Chapter 13

428 37 5
                                    

"ini patut diabadikan." Ucap Taufan pelan.

"Sepertinya..." balas Thorn seadanya.

Kalian belum tahu pemandangan apa yang sampi harus diabadikan?

Ya, tepat sekali. Pemandangannya adalah saat bibir Halilintar melumat lembut bibir Solar. Bahkan lawannya tak menolak, lebih memilih mengikuti alur saja.

Dan hal kecil itu lah yang tak mereka sadari. Thorn dan Taufan mengintip kejadian tersebut. Bahkan menurut keduanya sungguh romantis.

"Uhh..  mending kita pergi deh, Taufan. Cari tempat lain biar nggak jadi nyamuk." Ucap Thorn menarik tangan Taufan yang sibuk menggenggam ponselnya.

"Ah, iya iya..." Taufan menurut dan mengikuti kemana Thorn mengajaknya.

"Hey, mereka ngapain sih pake sembunyi-sembunyi dipohon? Emangnya liat apa??" Blaze nampak keheranan dengan kedua kawannya itu.

"Sudah biarkan yang penting Blaze sama aku" ucap Ice yang duduk disebelah Blaze.

Dia melingkarkan tangan kirinya pada pinggang gadis itu dan meletakan kepalanya pada bahu kekasihnya.

"Hah.. baiklah mari kita nikmati liburan." Blaze yang membalas pelukan Ice.

"Sksksk, aku dapat foto yang indahh!!" Senang Taufan.

"Stt.. nanti mereka dengar!" Balas Thorn yang khawatirkan hal yang mereka lakukan di ketahui oleh si narsis dan tempramental itu.

Taufan memandangi lautan luas yang bisa menenangkan pikiran. Rasanya menyenangkan.

Thorn cekikikan dengan tingkah Taufan. Sungguh menggemaskan wajahnya itu.

Seketika Taufan menatap Thorn, Thorn pun memberikan senyuman terbaiknya. Hal itu cukup membuat gadis disebelahnya tersepu malu.

"Ugh, apasihh!" Taufan memalingkan wajah sambil mengumpat, wajahnya terasa panas.

"Ish, nggak tepat banget waktunya!!" Taufan mengumpat sekali lagi, wajahnya semakin merah padam.

Akhinya Thorn memecah keheningan dengan mengajak taufan kesebuah kios kontainer di dekat sana. Taufan hanya mengangguk dan membuntuti Thorn dari belakang. Keduanya memesan camilan untuk keenam sahabatnya juga.

Thorn duduk di bangku dekat sana bersama Taufan, mereka menunggu pesanan seraya menikmati angin di siang hari. Cuacanya agak berawan tapi tidak ada tanda-tanda hujan.

Thorn menumpu kepalanya dengan tangan bagian kanan, sehingga membuat kepalanya memiring kekanan. Netranya tak henti-henti memandang gadis dihadapannya.

"Thorn?" Taufan memangil dengan nada suara rendah.

"Eh, kenapa?"

"Seru yah, disini tenang." Ucap Taufan.

Thorn mengangguk dan tersenyum simpul.

"Taufan."

"Hm?"

"Menunduk."

"Eh??"

Taufan menurutinya dan menunduk.

DORR

Satu tembakan meleset dari sana. Thorn membalas tembakan itu dengan pistolnya, dan membunuh satu orang dengan jarak agak jauh.

"Hmph.. menggangu saja." Ucap Thorn yang memasukan pistolnya kembali.

Disana sepi, jadi orang-orang tak tahu menahu soal itu, dan mayatnya tergeletak begitu saja.

Taufan menatap horor kejadian tadi. Dia hampir saja dibunuh, untung Thorn memberinya peringatan.

"Kamu gapapa?" Thorn memecah kecanggungan disana.

"Uh.. A-aku... Gapapa." Jawab Taufan sambil gemetaran.

"Kalau gapapa, kenapa wajah Fanfan pucat?" Tanya Thorn yang masih setia menumpu dagunya diatas telapak tangan.

"Cu-cuma... Shock, hehe.." Taufan memberi alasan dengan senyum canggungnya.

Thorn hanya mengangguk paham dan melamun seketika. Memikirkan apa yang terjadi selanjutnya.

"Perketat penjagaan." Ucap Thorn pelan pada earphone ditelinga sebelah kirinya.




"Thorn?"

"Kenapa lagi, Fan?"

Taufan menunduk, dia agak ragu ingin bertanya kepada Thorn, namun tekadnya sudah bulat, dan akhirnya sepasang netra sapphire dan emerald saling bertemu.

"Kenapa banyak sekali orang yang mau menculikku? Membunuh, melecehkan, dan masih banyak lagi." Tanya Taufan dengan sayu. Kepalanya menunduk menatap pasir-pasir pantai.

"Simple saja. Taufan adalah bagian dari keluarga Halilintar, sedangkan Halilintar sendiri sudah memiliki banyak musuh. Ratusan perusahan? Bisa jadi. Membunuh, menganiyaya, dan apalah itu sudah menjadi hal biasa. Kupikir kamu sudah tahu hal itu, nyatanya belum. Dunia bisnis tak semudah yang dibayangkan." Jawab Thorn mode bijak.

Taufan menaikan kepalanya menatap Thorn kembali. Nampaknya pemilik netra emerald itu mengalami mood down. Semakin banyak pertanyaan yang ingin ditanyanya. Namun hanya dua yang paling penting menurutnya.

"Apa gunanya aku, dan kenapa Thorn selalu menyelamatkanku setiap saat?"










TO BE COUNTINUE...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Terlalu pendek yah?? Maaf, Saya terlalu lama membiarkan draft Chapter ini. Jadi nggak enak sama readers kalo nggak up.

Our Stories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang