Freya baru kembali ke rumah Rein setelah saudaranya itu memberi kabar bahwa Ratu sudah pulang. Setelah mengantar Bella ke stasiun kereta terdekat, Freya mampir ke sebuah coffee shop yang dekat dengan rumah Rein (yang artinya dekat dengan rumah Freya juga sebenarnya. Mereka berdua kan tinggal di komplek perumahan yang sama). Dia memesan segelas Americano sembari menunggu kabar dari Rein. Pasti lama, pikir Freya. Ratu tidak mungkin menyerah begitu saja. Dia bisa tahan berargumen berjam-jam selama dia yakin dirinya benar. Karena itu, mungkin untuk pertama kalinya Ratu akan masuk ke dalam rumah Rein. Hanya karena menurut Rein tidak pantas bertengkar di ruang terbuka.
Dugaan Freya, pertengkaran Rein dan Ratu akan memakan waktu paling tidak dua jam. Karena itu Freya bersiap memesan french fries hanya agar ada hal yang dia lakukan selain mengobrol dengan Franklin melalui chat atau melihat koleksi baru para desainer dan ibunya sendiri. Ternyata tidak sampai satu jam, Rein menelepon dan bilang Ratu sudah pulang.
"Aku pikir bakal berantem sampai jam 12 nanti," ujar Freya begitu masuk ke dalam rumah dan menemukan Rein yang duduk lemas di sofa.
"Nggak," Rein menggeleng.
Freya duduk di sebelah Rein, tidak bicara apa-apa. Menunggu Rein menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan Ratu. Rein diam untuk beberapa saat dan itu membuat Freya semakin penasaran!
"Pas kalian pergi," Rein mulai bercerita. "Dia ngambek. Karena malu kalau dia marah-marah di depan, akhirnya aku ajak dia masuk."
"Finally ya."
"Yeah," timpal Rein. Gagal menyadari nada menyindir dalam suara Freya. "Di dalem, dia sempet diam. Mungkin kaget karena akhirnya diajak masuk tapi juga masih mau ngambek. Jadinya yang dilanjutin ya... ngambeknya."
Ratu. Tentu saja tidak akan membiarkan pertahanannya turun dan membuat orang lain lengah.
"Dia tanya kenapa bisa Bella masuk. Aku jelaskan bahwa dia balikin jaket. Dia tanya kenapa bisa Bella pinjem jaket. Aku jelaskan waktu itu Bella nangis deras. Dia tanya kenapa Bella nangis. Aku jawab ya aku gak tau. Itu pertama kali kami ketemu dan gak pantas juga mau tau terlalu jauh. Dia lanjut ngomel kenapa aku baik sama orang lain. Kenapa aku gak adil sama pacarnya sendiri. Kenapa gak hubungan kami gini-gini aja."
"Dan..."
"And she kissed me."
Freya terkesiap. "Wow, I guess?"
Setelah sedari tadi hanya memandang TV, sekarang Rein memandang Freya. "Yeah, wow. She kissed me like we never did that before."
"And then..." Jantung Freya berdebar karena takut dan khawatir mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya.
"I kissed her back but when her hands start trying to uncover my shirts, I stepped back."
"Wow, again." Kali ini Freya mengulum senyum.
"Iya. Punya pacar cantik, udah dewasa, cuma berdua di rumah segede gini, dan aku masih bisa nahan godaan."
Freya tertawa. "Kok kayak sedih sih? Ya bagus dong. Berarti kamu megang prinsip kamu. No sex before marriage. Mama dan Ayah pasti bangga."
Rein mengangkat bahu.
"Ratu ngambek lagi."
"Putus gak?" tanya Freya bersemangat.
"Nggak. Dia cuma bilang aku gak sayang sama dia dan hubungan ini gak jelas. Lalu dia pergi."
Freya nyengir dan Rein diam.
"Kamu malah seneng," Rein menyentil kening Freya lalu berdiri.
"Tentu. Aku heran kenapa gak putus aja sekalian."
Rein diam. "Jujur, putus gak ada di opsi untuk hubungan aku sama Ratu. Aku masih sayang dia dan masih mau sama dia. Masalah-masalah kayak gini harusnya gak bikin kami pisah sih. Iya memang dia bisa bersikap sangat sombong dan menyebalkan, ke orang lain. Dia juga bisa banget bikin aku ngerasa bersalah kalau kita berantem. Termasuk kayak kejadian hari ini. Tapi ya... I think we can still handle it."Rein pun masuk ke kamarnya dan meninggalkan Freya yang mengeluh.
***
"Dan aku masih gak ngerti kenapa Rein keukeuh sama Ratu. Setelah kejadian kemarin itu," Freya menggoyangkan gelasnya dan memandang ke halaman restoran ini. Seakan dirinya sedang mengobrol dengan jendela dan bukan pria tampan yang duduk di depannya."Rein kan bukan cenayang," kata Gavin santai. "Memangnya kamu pernah bilang alasan kamu gak suka sama Ratu?"
"Nope," Freya menggeleng.
"Dan kamu berharap Rein mengerti kenapa kamu gak suka Ratu. Sama seperti Rein berharap kamu mengerti kenapa dia gak suka Franklin," kali ini Gavin berkata tajam. "Kalian anak kembar tapi untuk hal ini kalian rahasia-rahasiaan ya?"
Freya menghela napas. "Meski susah mengakuinya, tapi Rein itu memang keliatan bahagia banget sama Ratu. Makanya aku gak tega untuk cerita busuknya Ratu. Berharap Rein sadar sendiri. Sepertinya itu juga yang dipikirkan Rein ke aku dan Franklin."
"Kalau gitu, pola pikirnya diubah. Masalah yang bikin kalian benci ke pasangan saudara kalian, apa lebih penting daripada kebahagiaan saudara? Kalau nggak, you have to let go."
Freya memandang Gavin langsung ke mata dan Gavin balas memandangnya. Mereka seperti bermain "siapa-yang-lebih-lama-tidak-berkedip". Rupanya Freya yang kalah karena dia yang memalingkan wajah duluan. Tepat ketika Gavin tersenyum dan sesuatu seakan muncul di dadanya.
"Our happiness is more important," gumam Freya.
"True," Gavin mengangguk.
Freya dan Gavin kembali melanjutkan makan siang mereka. Hari ini hari Sabtu. Rein pergi bersama Ratu seharian sejak pagi. Freya bermaksud me time dengan pergi ke salon, berbelanja, menonton, lalu nanti pulang ke rumah orang tuanya. Tapi rencana berubah sedikit karena tiba-tiba Gavin mengajaknya bertemu. Freya tidak punya alasan untuk menolak. Jadilah dia ada bersama Gavin saat ini. Kebetulan katanya dia pun punya sesuatu untuk Ayah Freya, dari orang tuanya.
"Setelah ini ada rencana apa lagi?" tanya Gavin setelah keduanya sama-sama kenyang makan dan sedang bersantai.
"Pengennya nonton sih. Tadi liat jadwal ada yang jam 2. Filmnya juga udah lama tayang jadi harusnya gak terlalu penuh. Minat?" Freya mengeluarkan handphone dan bermaksud memesan tiket untuk film yang dia maksud.
"Boleh," Gavin mengangguk dan sedetik kemudian handphone-nya berbunyi. "Ya halo?"
"Uncle Gavin! Where are you?" Suara riang anak kecil menyapa. Freya sampai berhenti dan memperhatikan telepon itu karena suara anak kecil ini terlalu menggemaskan.
"Hai, Marissaaaa. I'm having lunch. Marissa udah makan?"
"Udah, Uncle. Uncle main sini yuk. Mama masak kue enak Uncle. Kata Papa, aku ajak Uncle supaya Papa gak gendut sendirian."
Gavin tertawa. "Uncle boleh ajak temen Uncle gak?"
"Siapa?" Kali ini bukan Marissa yang bicara, melainkan ibunya yang bertanya dengan nada penuh selidik.
"A friend, Mar," kata Gavin sabar. "Belum tentu juga dianya mau sih."
Gavin melirik Freya dan Freya jadi bingung.
"Oh kirain. Abisan ini kan Sabtu, Gav. Boleh dong aku senang sedikit," kata Marshella.
"Bebas, bebas. Ya sudah, nanti aku kabari lagi."
"Apa Gav?"
"Marissa undang aku ke rumahnya dia karena Mamanya masak kue dan Papanya gak mau gendut sendirian. Mau ikut?"
"Dan Marissa ini adalah?"
"Anaknya Marshella dan Michael. Marshella sahabatku dari kecil. Kalau kamu mau tetep nonton, gak apa-apa. Kita bisa nonton dulu lalu ke rumah Marissa. Kalau kamu gak mau ikut, kita nonton aja tapi setelah itu pisah jalan."
"Since I haven't bought the tickets, gimana kalau kita langsung ke rumah Marissa aja. Kayaknya dia anaknya lucu ya?"
Gavin tertawa. "Cantik, lucu, pinter, gemes, semua ada. Ayo!"
***
Yuk vote dan komentarnya yang banyak yaaa~
👏🏼👏🏼👏🏼
-Amy
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin's Troubles - END (GOOGLE PLAY)
RomanceFreya Kindangen dan Reinaldo Maindoka adalah sepasang anak kembar yang tidak senang disama-samakan tapi menyayangi satu sama lain tanpa mau mengakui. Freya mewarisi sifat sang ayah yang sangat kalem dan Rein mewarisi keceriaan ibunya. Freya tidak p...