Chapter 4

621 42 38
                                    

Satu hari sebelum pemotretan...

Siang hari yang cerah Blaze sedang berjalan-jalan ria. Tiba-tiba ponselnya berdering-dering.

Dirogohnya saku celana jeans itu guna mengambil ponselnya yang berdering.

"Hmn... Ice!" Blaze cepat-cepat mengangkat telfonnya.

"Halo Blaze, kau dimana?"

"Jalan-jalan tak tentu arah."

"Hmn... Bagaimana kalau ke rumahku?"

"Aku tak tau rumahmu." Jawab Blaze datar.

"Ah, aku jemput saja. Kebetulan aku pulang dari kantor."

"Baiklah, aku ada di jalan **********"

Blaze pun menunggu kedatangan Ice. Tak butuh waktu lama, Ice sudah datang.

Blaze menaiki mobil bagian depan sebelah kursi pengemudi. Disana mereka berbincang-bincang sedikit.

Sesampainya dirumah, Ice langsung menarik Blaze untuk masuk ke sebuah mansion miliknya.

Blaze menunggu Ice yang masuk ke dapur, entah mengambil apa.

Beberapa detik kemudian Ice datang dengan sebuah nampan dan minuman dingin. Ia meletakan di meja dan duduk bersebelahan dengan Blaze.

Suasana agak hening selama beberapa menit karna Ice hanya memandangi Blaze yang sedang meneguk minuman sedikit demi sedikit.

Blaze yang dipandangi melulu menjadi sedikit tidak nyaman. Dirinya pun membuka suara.

"Uh... Kenapa kau memandangiku seperti itu?" Tanya Blaze agak tidak nyaman dengan sorot matanya.

"Kau sungguh tidak nyaman yah ku lihat sepeti ini?"

Ice sungguh peka. Entah ilmu dari mana pemikiran peka terhadap orang lain. Padahal dia orangnya cuek.

Kedua tangannya menumpu dagunya. Sikutnya di tumpuh oleh bantal sofa yang di pangkunya.

"Ah, bu...bukan... Saya... Sedikit..." Tiba-tiba Blaze berbahasa formal. Sugguh salah tingkah yang besar.

Blaze membuang muka sebab salah tingkahnya.

Disaat bersamaan Ice tertawa ria dengan tingkah Blaze. Sungguh menggemaskan gadis itu..,

Blaze enggan menatap Ice, dirinya tak mau salah tingkah lagi.

Hal itu membuat Ice semakin penasaran dengan Blaze, akhirnya Ice menyentuh dagu Blaze dan diarahkan padanya agar mereka saling bertatapan.

Blaze menatap netra Aquamarine yang menurutnya itu indah. Sampai tak sadar kalau pandangannya sungguh dekat dengan sang empu.

"Hmn... Kau sungguh unik."

Ice mengeluarkan kata-kata itu tepat pada telinga sebelah kiri Blaze. Hal itu membuat sang empu merona.

"Uh... I-Ice.."

Blaze semakin tidak nyaman dengan posisinya sekarang ini. Rasanya ini menjauh sejauh-jauhnya.

Gadis bernetra jingga layaknya api yang berkobaran itu menjadi semakin gemetar saat Ice mendaratkan kepalanya pada bahu kiri Blaze.

"Tenang aku tidak akan memakanmu. Hanya saja terasa nyaman bila ada di dekatmu."

Ice setia berada pada bahu Blaze. Seketika dirinya melihat leher putih nan mulus gadis itu.

Benar-benar ingin memakannya. Tapi dirinya membuang nafsu itu jauh-jauh. Belum sah katanya.

Our Stories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang