

––––––––––––––––––––

Ice menonton permainan tenis keempat gadis-gadis itu. Ice menonton mereka dari jarak 6 meter. Dirinya merasa tenang duduk sendiri tanpa gangguan orang lain.

Namun... Ice merasa aneh. Barulah Ia sadar. Kalau mereka berempat adalah 1 partner. Berarti ada Solar bukan??

'Benarkah ada Solar?' batinnya.

Dia tak dapat melihat secara jelas karna jarak yang lumayan. Maka dari iulah Ia membulatkan tekadnya untuk berdiri dan menghampiri keempat gadis tersebut.

"Solar?"

Yang namanya di panggil pun menoleh. Terkejutnya sang empu, ternyata yang memanggil ialah kakaknya sendiri.

"Kak Ice!" seru Solar langsung menghentikan permainannya dan berlari memeluk sang kakak.

"Datang nggak bilang-bilang!" Ice membalas pelukan adiknya walau terkesan Ia marah karna sang adik tak memberi kabar selama 4 tahun ini.

Taufan, Gempa, dan Blaze yang melihat kejadian tersebut menganga dengan apa yang dilihatnya.

Ice yang dingin jugq cuek sampai menangis dan memeluk erat sang adik.

Setelah Solar merasa tenang Ice melonggarkan pelukannya. Dan menatap datar sang empu, sebaiknya diberi pelajaran apa? Karna dirinya hanya diberbolahkan melihat sang adik dari layar kaca.

"Kau akan aku hukum!" datar Ice.

"Lahh... Solar salah apa??" tanya Solar tidak terima dihukum secara sepihak.

"Karna kaku tinggalin aku sendiri!" peluk Ice lagi. Rasa ridunya akhirnya terobati.

"Baiklah pokoknya nggak berat-berat amat." pasrah Solar pada sang kakak.

–––––––––––––––––

Pintu kafe dibuka dengan pelan oleh pemuda bernetra ruby, lalu masuk dengan santainya diikuti sang netra hijau tua.

Orang-orang yang ada disana tak berani menatap terlalu lama, atau ajal mereka akan menanti. Jadi mereka berpura-pura tidak tahu akan kehadiran mereka, kecuali pegawai disana. Tugas mereka melayani pelanggan jadi mereka harus cekatan bukan?

Hali dan Thorn menyambar tempat duduk yang ada di dekat jendela. Mereka duduk berhadapan lalu memulai perbincangan sebelum sang pegawai datang menanyakan menu yang mereka pesan.

"Kenapa harus besok?" tanya Thorn

"Ya, karna hari Senin adalah pertemuannya. Kita juga harus prepare dengan yang lainnya." Jelas Hali

"Sepertinya Jakarta tidak buruk juga." ucap Thorn yang sepertinya sambil memikirkan kota yang dijadikan subject pembicaraan.

Our Stories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang